Part 4

9 6 4
                                    

Hari hari pun berlalu secepat kilat, tanpa terasa seminggu sudah berlalu. Dan selama itu pula aku selalu memikirkan James, mengingat-ingat kembali kejadian yang terjadi direstoran, mengingat kembali perasaan saat dia menggandeng tanganku, merangkul pundakku.

Hahhhh... Rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan hal seperti ini, merasakan perasaan seperti ini. Seingatku, terakhir kali aku merasakan perasaan ini saat Johan masih disampingku.

Setiap malam aku selalu menanti telpon rumahku berdering, saat telpon itu berdering, aku selalu berharap kalau si penelpon itu.... James.... Tapi selama itu pula tak ada kabar dari dia.

"Sya.... Kenapa sich tampang lu kok kaya kertas lecek begitu???" tanya Samantha yang baru aku sadari keberadaannya.

"Sejak kapan lu Tha ada disitu????" balasku bertanya

"Ya ampunnn ini anakkkk.... Gue dari sepuluh menit yang lalu udah duduk disini.... Mikirin apa sich lu??"

"Masa sich? Kok gue gak tahu lu ada disitu!!!"

"Ya iya lahhhh lu gak tahu! orang dari tadi aja pandangan lu kaga berpaling dari arah situ. Gimana mau liat gue yang ada disini?!"

"Iya iya, Maap dach.... Tampang lu sendiri kenapa ditekuk begitu?" aku berbalik bertanya.

Tidak seperti biasanya. Jarang sekali terlihat ekspresi diwajah Samantha, bukannya tidak ada ekspresi, tapi karena dia termasuk tipe orang yang selalu serius, jadi ekspresi wajahnya pun terlihat hampir selalu sama.


Tetapi, hari ini tidak seperti biasanya. Ada yang berubah darinya. Setelah aku mendesaknya, baru Samantha menceritakan masalahnya. Saat ini Samantha sedang dekat dengan seseorang, tapi ternyata pria yang mendekatinya sudah punya pacar.

"Aduhhhhh Sya.... Gue musti gimana dong????" tanyanya dengan bingung. Ya.... Aku pun juga bingung menjawabnya. Kalau aku katakan terus pertahankan, pria itu sudah ada kekasih. Tapi kalau aku katakan jangan mendekatinya lagi, aku takut Samantha yang terluka.

"Jangan didekati lagi" akhirnya kata-kata itu meluncur dari mulutku. Saat Samantha bertanya kenapa harus menjauhinya, padahal dia sangat menyukainya. "Lebih baik sakit sekarang dari pada nanti. Sekarang elu nggak terlalu cinta sama dia, nggak terlalu sakit hati. Tapi kalau nanti, elu semakin sayang sama dia, elu semakin sakit nantinya" Samantha terlihat ingin menangis, dia sepertinya tidak dapat menerima hal ini

"Tha.... Inget kata-kata gue ini ya.... Semakin elu mencintai seseorang, maka akan terasa semakin menyakitkan saat elu kehilangan orang tersebut"

"Tapi Sya.... Gimana caranya elu bisa menahan perasaan lu??
Karena cinta itu datang dan pergi secara tiba-tiba"

"Memang.... Tapi bukan berarti elu harus memaksakan cinta itu tinggal di samping elu kan??? Terlebih lagi, cinta itu sudah menemukan sarangnya" Aku rasa Samantha sudah mulai mengerti maksud kata-kataku.

"Tha, cinta itu ibarat seekor merpati. Kemanapun dia pergi mencari sangkar yang baru, akhirnya dia akan kembali pada sangkarnya yang lama. Dan saat sangkar yang baru ditinggalkan.... Apa yang tersisa dari sangkar yang baru???? Hanya sebuah kekosongan" lanjutku

"Terus gue musti gimana dong Sya???"

"Carilah merpati yang belum punya sangkar" kataku seraya berjalan meninggalkan Samantha duduk sendiri di kantin.

Ya... cinta itu seperti merpati, kemana pun dia pergi, pasti akan kembali lagi kesarangnya. Nggak tahu juga sich ya kalau sarangnya sudah hancur berkeping-keping, mungkin dia akan membuat sarang yang baru.

Yang TerlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang