"Hihihihi... hihi...."
Suara tawa itu terdengar nyaring di kuping Bu Rada. Ia datang setelah wanita paruh baya itu memanggilnya.
Wanita berparas hancur dengan tubuh tanpa kaki itu berdiri di depan Bu Rada. Bibirnya melengkung ke atas, binar bahagia terlihat jelas dari mata merahnya.
"Rencana kita berhasil kali ini, Nyai. Rencana selanjutnya bagaimana?" tanya Bu Rada.
Nyai menyeringai, "Kamu tenang saja, rencanku kali ini pasti akan jauh lebih menarik. Kita akan melihat pria tua bangka itu mati oleh para santrinya sendiri dan aku akan lebih cepat mendapatkan darah haid gadis itu!"
"Bagaimana caranya, Nyai?"
***
Para pelajar di SMA Nagarasari mulai berhamburan menerobos gerbang sekolah yang telah terbuka. Mereka berlomba-lomba untuk segera keluar agar bisa cepat menemui kasur empuk di rumah masing-masing.
Termasuk gadis di samping Khadijah yang terlihat buru-buru menggendong tasnya, lalu berjalan cepat menuju rak sepatu tanpa menoleh pada Khadijah.
Khadijah terlihat sedikit bingung dengan perilaku temannya saat ini. Sorot matanya terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Ada gelisah menyelimuti aura wajahnya. Ia menyusul.
"Chi, kamu kenapa? Kok, kayak lagi bingung gitu?"
"Gak papa, aku mau cepat pulang."
"Kenapa?"
"Gak papa."
Hening. Tidak seperti biasanya Ochi tertutup padanya. Biasanya, gadis itu adalah orang yang tidak pernah bisa menyembunyikan segala hal yang menjadi beban pikirannya sendirian. Dan sebelumnya, Khadijah adalah satu-satunya teman yang dipercayai bisa memberikan solusi jika ia mendapat masalah.
Mereka sibuk memakai sepatu masing-masing. Beberapa saat kemudian, Ochi lebih dulu selesai. Ia lalu beranjak pergi.
"Ochi! Tungguin aku!" teriak Khadijah yang masih membenahi tali sepatunya.
Namun, Ochi tetap berjalan cepat. Meninggalkan Khadijah sendiri.
"Ochi kok ninggalin aku, sih," rajuk Khadijah.
Drrrttt drtttt
Gawai Khadijah bergetar di dalam saku bajunya. Dia segera melihat apa yang membuatnya bergetar sedari tadi.
Bunda is calling
Mata Khadijah berbinar seketika saat melihat satu nama terpampang di layar gawai.
"Assalamu'alaikum, Bunda!"
"Wa'alaikumussalaam warahmatullahi wabarakaatuh, Nak. Bagaimana kabarmu di sana?"
"Alhamdulillah baik, Bunda. Bunda sama ayah apa kabar?"
"Kabar baik."
Untuk sekejap, hening menyergap mereka berdua.
"Hmm... bunda gak papa?" tanya Khadijah khawatir.
"Gak papa, tapi gini... Bunda mau kamu pulang dulu dan temenin Bunda selama seminggu."
Dahi Khadijah mengerut. "Emangnya kenapa, Bunda?"
"Ayah ada kerjaan di luar kota mulai besok. Bunda takut sendiri di rumah." Terdengar suara Bunda yang bergetar lemah. Dia memang tidak biasa ditinggal sendiri. Ralat, bukan tidak biasa, tapi tidak bisa.
Dulu, saat ayah harus merawat ibunya yang tengah sakit di kampung, Khadijah sudah di pondok, hingga Bunda sendiri di rumah. Nahas, rumah bunda kemalingan. Untungnya, hanya harta yang hilang, bukan nyawa. Namun tetap saja, Bunda trauma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penjilat Darah Haid - END
HorrorAmbisi untuk mengubah diri menjadi lebih cantik membuat Nyai terpaksa melakukan ritual syirik. Darah haid adalah salah satu syarat agar rupa buruknya berubah. Di sisi lain, karena kecerobohannya sendiri, darah haid Khadijah menjadi incaran Nyai. Hin...