"HAHAHA."
Tawa itu masih terdengar kencang memenuhi kobong An-Nisa yang kini sudah jauh dari kata rapi. Kitab-kitab kuning berserakan di atas lantai. Genangan air yang bocor dari teko alumunium itu turut menambah kesan bahwa mereka tidak dalam keadaan baik-baik saja. Seorang gadis tertunduk pilu di pojokan dengan memeluk lututnya sendiri. Kerudung putih yang dikenakannya kini berwarna kekuningan serta basah.
"Ochi, kamu kenapa--" tanya Cut yang terpotong karena tangannya dicekal oleh Dayat.
"Jangan gegabah! Bisa saja dia nyakitin kamu, Cut! Jangan terlalu baik sama orang."
"Tapi dia temen aku, Dayat. Lepasin!" Cut meronta berusaha melepas cekalan Dayat, tapi pemuda itu kehilangan selera untuk membiarkan gadisnya celaka.
"Lebih baik kita beri tahu Pak Haji, dulu."
Baru satu langkah, tubuh Dayat terpelanting sampai menubruk tembok di sampingnya.
"OCHI, MAU KEMANA?!" Cut segera mengejar Ochi yang berlari lunglai menuju rumah Pak Haji. Cut merasa khawatir karena ia melihat matanya merah dan sembab.
Sedangkan pemuda yang terpelanting itu masih mengaduh sekaligus terkejut. "Aduhhh, siapa yang naruh tembok di sini, sih?!"
***
Semua orang di rumah Pak Haji dibuat terkejut oleh kedatangan Ochi yang berantakan dengan mata yang liar mencari seseorang. Kemudian tubuhnya ambruk di depan Khadijah yang baru saja sadar setelah pingsannya. 'Tak disangka, bahkan Ochi bersujud di kaki Khadijah. "Eh, Chi! Kamu ngapain?" Tangan Khadijah bergerak membangunkan sahabatnya itu. Namun, Ochi malah menangis tersedu dengan suara parau."M-maafkan aku, Dijah! A-aku... aku yang salah. Aku bakal lakuin apa pun asal kamu mau maafin aku."
"Chi, ayo bangun! Ngapin kamu minta maaf? Aku tahu kamu cuma kesel gara-gara aku lalai dan--"
"Ng-nggak, Dijah. Semua ini salah aku...." Tangisannya semakin membuncah, tapi Ochi masih terlalu malu untuk mengangkat kepalanya.
Tetiba saja, Pak Haji menepuk punggung Ochi dengan keras hingga gadis itu tersedak dan mengangkat kepalanya. Seketika mata guru dan santriah itu bersitatap. Pak Haji menatap Ochi dengan penuh kebencian. Melihat hal itu, Ochi berangsur ambruk yang kemudian bersujud di depan Pak Haji.
"P-pak Haji, tolong m-maafkan aku. A-aku tahu, aku salah, a-aku gak akan melakukan ini lagi, Pak," rintihnya dengan derai air mata 'tak henti.
Pak Haji pergi ke kamarnya tanpa memedulikan santriahnya yang memohon-mohon. Ochi dibuat semakin terisak dan terus bersujud pada orang-orang di sekitarnya. Sesaat kemudian, Pak Haji datang dengan membawa sesuatu di tangannya yang sontak membuat semua orang ternganga.
Pak Haji menatap mata Ochi dengan datar, lalu melempar barang di tangannya tepat di hadapannya. Ochi menggeleng-gelengkan kepala dengan kencang. Kemudian kembali terisak keras. "Pak Haji, aku bisa jelasin ini semua! Tolong... dengarkan aku," pintanya.
Khadijah beranjak menuju Ochi. Ia sungguh 'tak percaya melihat kepingan fotonya beserta daging yang membusuk. Ia kemudian meneteskan air mata tanpa sadar. Bibirnya bergetar, "a-apa ini, Chi? Kenapa... kamu...?"
Mendengar hal itu, Ochi segera memeluk tubuh Khadijah. Air matanya terus berderai seakan 'tak pernah habis. Ia menghela napas, terdengar berat. Namun, ia mencoba untuk tenang dan menatap mata Khadijah dengan penuh penyesalan. "Dijah, aku tahu perbuatanku ini tidak bisa dimaafkan. Tapi, setidaknya aku ingin mengucap maaf dengan sepenuh hati. Aku... menyesal."
***
"Tak dung dung tak dung! Digeboy, geboy mujair. Nang ning nung ...!" Khadijah memukul kecil gayung yang dipegangnya, seraya bernyanyi ala-ala dangdut zaman dulu.
![](https://img.wattpad.com/cover/234856876-288-k253413.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Penjilat Darah Haid - END
HorrorAmbisi untuk mengubah diri menjadi lebih cantik membuat Nyai terpaksa melakukan ritual syirik. Darah haid adalah salah satu syarat agar rupa buruknya berubah. Di sisi lain, karena kecerobohannya sendiri, darah haid Khadijah menjadi incaran Nyai. Hin...