Caphter 4

103 57 101
                                    

"Terkadang satu hal yang telah terjadi bisa menyebabkan penyesalan seumur hidup."

~~~

8 Tahun Yang Lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

8 Tahun Yang Lalu

"Hanif, cepat ke rumah sakit. Papa masuk rumah sakit, Nak!" ucap wanita di seberang sana.

"Papa? Ah, biarkan saja, Ma. Aku nggak peduli. Toh, aku akan bebas kalau Papa nggak ada. Nggak akan ada yang menekan aku lagi."

Lelaki itu membuang ponselnya asal. Ia berjalan sempoyongan tanpa arah. Ia mengambil kembali botol di meja dan menuangkannya isinya ke gelas. Lantas ia meneguknya.

Sepertinya, ia sudah benar-benar mabuk. Hanif tak lagi ingat siapa dia. Yang ia tau, ia sedang bersama teman-temannya merayakan kelulusan.

Kepalanya terasa pusing, ia memegang kepalanya yang semakin lama semakin terasa berat. Kemudian, ia terjatuh lunglai begitu saja.

***

"Nif, udah bangun lo?" tanya Kenji.

Hanif hanya membalasnya dengan lenguhan kecil. Ia teduduk di pinggir kasur dan menyangga kepalanya yang masih terasa berat.

"Nif, papa lo meninggal, " ucap Kenji lagi. Kali ini disertai dengan tatapan penyesalan. Ia merasa menyesal mengajak Hanif ikut kemarin. Ia tidak tau jika teman-temannya akan mengajak mereka minum.

Semalam, Kenji memilih membawa Hanif pulang ke rumahnya. Ia takut Hanif akan berkata yang tidak-tidak bila ia pulang dalam keadaan mabuk.

Bagai disambar petir, Hanif langsung membelalakkan matanya. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Sepersekian detik kemudian, ia langsung mengambil jaket dan kunci motor. Tanpa pamit, Hanif langsung pergi begitu saja. Tak banyak kata atau tanya, Kenji pun bisa memaklumi kondisi Hanif saat ini.

Hanif menyalakan motornya dan melaju dengan kecepatan tinggi. Ia sekarang sudah tidak bisa berpikir jernih. Ia tau, ia terkadang membenci papanya, karena papanya selalu menekan Hanif agar menjadi yang terbaik. Ia pikir, malam itu ia hanya ingin mencoba melegakan pikiran, karena ia tau saat masuk kuliah nanti ia akan semakin tertekan.

Tapi ... Apa yang telah dikatakannya? Bagaimana bisa ia mengatakan hal itu? Dan apakah berita bahwa papanya meninggal itu benar?

Tidak peduli! Hanif masih tidak percaya sebelum ia melihat dengan kedua matanya sendiri. Walau sudah berada pada kecepatan di atas rata-rata, Hanif masih menambah kecepatan motornya. Ia membelah jalanan secepat kilat.

Tak ada 20 menit, Hanif pun sudah sampai di depan rumahnya. Tidak, tepatnya di depan gerbang rumahnya. Ia tidak bisa memasukkan motornya karena ramai orang di dalam dan banyak karangan bunga di sana.

One WeekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang