"Sampah!"
"Kamu tuh gak punya bakat, kenapa kamu malah nekunin Silat sih?" suara tersebut seperti tidak asing di telingaku.
"Mama?" ucapku dengan sedikit berteriak.
"Lihat tuh Kak Anto, dia menjadi pengacara terkenal karena apa?, ya belajar lah dari sd hingga kuliah"
"Papa?."
"Kamu buat apa sih Silat, toh kamu gak ada bakat, kecuali kamu kaya cowonya si Revi, dia jenius dan berbakat, sedangkan kamu?, kamu gak punya apa-apa."
"Kak Anto?."
Tiba-tiba sepasang tangan memegang pundak ku lalu mengguncang tubuh ku dengan keras.
"HAN!" suara Haruo membuyarkan lamunan ku.
"Fokus oi, lu sekarang lagi di tengah pertandingan" lanjutnya.
"Sorry, gw gak fokus" sahutku seraya menampar pipiku.
"Fokus coy, sekarang gw tanya, lu inget sekarang lu lagi ngapain?" tanya Haruo.
"Ehm..., sekarang gw lagi istirahat setelah 1 babak bertanding, gw berada di sudut biru semenatara lawan gw namanya Lucky Aryo dia menempati sudut merah" jawabku dengan tegas.
"Bagus deh kalau lu bisa jawab, fokus..., inget " Haruo menepuk pundak ku.
Wasit kemudian memanggil namaku agar segera memasuki arena matras, Haruo mendorong tubuhku agar lekas masuk ke dalam arena, namun saat bertanding aku gugup dan ketakutan akibat lamunanku barusan, ahasil aku pun menang tipis, setelah bertanding aku harus terkena omelan Haruo, setelah pertandinganku barusan merupakan pertandingan terakhir hari ini, karena waktu sudah sore, sudah tidak banyak penonton yang berada di gedung, kebanyakan sudah pulang atau pergi ke penginapan masing-masing.
Di perjalanan aku melihat seorang pesilat menangis sendirian di bawah sebuah pohon, setelah ku perhatikan, ternyata itu lawanku yang tadi, Lucky Aryo, rasa bersalah ku muncul kembali, setelah beberapa saat, akupun akhirnya memberanikan diri untuk pergi menghampirinya, tapi sebuah tangan menahanku, Haruo menatapku dan berkata, "biarkan Han, kalau lu kesana, lu malah tambah bikin dia sedih."
Setelah sampai di penginapan, aku berdiri di balkon kamar, cuaca malam begitu sejuk, "Gak makan?"
Aku menoleh ke arah sumber suara tersebut, terlihat Alyssa yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil, mungkin ia habis mandi, bau shampoo yang dipakainya bisa tercium, ia berdiri di sampingku lalu bertanya. "ini pertama kalinya lu pacaran?."
"Eh?, kenapa nanya gitu?" jawabku heran.
"Ya nanya aja"
"Em..., gak pernah sih, baru ini gw pacaran"
"Pantesan..."
"Hm?, ada apa emang?"
"Gak, gw cuman aneh aja, lu pacaran sama Yuli, tapi entah kenapa gw merasa kalau lu berdua ada yang aneh aja gitu"
Haruo kemudian datang sambil membawa piring yang berisi penuh dengan mie, "Lu pada lagi ngomongin apaan?" tanya Haruo dengan mulut penuh dengan mie.
"Gak, gw cuma nanya berapa kali Yohan pacaran" jawab Alyssa.
"Yang gw tau lu baru sekali ini kan Han?" tanya Haruo lagi.
"Iya" jawabku singkat.
"Tapi entah kenapa, lu berdua tuh gak ada aura kalau kalian pacaran"
"Emang aura orang pacaran kaya gimana?"
"Kaya gw sama Alyssa"
"Gak usah sebut nama gw, kalau bukan karena silat, gw gak mau ada urusan lagi sama lu!"
"Kok lu marah?, mau mie?" balas Haruo sambil berusaha menyuapi Alyssa.
Alyssa menarik nafas pelan lalu berjalan menuju kamarnya, meninggalkan aku dan Haruo. Setelah puas makan Haruo masuk kedalam kamarnya lalu mengkunci pintu, Yuli dan Wendy duduk di depan televisi menonton sebuah sinetron yang tidak pernah kutonton. Jam dinding menunjukkan pukul 20:18, karena mulai merasa mengantuk, akupun menjatuhkan badanku yang terasa berat ke atas kasur kamarku, dan tertidur pulas hingga pagi.
Setelah mandi aku melihat Haruo dan Alyssa di meja makan, "Hari ini putaran ke 3 aja kan?" tanyaku kepada Haruo.
"Iya, quarterfinal jadi kita masing-masing cuma 1 kali tanding doang" jawab Haruo.
Aku segera memakai baju dan bergegas menuju gedung lomba. Di tempat duduk ternyata sudah ada Yuli, Wendy dan Bu Chika, gedung olahraga dipenuhi oleh suara panitia sedang mengecek sound system, dan ada pula yang sedang menyapu matras, setelah menunggu kurang lebih 1 jam, para penonton dan pesilat terlihat mulai memenuhi bangku penonton.
Bu Chika kemudian menyuruhku agar berganti baju dan menemuinya di ruang atlit, setelah berganti baju aku segera berjalan menuju ke arah ruang atlit. Saat berjalan menuju pintu ruang atlit, aku melihat Ardiansyah yang sedang berbincang dengan seorang laki-laki, setelah melihatku, Ardiansyah memberi kode kepada laki-laki tersebut agar menoleh ke belakang.
"Tuh yang bakal jadi lawan lu Brian" ucap Ardiansyah.
"Gak keliatan kuat, gw mulai ragu kalau bener dia yang lu kalahin di final waktu SMP" ucap Brian tidak percaya.
"Jangan sampai kalah lawan Brian ya~" Ardiansyah menepuk-nepuk pundak ku.
Aku hanya diam dan melewati mereka berdua, di dalam ruang atlit, Bu Chika membantuku memakai pelindung badan, "lawan kamu 8 besar dalam turnamen Nasional tahun lalu, ibu harap kamu gak memaksakan diri ok?" ucap Bu Chika.
"Iya bu..." jawabku singkat.
"Partai ke 28, pesilat Brian Villano yang menempati sudut biru, melawan pesilat Yohan Ganendra yang menempati sudut merah, harap kedua pesilat memasuki gelanggang C."
Aku dan Bu Chika kemudian memasuki matras disusul dengan lawanku, terlihat wasit sudah bersiap di tengah matras, aku pun segeri berjalan ke arah sang wasit ketika diberi aba-aba oleh wasit tersebut, aku dan lawanku saling menatap satu sama lain, setelah diberikan instruksi oleh wasit, kami berdua disuruh mundur beberapa langkah agar ada ruang di antara kami, suara sorakan semakin riuh ketika Brian mengeluarkan kuda-kudanya.
"Siap?."
"MULAI!"
Dengan gerakan yang sangat cepat, Brian maju dan melakukan tendangan samping, tendangan tersebut mengenai tepat di pinggang Yohan, "emang deh, kalau udah Nasional, levelnya berbeda" ujarku.
Terlihat dari gerakan nya yang terlatih dan cepat, kekuatannya yang tidak bisa diragukan lagi, inilah level Nasional. Sebuah celah terlihat ketika Brian hendak menyerang Yohan dengan tangan kanannya, dengan cepat Yohan menepis pukulan Brian, Brian yang sudah mati langkah berusaha untuk mundur untuk memperbaiki posisinya, tapi, sebuah tendangan keras mendarat di dada kirinya , alhasil Brian jatuh dikarenakan kerasnya tendangan dari kaki kiri Yohan.
"BERHENTI!"
Wasit memberi gerakan bahwa jatuhan yang kulakukan adalah jatuhan sah, riuh sorakan kini terdengar sunyi, "mungkin udah saatnya gw mulai agak serius" ucapnya.
Brian berdiri seraya menepuk-nepuk bajunya, ia menatapku dengan tatapan marah, "cie terpancing~" Ujarku senang.
Wasit melanjutkan pertandingan tersebut, Yohan dan Brian bergantian menyerang, serangan mereka terus menerus berlanjut, namun Yohan terus menerus membuka ruang untuk bernafas. Aku sudah tidak ingat berapa serangan yang kuterima, dan berapa serangan yang kulancarkan, hingga akhirnya bel tanda babak berakhir berbunyi, aku dan Brian berjalan menuju sudut masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silat
أدب المراهقينMenceritakan kisah seorang pesilat bernama Yohan Genandra, saat SMP ia berhasil mencapai perlombaan Silat tingkat Nasional, dengan kemampuan dan tekadnya, ia digadang-gadang akan menjadi salah satu bibit Atlit Indonesia kelak. Namun mimpi dan harapa...