Candu

3.2K 128 2
                                    

Hinata menggigit bibir. Menahan desahan yang hendak keluar. Kedua tangannya meremas kertas yang ia pegang. Menyalurkan gejolak yang sedang dialami saat ini. Wajahnya menunduk, tidak ingin lagi dikhawatirkan oleh para siswa di depan kelas. Tangannya sekuat tenaga menahan seseorang yang kini sedang mengeksplorasi tubuhnya di depan kelas.

Tangan besar dan hangat serta berurat itu meraba pahanya, menelusuk lebih dalam hingga mencapai daerah terlarang. Hinata mendelik dan mendesis ke arah sosok yang saat ini dengan tenangnya menjelaskan ketentuan untuk pelajaran pada hari itu.

"Nah untuk pameran seni selanjutnya akan mempresentasikan hasil karya seni terakhir kita sebagai kelas tiga." Jelas pemuda jangkung bersurai perak yang dengan tenang menggoda Hinata sambil menjelaskan mengenai tugas akhir.

Saat ini baik Hinata dan Toneri, nama pemuda itu, berdiri di depan podium kelas tempat guru menjelaskan beberapa hal. Terkait dengan tugas akhir yang akan diadakan, ada beberapa hal yang harus disampaikan terkait lokasi maupun jumlah lukisan yang dipajang. Hal ini menjadikan Toneri, selaku ketua kelas menjelaskan dan memberi pengarahan kepada teman-temannya. Namun tak disangka, pria itu dengan berani melakukan perbuatan mesum di depan kelas. Podium itu hanya menutupi setengah badan Toneri dan seluruh tubuh Hinata, tidak ada satu pun yang mengetahui tindakan yang dilakukan Toneri saat ini.

Sebagai orang yang memberikan hukuman, pantas jika ia memastikan orang yang dihukum menjalankan hukuman dengan baik. Toneri tidak peduli lokasi, waktu, maupun keadaan karena yang terpenting saat ini adalah memastikan guru, ah tidak, tapi wanitanya tidak mengenakan dalaman apa pun dibalik pakaian yang berlapis-lapis dan rok panjang itu.

Hari ini hari pertama dijalankan hukuman Hinata. Tangannya menjelajah nakal memasuki daerah sensitif wanita itu. Ia harus memastikan bahwa wanita itu menjalankan hukuman dan akan diberikan imbalan jika wanita itu menurut. Tangannya semakin bergerilya ketika ia merasakan sebuah tangan menahan pergerakannya. Tentu saja tidak sebanding dengan tenaganya, namun ia ingin melihat sejauh mana wanita itu memberikan perlawanan.

"Toneri... hentikan..." desis Hinata pelan. Beruntung saat ini para siswa sedang mencatat detail-detail yang diucapkan Toneri.

Toneri hanya menjawab dengan senyuman kemudian kembali menatap teman-temannya. "Baik, selanjutnya mengenai tugas akhir akan dilanjutkan oleh Guru Hinata."

Keringat dingin mengalir di pelipis Hinata. Ia takut pria itu semakin bertindak nekat. Pasalnya walau diberikan waktu dan tempat, tangan Toneri tidak menjauh. Hanya diam. Membuat kepanikan melanda. Ingin rasanya berteriak dan lari dari kelas namun ia tidak ingin memalukan dirinya lagi. Sudah cukup kejadian orgasme di depan kelas mengguncangnya. Ia tidak ingin menambah deret buruk reputasinya.

"Guru? Apa kau tidak apa-apa?" khawatir Toneri. Satu hal yang Hinata inginkan adalah mencabik wajah bermuka dua sepupunya itu dan kabur sejauh-jauhnya.

Hinata mengangguk lalu berdeham. "Baik mengenai tugas akhir, kalian bisa menggunakan cat yang telah sediakan -akh!" pekik Hinata kala merasakan telapak tangan kini menyentuh kewanitaannya yang telanjang dan tidak tertutup apa pun.

"Guru!" seru Lee. "Apa Guru baik-baik saja?"

Bodohnya aku. Lagi-lagi membuat siswaku khawatir atas kelakuan hina dan tidak profesional di depan kelas. Hinata tersenyum tipis. "Saya baik-baik saja. Kita lanjut -agh!"

"Guru!" seru semua siswa. Khawatir melihat Hinata yang tampak kesakitan.

Toneri berbisik, jemari panjangnya masih memainkan klitoris Hinata. "Jangan membuat siswamu khawatir, Guru."

Hinata mati-matian menahan desahan dan erangan. Pasalnya Toneri menyentuh dan memainkan salah satu titik kenikmatan dan sensitifnya. Hanya dengan memainkan gumpalan daging kecil berisi syaraf itu mampu membuatnya basah. Ia bahkan dapat merasakan cairan mengalir di pahanya.

AmoralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang