Hari ini adalah hari kepindahan Darga ke Indonesia, bersama seluruh keluarganya. Dia lama menetap di Los Angeles sejak dia kelas 4 SD. Dan sekarang dia harus kembali ke Indonesia karena pekerjaan sang ayah. Erick memang memiliki perusahaan yang berada di Indonesia sekaligus di Los Angeles. Dia merupakan pengusaha yang sangat sukses. Dan dia sekarang ditugaskan untuk memegang perusahaan yang berada di Indonesia, dan Adiknya, dia memegang cabang perusahaan yang ada di Los Angeles.
"Darga hurry up!" Darga berjalan sangat jauh di belakang Erick dan Liana. Dia tidak mau meninggalkan Amerika.
"Ok ok. Wait Mom and Dad..." Darga mempercepat sedikit jalannya.
Mereka sudah berada di bandara sekarang, keberangkatannya hanya tinggal 15 menit.
"Mom, I'm sleepy." Anak ini memang agak manja kepada orang tuanya.
"Tinggal tidur apa susahnya Darga, kita udah di pesawat." Liana menggelengkan kepala, aneh melihat kelakuan anaknya.
Detik itu juga Darga pergi ke alam mimpinya, dari tadi dia uring-uringan tidak mau tinggalkan negara kesukaannya itu.
Kurang lebih 13 jam pesawat itu mengantar Darga pulang ke kampung halamannya. Sekarang dia sudah sampai di Jakarta, kota kelahirannya.
"I've always hated the weather here." Kalimat pertama yang Darga ucapkan begitu sampai di Jakarta.
"You will get used to it, Darga." Erick sudah cape mendengar ocehan Darga sedari tadi.
"When do we get home, dad?"
"Maybe in 20 minutes?"
"Ok." Darga mengangguk mengerti.
Setelah mereka selesai mengambil koper dan barang bawaan. Mereka keluar dari bandara, dan disana sudah ada mobil beserta sopirnya yang sudah menunggu.
"Mari pak." Mang Udin, adalah sopir di keluarga Erick.
Erick dibantu Mang Udin memasukkan koper kedalam bagasi mobil. Setelah itu mereka semua masuk kedalam mobil. Dan mobil pergi meninggalkan bandara menuju rumah yang telah lama tidak ditempati oleh keluarga itu.
"Yes, this is Jakarta. Macet." Darga memang sudah sudah badmood sejak kemarin. Sampai sekarang moodnya belum kembali.
10 menit lebih lambat dari yang tadi diperkirakan Erick, mereka sampai di rumah. Rumah yang berada di komplek perumahan elit itu tetap terjaga rapih dah bersih. Selalu ada orang yang mengurus rumah itu, dan kemarin rumah itu dipakai oleh adik Erick sendiri, Henry.
"You gonna school in private school tomorrow. So, prepare your goods needed from now." Erick tiba-tiba saja membuka pintu ketika Darga sedang merapikan pakaiannya.
"Why?? Why not international school?" Darga merengek.
"Kamu harus terbiasa dengan kurikulum disini Darga, sekalian nambah pengalaman."
"I don't have friends in there, Dad."
"Kan nanti bisa kenalan. Masa sih gaada yang mau temenan sama orang ganteng kaya anak Daddy."
"Ahhh pliss." Darga menyatukan tangannya.
"Gak!" Erick menutup pintunya. Darga hanya bisa menghela nafas.
🎭🎭🎭
"Aletha, Alatha." Bram memanggil anak mereka yang sibuk dengan masing-masing gadget mereka.
"Ada apa, Yah?" Aletha menjawab.
"Dari tadi dipanggil baru kedenger sekarang?" Aletha nyengir, dia juga memukul tangan Alatha karena masih sibuk memainkan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aletha
Teen Fictiontentang bagaimana seorang lelaki yang berjuang, tapi kalah dengan gengsi. tentang seorang perempuan yang mengejar mimpi dan menunggu jawaban.