Bagian 2

11 1 0
                                    

Yogyakarta

Udara sejuk yang menyapa pagi hari di kota Yogyakarta menemani Aira. Aira yang masih terus belajar mengikhlaskan sesuatu yang telah pergi, Aira yang masih terus belajar dalam hal kesabaran untuk menghadapi ujian dari sang maha pencipta. Sudah sejak seminggu Aira berada di Yogyakarta, ia memutuskan untuk saat ini menetap di Yogyakarta bersama Ibu Endah.

Dua minggu yang lalu

"Non, Ibu lebih tenang jika non Aira ikut Ibu ke Jogja" ucap Bu Endah seraya mengusap punggung Aira. Kini Aira masih setia dalam dekapan Bu Endah.

"Non Ai mau ikut Ibu ke Jogja saja?" tanya Bu Endah seraya mengurai pelukan dari Aira.

"Apa boleh? Apa Aira nantinya tidak akan merepotkan Ibu?" balas Aira yang kembali bertanya.

"Tidak non. Justru Ibu merasa senang di Jogja sana jadi ada temannya" balas Bu Endah dengan terkekeh.

Ibu Endah adalah seorang pekerja keras, ia berstatus janda karena suaminya yang telah meninggal dunia. Bahkan Bu Endah belum memiliki keturunan sama sekali. Ia memutuskan ke Jakarta untuk bekerja dan memutuskan tidak menikah lagi sampai saat ini.

Aira menganggukan kepalanya tanda setuju akan ajakan dari Bu Endah.

"Alhamdulillah" ucap syukur yang keluar dari mulut Bu Endah kemudian dindekapnya tubuh Aira. Aira pun sedikit melengkungkan bibir nya ke atas, mengeluarkan sedikit senyumnya untuk menguatkan dirinya juga.

Sejak saat Aira memutuskan tinggal bersama Ibu Endah di Yogyakarta, Aira pun harus mengikhlaskan meninggalkan rumah yang berada di Jakarta. Ia akan sesekali berkunjung ke rumah nya suatu saat nanti. Bahkan Aira menjadi tanggungjawab dari paman Alif, meskipun paman Alif tidak sepenuhnya membantu merawat Aira tetapi paman Alif membantu untuk memastikan bagaimana keadaan Aira. Paman Alif pun mengizinkan Aira untuk tinggal di Yogyakarta.

"Ai... Ibu pergi ke pasar dulu ya, kamu tunggu di rumah sebentar tidak apa?" teriak Bu Endah dari dalam rumah.

" Iya bu" balas Aira.

"Yasudah Ibu berangkat. Baik-baik ya di rumah, Assalamualaikum" pamit Bu Endah, Aira pun mencium punggung tangan Ibu Endah.

"Wa'alaikumussalam. Ibu hati-hati di jalan" balas Aira yang di angguki oleh sang empu.

Semenjak Aira tinggal bersama Ibu Endah, Aira menyepakati dengan Bu Endah untuk mengganti panggilannya. Aira meminta Bu Endah untuk tidak memanggil Aira dengan embel-embel non dan sebagainya. Saat ini Aira sudah seperti menjadi putri dari Ibu Endah.

Keseharian Aira di Yogyakarta adalah membantu Ibu nya membuat kue untuk di jual di beberapa warung di dekat sekitar rumah Bu Endah. Walaupun keadaan mereka sehari-hari sudah terpenuhi dengan uang yang diberikan paman Alif namun, Bu Endah tetap sama yaitu terus bekerja keras.

Aira sudah memutuskan untuk kuliah di Yogyakarta, dengan persetujuan dari paman nya juga tentunya. Dengan keadaan terpuruknya sekaligus ia akan terus menuntut ilmu. Ia ingin membuat Ayah, Bunda dan Adiknya bangga. Walaupun ketiga orang itu sudah pergi meninggalkan Aira terlebih dahulu.

"Ayah, Bunda, Abrar... aku janji akan membuat kalian bangga meskipun kita sudah tidak bisa bersama-sama lagi" gumam Aira seraya mengelus lembut foto yang menunjukkan kebahagiaan mereka pada saat itu, pada saat merekaa masih bersama, masih bisa saling merangkul dan memeluk untuk saling menguatkan.

Teringat kembali dalam pikirannya memori-memori kebahagiaan yang terjadi dalam rumahnya pada saat itu. Aira tersenyum getir, ia berusaha untuk tidak menjatuhkan air matanya lagi. Sudah saat nya Aira harus mengikhlaskan kepergian orang-orang tersayangnya. Ia harus kembali bangkit dari keterpurukannya, ia harus menunjukkan kepada orang tuanya bahwa Aira akan baik-baik saja. Ia ingin Ayah, Bunda dan Adiknya tenang di alamnya.

Langit Yogyakarta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang