“Sya... Ngapain sich lu ketawa ketawa sendirian??? Kaya orang gila aja” tanya Samantha pada ku.
Aku sedang mengingat ingat lagi permbicaraan ku dengan James di telpon, makanya aku bisa ketawa sendiri “Lagi Piktor (pikiran kotor- red) lu ya???” lanjutnya,
“Husss… asal aja lu
ye kalo ngomong”“Abisss... Ngapain coba lu ketawa ketawa sendiri… Kalo bukan lagi mikirin hal-hal yang nggak-ngak... emang lagi mikirin apa sich???” tanya nya penasaran.
“Mau tauuuuuuu aja”
kataku sambil meledeknya.
Aku senang sekali membuat dia penasaran.Samantha, dia sebenernya tidak jauh berbeda dengan Vivian, dia kecil dan kurus. Wajahnya oval, dan dihiasi dengan sepasang mata yang berbentuk elips sempurna. Rambutnya hitam panjang dan bergelombang, dia selalu menguncir rambutnya, jarang sekali dia menggerai rambutnya. Katanya terlihat aneh kalau dia menggerai rambutnya.
Hari ini tidak seperti biasanya, aku terpaksa pulang sendiri. Samantha bilang, dia ada janji dengan seseorang. Karena hari ini aku pulang sendiri, aku berencana akan jalan-jalan ke toko buku. Maklumlah, aku memang hobi baca buku, terutama yang bersangkutan dengan sastra dan pisikologi. Dan kebetulan, buku yang selama ini aku tunggu-tunggu baru keluar hari ini. Maka…. jadilah aku meluncur seorang diri.
Aku memang lebih suka jalan-jalan sendiri, terutama jika ke toko buku, karena aku bisa menghabiskan seluruh waktuku di toko buku. Entah sekedar melihat-lihat atau sekalian membaca buku disana. Sesampainya ditoko buku, aku langsung mengambil buku yang selama ini aku tunggu-tunggu.
“Sya….” Aku mencari asal sumber yang menanggilku. Seorang cowok mendatangiku, setelah dia mendekat, aku baru bisa mengenalinya. Dia James
“Sya... sama siapa??”
tanyanya“Sendiri…. Kokoh sama siapa? Sendiri juga?” aku bertanya balik padanya,
“Iya nich, abis gak ada yang bisa diajak jalan”
“Nova kemana?? Kenapa gak pergi sama dia aja?”
“Dia lagi sibuk pacaran…. Mana mungkin dia mau nemenin aku”
“Kenapa nggak ajak temen aja?”
“Sya... Sya… aku kan bukan besar dijakarta, mana mungkin aku punya teman sich disini???
Lah orang temanku baru kamu doang”Benar juga sich. Aku lupa, kalau dia baru balik ke Jakarta.
Setelah puas di toko buku, kami menuju sebuah restoran. Disana kami melanjutkan perbincangan kami yang sempat tertunda. Kami berbincang berbagai macam hal.“Emang kamu suka sekali baca ya Sya?”
“Iya, Hobby sich. Kokoh suka baca buku apa?” tanyaku paadanya
“Buku sastra, puisi, sejarah…. Banyak dech, Kamu?” ternyata buku yang di sukainya pun sama dengan ku
”Kamu suka baca puisi siapa? Kalau sastra?” Dan ternyata kami pun sama-sama suka membaca Khalil Gibran. Mulai dari karya Sang Nabi sampai Sayap Sayap Patah….
Wahhh ternyata hari ini terlalu banyak kebetulan yang terjadi, Samantha yang tiba-tiba ada janji, buku baru yang aku tunggu-tunggu kebetulan keluar hari ini, dan kebetulan bertemu dengan orang yang aku pikirkan dari semalam.
Orang yang membuatku tidak bisa tidur semalam suntuk.Kalau aku di tanya kenapa aku tidak bisa tidur….. jawabnya aku tidak tahu kenapa….. Setiap aku memejamkan mata, aku melihat wajahnya. Setelah selesai makan, kami tidak langsung beranjak meninggalkan resto itu, tapi masih menghabiskan waktu untuk mengobrol. Setelah waktu menunjukan pukul 6 sore, baru kami beranjak.
Saat meninggalkan restoran, terjadi hal yang memalukan. Tiba-tiba saja pandanganku menjadi lamur. Aku tidak bisa melihat dengan jelas dan aku pun menabrak seorang pelayan yang sedang membawa piring kotor. Alhasil... Walaupun piring itu tidak ada yang pecah, tetapi bajuku jadi kotor semua karena terkena makanan sisa yang ada dipiring.
Aku meminta James untuk menemaniku ke rest room karena aku tidak bisa jalan sendiri, aku takut bertabrakan lagi. James mengantarku, ekspresi keterkejutannya masih belum hilang dari wajahnya, terlebih lagi saat aku memegang tangannya.
Setelah selesai membersihkan bajuku di rest room, kami pun berjalan meninggalkan restoran. James merangkul pundakku, dan aku pun tidak melepaskan pegangan tanganku dari bajunya. Entah mengapa kami jadi pusat perhatian. Mungkin karena terlihat seperti orang pacaran. Selain itu, dia pun tak sungkan membawa semua barang-barangku, termasuk tas sekolahku.
Setelah kami sampai di tempat parkiran, seperti saat pertama kali dia mengantarkanku pulang, dia membukakan pintu untukku. Aku selalu saja merasa sungkan jika diperlakukan seperti ini, terlebih lagi karena kejadian tadi, dia sampai membantuku masuk kedalam mobil.
Didalam perjalanan dia baru bisa bertanya padaku, tentang apa yang terjadi tadi,
“Memang ada sedikit masalah dengan mata saya tapi biasanya nggak sampai seperti ini, mungkin darahnya drop lagi” jawabku sabil garuk kepala seperti orang bodoh.“Kamu udah pernah konsultasi kedokter?” lanjutnya, dan aku hanya menganggukkan kepala. “Lalu apa kata dokter?” sebenarnya dokter sudah menyarankanku untuk menggunakan kacamata, katanya aku nyctalopia alias rabun ayam, kondisi ini bertambah parah karena aku memiliki Anemia. Dan dia menyarankan padaku untuk menghindari kegiatan diluar rumah pada malam hari, kecuali aku menggunakan kaca mata. Tapi aku tidak mau. Aku akan terlihat seperti nenek-nenek kalau aku menggunakan kaca mata. Aku sendiri baru mengetahui hal ini sekitar sebulan setelah kepergian Jo.
Waktu itu aku janjian dengan Tante Lin di sebuah Resto, awalnya semuanya baik-baik saja, tetapi semakin lama semakin berbayang. Saat Tante Lin bertanya apa aku baik-baik saja, aku memang merasa tak ada masalah, tapi saat Tante Lin bertanya padaku makanan apa yang mau aku pesan dari daftar menu yang diberikan pelayan aku tidak bisa menjawabnya. Akhirnya, aku menceritakan keadaan yang sebenarnya, dan Tante Lin lah yang menemaniku ke dokter umum sampai ke spesialis mata. Sama seperti reaksi Tante Lin, keterkejutan pun tampak pada wajah James.
Saat kami sampai dirumahku, dia bertanya padaku apa dia boleh mengantarku sampai masuk kedalam rumah. Aku menolaknya, aku katakan padanya kalau aku sudah baikkan. Padalah sebenarnya aku tidak mau orang tua ku bertanya macam-macam padaku. Orang tuaku melarang aku berpacaran, makanya setiap teman cowokku yang datang bertamu seorang diri kerumah, pasti akan menimbulkan berbagai macam pertanyaan dari orang tuaku. Itulah sebabnya aku menolak bantuan nya “Kamu yakin ya gak apa-apa???” aku menganggukan kepalaku “Ya udah… nanti malam aku telpon kamu” lanjutnya
“Emm… Koh… makasih ya…. Jadi ngerepontin Kokoh”
“Ngak apa apa kok…. Ya udah… aku pulang ya… nanti aku telpon kamu” katanya mengakhiri pembicaraan kami. Karena hari ini aku sudah melewati hari yang melelahkan, begitu mendaratkan tubuhku ke tempat tidur, aku langsung terlelap.