Turun Ranjang
Pair: Taufan x Female!Reader, Slight!TauYa
Warning: OOC, typo, alur tidak sesuai dengan animasi aslinya
BoBoiBoy © Monsta
Plot by Cuzhae
.
.
.
JODOH setiap insan sudah ada yang atur dan kadang tidak terduga. Ada yang sudah bertahun-tahun menjalin kasih sebagai pasangan kekasih yang sangat serasi pun bila memang bukan benang merahnya, tiba-tiba harus terputus.
Tidak jarang penyebabnya adalah datangnya pihak ketiga.
Rasanya (Name) ingin marah. Padahal ia dan Taufan sudah merencanakan ke jenjang yang lebih serius, rencana pernikahan di depan mata. Namun, malangnya harus pupus di tengah jalan.
"Tenang, (Name) ... aku akan membicarakannya kembali dengan keluargaku. Percayalah, aku sudah jatuh terlalu dalam padamu," kata Taufan. Menautkan setiap jarinya pada jari sang gadis, memberi keyakinan.
"Hanya kamu perempuan selain ibuku yang kucintai."
Mata safir itu mengkilat penuh kesungguhan. Meminta kesempatan di baliknya.
"Aku masih bisa bertanggung jawab pada Yaya meski tidak menjadi suaminya, 'kan? Yang ingin kupinang itu hanya kamu, (Name) ... bukan Yaya."
Manik sang gadis menyendu, berita yang sampai padanya membuat relung hati seperti terkoyak. Bayangan indah meluap bagai gelembung yang indah melayang lalu meletup di udara dalam sekejap.
"Taufan ... aku juga perempuan, sedikitnya aku mengerti perasaan Yaya," (Name) menjeda, mengambil napas yang terasa sesak, "bagaimana rasanya ditinggal suami saat hamil, apalagi pernikahan Yaya dengan Halilintar itu masih seumur jagung."
Tumpahlah genangan air mata dari sudut mata (Name). "Aku juga tidak mau ... kumohon ... jangan pedulikan aku ..."
Benarkah harus berakhir seperti ini?
Taufan mendekap (Name). Gadis yang selama ini menemaninya, banyak kenangan yang terukir. Tak mudah baginya untuk melepas.
"Kupastikan itu tidak akan terjadi. Aku janji."
.
.
.Malam itu (Name) sudah bersiap tidur, namun sebuah surel dari Taufan membuat kantuknya hilang seketika. Berita meninggalnya Halilintar, Kakak dari Taufan, mengagetkannya. Padahal belum lama (Name) menyapa Halilintar, memang umur tidak ada yang tahu.
Semalam suntuk ia tak bisa terpejam dengan tenang. Gadis itu yakin bila kekasihnya pasti terpukul dengan tiadanya sang kakak, meski bila seingatnya hubungan keduanya kadang berselisih namun tetap saja mereka berdua itu saudara. Tak mudah bagi Taufan.
Saat mengatakan ingin menemui Taufan, lelaki itu melarang (Name) untuk membatalkan niatnya itu. Ia khawatir bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan menimpa sang gadis, apalagi sudah larut malam.
(Name) hanya berharap pagi cepat mendatang agar ia bisa menemui kekasihnya lalu memeluknya, menguatkan serta memberi tahu bahwa masih ada ia di sisi Taufan.
“Aku tahu kamu orang yang tegar, Taufan.”
Namun, ketika telinga sang gadis tak sengaja mendengar perdebatan antara Taufan dengan keluarganya, di situlah ia ragu untuk menemui pihak yang berduka.
“Bagaimana Ayah memutuskannya begitu saja tanpa sepengetahuanku?!” protes Taufan, wajahnya menahan kekesalan. “Aku sudah punya kekasih. Aku mana tega mengkhianatinya!”
(Name) tidak ingin berspekulasi buruk. Namun, kalimat yang terlontar dari ayah kekasihnya membuat hatinya berdenyut sakit.
“Kamu harus menikahi Yaya, Taufan.”
Sebuah keputusan mutlak yang mustahil untuk ditolak. (Name) ingin masuk ke sana dan mengatakan bahwa ia sama sekali tidak rela Taufan harus menikah dengan wanita lain.
“Ayah harap kamu mengerti, Nak. Ayah yakin Halilintar pasti menginginkan anaknya bisa mendapatkan kasih sayang seorang ayah meskipun itu bukan daterluka.
“Kenapa? Kenapa harus aku? Kalau soal menyayangi calon keponakan, Taufan masih sanggup, Yah. Tidak sampai Taufan harus menikahi kakak iparku sendiri.”
Pemuda itu berjalan meninggalkan keluarganya dan begitu membuka pintu, di sana dengan air mata terurai (Name) berdiri. Dengan perasaan kalut gadis itu berlari menjauh.
“(Name), tunggu! Dengarkan penjelasanku dulu!”
Mana ada perempuan yang merelakan kekasihnya ke orang lain. Padahal tidak lama lagi mereka berdua akan melangsungkan janji suci, tapi mengapa harus kandas di tengah jalan?
“Aku pasti akan menolaknya dan tidak mungkin menikahi kakak iparku sendiri. Kumohon jangan pergi, (Name),” pinta Taufan.
(Name) tidak sanggup mendengarnya. Sudah cukup ia terluka. Apa daya jika cinta tak direstui orang tua. Pernikahan yang selama ini didambakan oleh (Name) harus karam sebelum berlayar.
“Kumohon ... Jangan tinggalkan aku, (Name).” Taufan memeluk (Name) dari belakang. Menahannya agar tidak pergi.
“Lepaskan aku, Taufan. Sebentar lagi kau akan menjadi suami orang, tak sepantasnya memeluk perempuan lain seperti ini. ”
Bukannya dilepas, justru Taufan mengeratkan pelukannya pada sang gadis. “Tidak akan kulepaskan sebelum kau mendengarkan penjelasanku dulu.”
“Jangan egois, Taufan,” ucap (Name) dengan datar.
“Lalu.. bagaimana denganmu? Tanyakan pada dirimu sendiri, apa kau rela … rela kalau aku berdampingan dengan perempuan selain dirimu? Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi? Apa kau sudah tidak berharap hidup bersamaku? Bukankah—”
“Cukup.”
(Name) tidak mau berharap lebih dari ini. Dia harus tahu diri. Dia bukanlah siapa-siapa dibandingkan dengan keluarga Taufan. Hanya guru les tanpa penghasilan tetap mana mungkin bisa menantang pemilik perusahaan besar.
“Bahagiakan dia. Dia lebih membutuhkanmu,” tutur (Name) seraya menahan isakannya. Lalu melepaskan tangan Taufan dari pinggangnya. “Jadilah suami dan ayah yang penyayang. Terima kasih sudah menjadi orang spesial di hidupku.”
‘Bukan tentang seberapa kuat aku tanpamu. Tapi sampai mana aku harus ikhlas merelakanmu.’
— the end.
.
.
.
Ada yang nyesek tapi bukan asma :(
Dahlah, kupundung
//mojok sambil mainin tanahYuklah yang mau request ditunggu~
KAMU SEDANG MEMBACA
Menggapai Angan
Fanfiction[LAPAK KOLEKSI ONE-SHOT] Cuma kasih saran, jangan terlalu banyak beban pikiran. Sesekali menghalu bersamaku. . . Berbeda tapi masih dalam satu. Setiap kata yang dicurahkan penuh pasti. Tidak ada yang namanya sia-sia. Kehilangan, kesedihan, ataupun t...