•4

902 251 44
                                    

|Why - We Should Break Up|

***

Disinilah mereka, ruang tamu kos dimana Lisa tinggal. Belum ada yang membuka suara sejak kurang lebih lima menit yang lalu. Bahkan keheningan ini membuat Lisa maupun Damian bisa mendengar setiap pergerakan jarum jam dinding yang berdetik. Lalisa tak pernah menyukai suasana yang membuat dirinya canggung dan dirinya tahu pasti. Saat dimana ia memutuskan untuk buka suara adalah saat dimana ia mengakui bahwa dirinya telah kalah.

"Diminum dulu Ian tehnya, keburu dingin." Mati-matian Lisa menurunkan egonya untuk manusia dihadapannya yang kini tengah duduk bersila sembari menopang kepalanya menghadap kearah Lisa. Jangan lupakan tatapan tajam lewat netra hitam seorang Damian yang seolah-olah bisa memenjarakan Lisa didalamnya.

 Jangan lupakan tatapan tajam lewat netra hitam seorang Damian yang seolah-olah bisa memenjarakan Lisa didalamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Susah payah Lisa menelan ludahnya kasar. Berdeham untuk mencoba memecah keheningan. Bisa Lisa lihat Damian menghela nafas sembari menegakkan posisi duduknya dan menyilangkan kedua tangannya didepan dada.

"Udah selesai marahnya?" Satu kalimat yang keluar dari mulut Damian berhasil membuat jantung Lisa berdegup tak karuan.

"A..aku, aku nggak lagi marah kok!" Tukas Lisa masih mencoba mengontrol dirinya yang tiba-tiba menjadi salah tingkah.

"Terus? Kenapa waktu itu kamu pulang duluan? Pesan dari aku juga nggak kamu balas, telepon juga nggak diangkat." Tanya Damian yang membuat Lisa mengumpat dalam hati. Ia tahu pasti Damian akan mengeluarkan pertanyaan tersebut. Tapi apakah ia harus menjawab kalau dirinya cemburu waktu itu? Malu Lisa dengan harga dirinya.

"Ya... Ya kamu sih! Bikin aku khawatir. Sekalinya ngabarin cuman ngasih tau digrup baseball. Dan bahkan pesan aku aja nggak kamu buka. Gimana nggak kesel coba." Jelas Lisa meski sedikit terbata.

"Astaga Lalisa... Kamu tahu kan kalau hape aku lowbat. Belum lagi kan lebih efisien kalau aku langsung ngabarin lewat grup aja. Biar semua tahu dan nggak ada yang panik. Lagian kan aku udah kasih tau kamu lewat chat malemnya. Gini nih, udah keburu ngambek sampai kamu nggak baca pesanku dengan teliti." Ucap Damian panjang lebar.

"Tebakanku kamu udah keburu emosi sampai chatku cuma kayak angin lalu. Nggak dipahami isinya, terus main ngambek aja kayak lagi pms." Sindir Damian.

Inilah bagian yang tidak ia suka saat berdebat dengan kekasihnya. Tak kenal ampun, sarkas dan bermulut pedas.

"Ya terus kamu nggak coba jelasin lagi ke aku gitu? Kamu mana ada usaha buat jelasin lagi empat mata. Masa iya lewat ponsel doang." Balas Lisa tak mau kalah yang dihadiahi tawa mengejek dari Damian.

Anjir banget nggak sih. Kenapa ketawa kayak gitu bikin ganteng sama kesel disaat yang bersamaan. Kampret banget si Ian, batin Lisa.

✔ Why - We Should Break Up (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang