Bab 28 - 2 MIMPI

1.3K 222 52
                                    

"Ash-Shalaatu khairumminan-Naum...."

Mendengar seruan itu, mata Khadijah terbuka dengan napas memburu. Suara Pak Haji itu berhasil meleburkan bunga tidur yang mencekiknya semalaman.

"Ibu... kenapa tubuh Abang bau sekali meskipun sudah mandi? Banyak boroknya pula." Suara seorang balita terdengar melengking dengan nada bicaranya yang amat lucu. Jari telunjuknya menunjuk tubuh lelaki yang tengah terbaring di atas lantai, tanpa alas. Karena memang lelaki itu selalu tidak betah tidur di atas kasur.

"Dia lagi kena cacar air," jawab sang ibu, ketus.

"Cacar air itu apa, Ibu? Apa itu semacam donat susu ini?" tanyanya dengan donat tinggal setengah diperlihatkan pada ibunya yang hanya dibalas helaan napas. "Ibu, kenapa tidak menjawab? Ayok, jelaskan ibu! Ivi mau tahu, apakah borok itu rasanya manis seperti donat susu ini?"

"Diam sebentar kamu! Apa tidak lihat ibu sedang masak, hah?" bentaknya membuat anak itu tertegun tunduk.

"Baiklah, Ibu.... Tapi Ivi mau donat susu lagi."

"Ambil sendiri!"

Anak berambut ikal sebahu itu merengut, melangkah kecil dengan hentakan yang cukup kuat. "Coba saja kalo ada ayah, pasti Ivi gak dimarahin mulu sama ibu!"

Diambilnya sekotak kardus kecil berisi donat dengan rasa bervariasi. Lalu dengan cepat memasukkannya ke dalam mulut yang langsung dikunyah habis.

"Duh, kok masih laper, ya?" gerutunya sembari mengusap lembut perut kecilnya. Kaki mungilnya bergerak ke kamar sang ibu, berharap masih tersisa beberapa donat di sana. Tangannya sibuk mengacak-acak ranjang kecil, tempat ibunya beristirahat.

Duk

"Apa ini?" tanyanya saat mangkuk berisi benda kenyal tumpah karena tersiku oleh anak itu. "Ihh... daging kok disimpen di kasur, sih? Bauuuu!" rengeknya sambil menghempaskan benda di tangannya.

"Dasar anak Setan! Kenapa kamu masuk ke kamar ibu tanpa izin, hahh?" sungutnya sembari menjewer telinga sang anak.

"Maaf, Ibu! Ivi cuma cari donat, tapi malah gak sengaja--"

Plak!

Ucapan sang anak terpotong oleh tamparan keras dari ibunya sendiri.

"Apa? Mau bela diri, kamu? Mau nangis? Nangis terusss! Kenapa sih kamu harus terlahir di dunia sebagai beban? Mati aja, sana!" Mulutnya semakin berapi-api dengan mata melotot hampir terlepas.

Sementara itu, tangisan anak kecil semakin terdengar kencang. Itu membuat amarah ibunya semakin menjadi-jadi. Selepas mendengar suara benda jatuh dari kamarnya, wanita berumur 30 tahunan itu segera beranjak dari dapur. Dengan masih memegang sebilah pisau.

"Ibu sudah sangat muak melihat kamu! Kamu beban keluarga yang hanya bisa menyusahkan orang tua! Tapi ayahmu malah menjadikanmu layaknya seorang ratu! Ibu gak suka! Ibu tentu lebih cantik dari kamu!!!"

Srrttt

Amarah sudah berada di ujung bilah pisau. Tangan kanan sang ibu berhasil menyobek kulit pipi anak itu dalam satu kali hentakan. Darah muncrat dari bersama cairan dari bola mata sang anak yang tidak sengaja tertusuk.

"Ibu... mata Ivi perihhh!" rengeknya lemas.

"Diam kamu!"

Jleb!

Satu tusukan berhasil mendarat di perut kecil anaknya sendiri. Hingga ia harus kehilangan sang buah hati yang begitu lucu. Diiringi dengan jeritan dan tangisan yang mulai pecah, wanita 30 tahun itu tersadar atas apa yang telah ia lakukan.

Jantungnya berdebar kencang saat melihat tubuh anaknya yang dipenuhi darah. Tangannya yang memerah terkena bercak darah mulai mengguncang tubuh anak kecil yang sudah terbujur kaku.

"Bangun, kamu! Jangan becanda!!!"

"Astagfirullah, Nyai!" teriak seorang pria yang usianya tidak jauh dari wanita itu. Ia menghampiri anaknya yang sudah lemas tidak berdaya.

"TEGANYA KAMU MEMBUNUH ANAK SENDIRI!"

"Maaf, A! Nyai gak bermaksud--"

Jleb!

"Astagfirullahal'adziim... mimpi buruk itu kok kayak nyata, ya? Perasaanku juga jadi sedih banget, gak tega lihat anak itu meninggal dengan cara yang tidak hormat," gumam Khadijah.

Gadis itu melihat ke jam dinding yang menunjukkan waktu pukul 04.50.

"Eh, apa nih?" Khadijah merasakan kasurnya dingin dan sangat lembab. "Astagfirullah, tembus!"

Darah haidnya tercecer di atas kasur, banyak sekali. Karena mimpi itu, ia bahkan tidak menyadari apa-apa.

Khadijah melenggang pergi ke WC untuk membersihkan diri dan membawa lap basah.

Tidak sampai 5 menit, gadis itu sudah berada di dalam Kobong An-Nisa. Namun, kali ini dengan perasaan amat bingung.

"Lho? Darahnya kemana?"

***

Pagi ini Pondok Imah Sorga hanya meninggalkan jejak sepi. Santri dan santriwati rata-rata memilih pulang dan pindah karena kasus yang menimpa Cut dan Pak Haji.

Meski ada beberapa orang yang masih tinggal di sana, tapi tetap rasanya berbeda. Seperti tidak ada kehidupan, tidak ada semangat yang biasanya menyinari wajah para santri.

Pukul 06.30, Khadijah dan kedua teman santriahnya sudah berjalan meninggalkan Kobong untuk menuntut ilmu di sekolah. 'Tak lupa satu teman lagi dari Kobong Ar-Rijal yang masih setia bersama Pondok Imah Sorga.

Lelaki itu berjalan beriringan dengan Cut yang terlihat pucat. Lingkar hitam mengelilingi matanya. Seperti tidak tidur saja.

"Cut, kamu kok pucat banget? Sakit, ya?" tanya Dayat, terlihat raut wajah khawatir di sana.

"Gak papa, kayaknya cuma kecapekan aja."

"Capek abis apa? Eh, atau semalam kamu gak tidur, ya?"

"Eh, tidur, kok! Cuma mimpi buruk aja, gak papa. Hoaahhh!" Gadis berkerudung putih itu menguap lebar yang langsung ditutupi tangan Dayat.

"Mimpi buruk apa, Cut?" Khadijah nimbrung.

"Katanya, mimpi buruk tuh jangan diceritain. Pamali!" Mendengar jawaban itu, sontak semua orang diam kembali.

Bukan, bukan hanya itu alasan Cut enggan bercerita. Melainkan karena rasa malu yang amat besar. Dia bermimpi melakukan perbuatan dewasa bersama seekor kucing yang dicintainya. Kucing yang selalu ada disampingnya.

Membayangkannya saja, membuat dirinya sangat malu. Kenapa bisa bermimpi seperti itu?

"Ochi, kamu juga kayaknya gak tidur?" tanya Dayat, lagi.

"Chi! Hey, kok melamun?"

"Eh, iya... apa? Gimana?" timpalnya setelah sadar dari lamunan.

"Kamu gadang?"

"Iya."

"Lho, kenapa?"

"Gak papa," balasnya yang diikuti satu senyuman licik. 'Karena aku harus menyelesaikan semua masalah ini.'

***

GIMANA? ADA YABG KANGEN SAMA AUTHOR? EH, SAMA CUT? KHADIJAH? OCHI? ATAU DAYAT? Canda Dayat😌

Kira-kira, Ochi ngelakuin apa, ya? Yuk, coret-coret di komentar!

See u next part, yaww!
Sekian, terima tumbal 🔪

Penjilat Darah Haid - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang