08

6.3K 1.1K 73
                                    

PIKIRAN Lisa berkelana jauh, mengingat kembali isi percakapannya dengan Rose saat memulangkan Jisung.

"Lisa, bolehkah aku meminta satu hal padamu?"

Bagai petir datang sebelum badai.

"Apakah kau bisa memberikan hak asuh Jisung padaku? Aku ... adalah ibu kandungnya, Lis."

Saat itu Lisa hanya diam membeku, menatap Rose dengan pandangan tak percaya. Kemudian langsung masuk ke dalam rumah tanpa memberi jawaban.

Bagi Lisa, permintaan Rose terlalu berat untuk dikabulkan.

Dahulu umurnya baru sembilan belas, tapi Lisa sudah memiliki banyak tanggung jawab.

Masalah pokoknya adalah menghidupi bayi Jisung serta menjaga pendidikan kuliah. Ia juga harus menerima beberapa fitnah mengenai hubungannya dengan Jisung.

Jujur Lisa akui memang pernah membenci Jisung, tapi ia sudah melewati banyak cobaan berat bersama Jisung.

Hingga datanglah Rose, meminta hak asuh Jisung.

Lantas apa gunanya Lisa bertahan selama ini jika akhirnya Jisung diambil semudah itu. Lisa pun merasa semua perjuangannya sia-sia dan tak berguna.

Di sisi lain ucapan Rose memang benar.

Rose adalah ibu kandung Jisung. Ditambah hidup Jisung pasti terjamin bersama Rose dibanding bersama dirinya yang hanya seorang guru taman kanak-kanak.

Ah, harusnya Lisa senang bisa lepas dari Jisung. Tapi ia menyadari kalau dirinya juga merasa sangat marah akan permintaan Rose.

Lagi-lagi Lisa tidak tahu harus melakukan apa.

"Ma! Mama!"

Ia segera menoleh dan menatap Jisung dengan pandangan bertanya-tanya.

"Mama diem," Jisung mencebikkan mulutnya.

Lisa tak mampu memberi alasan, jadi ia mengusap pucuk kepala Jisung dengan lembut.

"Jisung mau makan kue lagi?"

"Boleh?"

Dirinya tersenyum geli melihat binar penuh harapan di kedua mata Jisung.

Untuk hari ini saja, Lisa ingin menikmati waktu berharga bersama Jisung tanpa harus memusingkan Rose. Ia akan mengukir setiap ekspresi Jisung dan suaranya yang lucu ke dalam ingatannya.

Sebelum Rose membawa Jisung pergi menjauh.

"Boleh, mau kue cokelat lagi?"

Jisung mengangguk semangat. Jadi Lisa memanggil seorang pegawai café dan memesan kue cokelat untuk kedua kalinya.

"Ngelamunin apa lagi?"

Lisa menggeleng pelan, tapi tak cukup membuat Yeri percaya.

Yeri menumpukan kepalanya ke tangan. "Dari tadi aku ngamatin kamu terus ngelamun loh. Sampai Jisung cerita kamu juga gak denger."

Ia hanya diam. Menimbang keputusannya untuk cerita pada Yeri, temannya ketika kuliah.

"Rose minta hak asuh Jisung."

"HAH?" seru Yeri keras, hasilnya beberapa pengunjung menoleh.

Tak peduli dengan perhatian yang ia dapatkan, Yeri terus menggerutu. "Jangan mau, Lis! Dasar cewe gak tau malu, hih! Enak aja, udah buang-"

Lisa langsung membekap mulut Yeri, lalu membisikkan sebuah kalimat padanya.

"Jisung masih sama kita, Yeri." Bisik Lisa sedikit geram.

Yeri mengangguk berkali-kali lalu meringis. Ia juga membungkukkan badan pada pengunjung lain sementara Lisa mengalihkan perhatian Jisung.

"Dasar remaja sekarang, masih muda udah punya anak. Makin lama makin gak bener kelakuannya."

Telinga Lisa mendengar jelas cemoohan itu. Namun ia memilih diam dan memandang wajah polos Jisung.

Ucapan seperti itu sudah biasa ia dapatkan.

"Maaf, Bu. Tolong omongannya dijaga, ya." Balas Yeri sambil melotot sengit.

Ibu-ibu tadi menatap Yeri dengan pandangan tak suka.

"Nak, kamu kok gak sopan sama orang yang lebih tua? Orang tuamu gak ngajarin tata krama?"

Suasana semakin memanas saat Yeri bangun dari duduknya.

"Jangan bawa orang tua saya, Bu." Yeri menunjuk Lisa. "Kalo Ibu gak bicara sembarangan tentang temen saya, saya juga gak bakal begini."

Lisa menghela napas pelan, lalu berbisik ke telinga Jisung.

"Ada pesawat mau lewat, Mama tutup telinga Jisung dulu, ya?"

Tanpa banyak bertanya Jisung mengangguk polos.

Dia memang pernah ketakutan mendengar suara pesawat yang sangat keras. Hingga kini, Lisa sering menggunakan alasan tersebut agar Jisung tak mendengar kalimat-kalimat jelek.

Lisa membalikkan badan, melihat Yeri dan ibu tadi yang sudah berdebat.

"Yeri, udah jangan gitu. Gak perlu ditanggepin."

Bukannya menurut, Yeri justru melotot ke arahnya. "Kamu juga jangan diem direndahin gitu, Lis!"

Ibu tadi menyela keras. "Kenapa? Emang bener kan kata saya? Pasti anak kamu lahir di luar nikah!"

Lisa menahan napas. Benaknya terus berteriak untuk menyangkal.

[tbc.]

02/08

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

02/08

nanaourbunny

[1] StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang