SUARA dentingan sendok ke piring terdengar beberapa kali. Tak lain karena ulah Jisung yang menyisihkan sayuran.
"Kenapa gak dimakan?"
Jisung berhenti bergerak. "Gak mau, Ma."
"Belum dicoba kan?"
Mulut Jisung mengerucut. Ia memandang tajam pada sayuran di piring, seolah memperingatkan bahwa Jisung tak akan memakannya.
Namun setelah beberapa detik mempertimbangkan ucapan Lisa, anak berumur empat tahun itu memasukkan sepotong sayur kubis ke dalam mulutnya.
Ia terdiam sesaat. Sayur kubis tidak seburuk yang dikira, sehingga Jisung meneruskan makan dengan lebih tenang.
"Ma, Icung boleh minta mainan?"
Lisa menghentikan suapan yang hampir tiba di mulut. Kedua matanya menatap Jisung dengan tajam.
"Buat apa?"
Jisung menunduk, tidak berani menatap Lisa kembali.
"Buang-buang uang."
"Tapi Yedam punya mainan robot, Ma...."
Lisa mendengkus kesal. "Soalnya papanya Yedam punya uang banyak."
Jisung semakin menunduk. Jari mungilnya meremas kaos di bawah meja, menyalurkan rasa ragu dan takut.
"Kamu tau sendiri kan, gaji Mama gak banyak. Jangan minta yang aneh-aneh."
Setelah yakin bahwa Jisung tak lagi meminta, Lisa melanjutkan makan.
Uangnya memang tidak banyak. Walaupun peninggalan Chanyeol masih ada, tetap saja jumlahnya terbatas. Membeli mainan hanya akan menghabiskan uang tersebut lebih cepat dari rencananya.
Sementara gaji Lisa sendiri hanya cukup digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi ia berusaha tegas agar Jisung tak meminta hal tidak berguna.
"Ma, boleh tanya?"
Jisung memberanikan diri mengangkat wajah.
"Yedam punya papa, tapi kenapa Icung gak punya?"
Tubuh Lisa terasa kaku. Lalu cekalan pada sendoknya mengencang, menahan berbagai macam emosi yang muncul.
Dua tahun setelah kejadian itu, tapi hati Lisa tetap saja merasakan sakit.
Kini Lisa benar-benar sendirian di dunia. Namun ia tak punya waktu untuk bersedih karena Chanyeol meninggalkan sesuatu yang benar-benar merepotkan.
Jisung.
Mata Lisa bertemu pandang dengan mata polos Jisung. Amarah yang dulu ia rasakan kini kembali.
Dari banyaknya orang di dunia, Lisa menyesal karena harus mengalami kemalangan berupa mengurus anak kakaknya.
Ia tak mampu memandang wajah Jisung lebih lama. Terlalu mirip dengan kakaknya. Mengingatkan kembali akan kenangan yang Lisa sesali seumur hidup.
Lisa meletakkan sendok dengan keras hingga Jisung terlonjak kecil di kursinya.
Tanpa menjawab, Lisa pergi meninggalkan ruang makan.
***
Lisa memasukkan Jisung ke PAUD terdekat dari tempatnya bekerja. Hanya butuh waktu lima menit dengan berjalan kaki saja.
Akhir-akhir ini Lisa sudah merencanakan agar Jisung masuk ke taman kanak-kanak tempatnya bekerja.
"Icung kan gak punya ayah!"
Tubuh Lisa berhenti bergerak di ujung lorong. Kakinya seolah kaku untuk meneruskan langkah.
Kali ini ia melihat Jisung berbicara dengan beberapa anak laki-laki, tentu saja dengan suara khas anak kecil.
"Boong!" seru Jisung dengan mata yang sudah memerah.