Rusak

5.4K 129 39
                                    

Tepatnya 7 tahun lalu. Ketika Neji berusia 24 tahun. Ia seorang pria sehat, tampan, dan mapan. Di usia 24 tahun, ia telah mengembangkan bisnisnya dan bekerja di perusahaan multinasional. Cukup berpengaruh dan bertalenta di usianya yang begitu muda.

Entah sejak kapan perasaan ini muncul dan berkembang. Satu hal yang pasti, ia tidak lagi melihat adik kandungnya sebagai saudara. Ya. Adik kandung berusia 16 tahun yang mulai tumbuh itu memberikan sensasi tersendiri setiap kali ia melihat, mendengar, atau bertatapan dengannya. Aneh. Ia tidak merasa demikian pada adik kandungnya yang lain. Ia bahkan tidak ada keinginan untuk bertemu dengan adik kandungnya yang lain.

Hinata, nama adik kandung yang memikat jiwa dan raganya. Entah sejak kapan ia selalu menantikan untuk bertemu dengannya. Baik sarapan, makan siang, maupun makan malam membuat hatinya senang namun di saat bersamaan ada perasaan posesif untuk menyimpan senyuman gadis itu hanya untuk dirinya seorang. Ya, Hinata masihlah seorang gadis. Namun tidak memungkiri jika perkembangan tubuh gadis itu berkembang lebih jauh daripada teman sebaya.

Bibir plum yang merekah, wajah ayu yang teduh, ditambah payudara yang cukup besar dan pantat gembil untuk gadis berusia 16 tahun tanpa sadar membuat Neji terangsang. Bayangan sang adik yang merintih dan memekikkan nama di bawah dominasinya, membuat Neji menegang. Membayangkan bagaimana lolongan parau, wajah inosen penuh rasa ingin tahu, sikap pasrah ketika ia meminta gadis itu untuk memuaskan penisnya membuat gairahnya membuncah.

"-ji."

"-Neji."

"-Neji."

Neji mendongak dan menatap wajah kedua orang tuanya. "Y-ya? Ada apa, Bu?"

Hitomi mengernyit bingung. "Kau tidak enak badan?"

Neji menatap sekeliling dan melihat ekspresi khawatir di wajah keluarganya, kecuali Hiashi. "A-ah... t-tidak ada apa-apa, Bu. Hanya sedikit lelah."

Hiashi berdeham. "Jangan melamun di meja makan dan habiskan makananmu."

Neji mengangguk kemudian melanjutkan santapannya. Ia melirik Hinata yang masih memberikan ekspresi khawatir. Ah, betapa ia ingin memiliki Hinata seorang. Ia ingin adik kecilnya itu hanya memperhatikan, merawat, dan menyayanginya seorang.

Tanpa sadar rasa ketertarikan itu berubah menjadi rasa obsesi. Neji tidak tahu kapan itu terjadi, namun lambat laun dirinya menjadi terjerumus dalam dosa terlarang. Ya. Ia mencintai adik kandungnya sendiri. Ia ingin mencium, mencumbu, melumat, dan menggagahinya. Ia ingin menjadikan adiknya sebagai seorang wanita dengan tubuhnya sendiri. Ia tidak ingin gadis itu memedulikan orang lain selain dirinya.

Berulang kali ia bertanya. Apakah ia memang sebejat itu mencintai keluarganya sendiri? Namun ia tidak ada hasrat dan keinginan sama sekali untuk menyentuh atau bahkan mencintai Hanabi ataupun Ibunya sendiri. Seolah mereka hanya orang lain dalam kehidupannya. Tidak berarti sama sekali. Namun Hinata berbeda. Ada tarikan kuat dalam jiwanya. Ia yakin jika perasaan ini nyata. Ia memang mencintai Hinata sebagai seorang Hinata. Bukan sebagai seorang Hyuuga. Ia memang mencintai gadis belia itu.

Tuhan, mengapa Engkau berikan diriku rasa yang begitu terlarang ini? Apakah Engkau hendak mengujiku? Namun jika Engkau hendak mengujiku, itu adalah kesia-siaan. Aku tidak bisa lagi diselamatkan atau menganggap bahwa ini adalah dosa. Rasa ini begitu nyata dan tulus. Aku mencintainya, aku menginginkannya. Aku ingin menjadikan Hinata, adik kandungku, sebagai milikku seorang.

Neji ingat hari itu hujan deras mengguyur mansion Hyuuga. Hari sudah hampir menunjukkan tengah malam, lampu-lampu telah dimatikan, dan dia yakin bahwa kedua orang tuanya telah terlelap. Seharusnya ia berada di kamar dan mengerjakan berkas namun entah mengapa kakinya melangkah menuju kamar adiknya. Entah sejak kapan, menjadi rutinitasnya untuk melihat keadaan Hinata. Hanya dengan melihat wajah gadis itu seolah melegakan rasa rindu dalam relung jiwanya. Biasanya gadis itu begadang untuk belajar. Ia tak sabar melihat pipi gembil itu menggembung ketika mengerjakan soal yang rumit

AmoralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang