Suara deras hujan memenuhi pemakaman pada sore hari itu. Para pelayat telah pulang sejak beberapa jam yang lalu meninggalkan dua insan yang saling merangkul. Menguatkan satu sama lain. Hari itu begitu gelap, air hujan tumpah dari langit seolah ikut berduka dengan mereka yang ditinggalkan. Suara guntur menambah suasana kesedihan. Seolah ikut meraung atas kepergian sosok terkasih.
Hinata mencengkram kuat rok sekolahnya. Hari ini tepat ketika ia berusia 18 tahun, keluarganya meninggal dunia. Ayah, Ibu, dan adiknya meninggalkan dirinya seorang diri di dunia yang begitu kejam ini. Seolah tidak menganggap perasaan Hinata pergi. Mereka pergi begitu saja, begitu cepat, tanpa membuat Hinata bersiap.
Derasnya hujan bersamaan dengan derasnya air mata yang turun di wajah ayu putri Hyuuga. Hinata menangis sesenggukan. Bahunya bergetar hebat disertai napas tersengal. Begitu menggambarkan betapa kehilangan pada hari ini seolah menghantamnya dengan hebat. "Ayah... Ibu... Hanabi..."
"Hinata..." seorang pria di samping Hinata mencengkram kuat pundak Hinata. Memberikan kekuatan agar adik kandungnya mampu bertahan menghadapi cobaan ini. "Ikhlaskan mereka."
Tubuh Hinata semakin bergetar. Tak terbendung betapa sedih rasa di jiwanya. Ia memeluk kakaknya erat. Menenggelamkan wajahnya dalam-dalam di dada bidang pria itu. Mengeluarkan segala emosi yang terpendam di dalam hatinya. Betapa ia sangat sedih, terpukul, kecewa, dan menyesal. Betapa ia begitu marah kepada dirinya yang tak mampu membahagiakan bahkan menemani keluarganya di saat-saat terakhir.
"Argh!" raung Hinata. kedua tangannya berulang kali memukul dada bidang Neji dengan air mata yang mengalir deras. "Kak... kakak..."
Neji melepas payungnya. Kini kedua tubuh mereka basah, bersimbah air hujan. Neji memeluk erat Hinata dengan kedua tangannya. Ia dapat merasakan tubuh Hinata bergetar hebat. Ia benamkan wajah Hinata dalam-dalam. Berusaha menenangkan Hinata dengan pelukannya. "Hinata, mereka tidak akan pernah menyalahkanmu."
Hinata tahu. Hinata sangat tahu itu. Karena itulah ia semakin merasa menyesal dan diliputi rasa bersalah. Mereka seolah memaklumi ketidakmampuan Hinata untuk menjaga dan membahagiakan mereka. Membuat Hinata semakin terpuruk dalam penyesalan. Tidak seharusnya ia dimaklumi dan dimaafkan untuk kegagalan yang ia perbuat. Banyak hal yang belum sempat dikatakan, banyak hal yang belum bisa disebut pencapaian, dan belum sempat ia membuktikan, keluarganya telah pergi. Meninggalkannya sendiri.
"Hinata, aku akan selalu bersamamu." Ujar Neji mengecup puncak kepala Hinata yang basah oleh air hujan.
Hinata tersenyum meski air mata masih mengalir deras. Ya, Neji akan selalu bersamanya. Hinata membalas pelukan erat Neji. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh pria itu. Mint bercampur tanah dan air hujan. Hinata tidak akan lupa hari itu. Hari dimana hatinya yang mendingin kembali mencair hanya karena pelukan erat seorang kakak kandung.
.
.
.
Amoral © Silent_JS
Naruto © Masashi Kishimoto
ToneHinaNeji
Warning : HyuugaCest! NC 21+
.
.
.
Hinata bergerak tidak nyaman. Kedua irisnya menatap seluruh siswa yang saat ini sedang mengambi dan memindahkan easel. Hari ini kegiatan mereka adalah melukis sebagai tugas akhir. Hinata menggigit bibir. Ia mengira jika hari ini akan berjalan normal dan lancar namun sepertinya Dewa Jashin tidak mengizinkannya untuk hidup dengan tenang. Walau langit begitu cerah dan biru, ia tidak bisa menikmati keindahan langit pada pagi hari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amoral
RomanceHinata Hyuuga adalah adik kandung Neji Hyuuga. Tidak terlalu mencolok maupun mengganggu. Ia berusaha keras untuk tidak merepotkan maupun menyakiti orang lain meskipun akan membuatnya menderita sekalipun. Namun ia tidak menyangka seorang Toneri Ootsu...