Bab 18 - Hukuman Dayat

1.9K 321 40
                                    

Ochi dan Cut beranjak mencari Khadijah di sepanjang koridor. Mereka khawatir jika hal buruk terjadi padanya juga siswa lain.

Setiap kelas sudah dijelajahi, tapi nihil. Isi kelas sudah mulai kosong karena jam istirahat telah dimulai. 'Tak sampai putus asa, mereka kembali mencari dengan langkah cepat.

Ochi baru teringat saat terakhir kali melihat Khadijah, ia pun mengajak Cut ke ruang guru. Mereka berlarian, tanpa memedulikan siswa lain yang menatap keheranan.

Langkah mereka terhenti dan tertegun seketika saat melihat tubuh Dayat diboyong beberapa guru ke UKS. Hal lain yang mengejutkan mereka ialah keberadaan Khadijah di samping Dayat. Ia nampak tenang seolah 'tak pernah terjadi apa-apa.

Ochi dan Cut mengikuti di belakang para guru yang memboyong Dayat.

Di dalam UKS, Dayat ditangani oleh petugas berseragam putih. Setelah diperiksa beberapa menit, Bu Siska-pengurus UKS-berkata, "tak ada luka di tubuhnya dan keadaannya juga baik-baik saja."

"Lho, kalo gitu, kenapa dia bisa sampai pingsan?" tanya Pak Robi.

"Mungkin, karena adanya tekanan dalam mentalnya sehingga dia merasakan takut berlebih sampai pingsan. Sekarang tinggal tunggu dia sadarkan diri dan jangan dulu buat dia merasa takut," titahnya sembari keluar dari ruang UKS.

Sekarang, semua tatapan beralih pada Khadijah yang kini memasang wajah sok cemas dan ketakutan.

"Coba jelaskan, apa yang kalian lakukan di gudang sekolah?!" tegas Pak Robi.

"Da-dayat paksa aku buat ngelakuin hal itu, P-pak!" ucap Khadijah.

Pak Robi mengernyitkan keningnya. "Lalu, bagaimana bisa Dayat sampai pingsan karena ketakutan? Jika memang dia yang memaksa kamu melakukan hal menjijikan itu, harusnya kamu yang pingsan."

Tatapan Pak Robi seolah menyelidik Khadijah.

"Pak, mana mungkin Dayat berbuat seperti itu, kita tahu betul bagaimana sifatnya di Pondok!" timpal Cut.

"Cut, kamu bela dia? Terus aku? Aku ini sahabat sekobong kamu! Kamu harusnya bela aku!" sanggah Khadijah.

Cut beralih menatap Ochi yang langsung menggeleng kuat saat paham apa yang ingin Cut katakan pada semua orang.

"Sudah-sudah, biar nanti Dayat yang berbicara langsung," lerai Pak Robi.

***

Di dalam ruang kantor yang kini suasananya terasa begitu mencekam, Dayat dan Khadijah tengah dicekoki berbagai pertanyaan oleh Pak Robi.

"Siapa pun yang bersalah, tindakan kalian ini bisa mencemarkan nama baik sekolah!" tegasnya.

"Maaf, Pak. Jangan salahkan saya, saya hanya korban!" bela Khadijah yang langsung mendapat bantahan.

"Nggak, Pak! Bukan seperti itu," sanggah Dayat.

"Lalu seperti apa?!" bentak Pak Robi membuat Dayat semakin menunduk. Ia sangat ingin mengatakan bahwa gadis di sampingnya ini bukanlah Khadijah, tapi diurungkan karena tatapan tajam yang terus menjatuhkan keberaniannya. Dayat mengerti betul, jika ia sampai mengatakan yang sejujurnya, ia pasti mati sekarang juga. Ia 'tak mau, masih ada Emak dan Abah yang harus dibahagiakan di kampungnya.

"Kenapa kalian diam saja?! Apakah Bapak harus memanggil kedua orang tua kalian?!" Meja kayu di depannya kembali digebrak oleh tangan Pak Robi entah sudah keberapa kalinya.

"Ma-maaf, Pak. Jangan lakukan itu, silakan hukum saya aja." Dayat pasrah, ia hanya memikirkan perasaan Emak dan Abahnya.

"Baik, atas tindakan kamu itu, kamu dihukum untuk membersihkan gudang dan seluruh toilet sekolah selama tiga hari."

"Ke-kenapa harus gudang, Pak?"

"Jangan membantah! Lagi pun, gudang itu sudah semakin kotor karena kelakuan kalian." Dayat kembali menundukkan kepala, sedangkan di sisi lain, Khadijah tersenyum puas.

Dayat keluar dari ruang guru dengan sorot mata 'tak terartikan. Perasaannya campur aduk, antara marah, takut, dan kecewa.

Namun, ia masih bingung, kenapa tiba-tiba jin dalam tubuh Khadijah menyerangnya? Dan apa yang dia inginkan darinya?

Dayat berjalan cepat menuju gudang sekolah. Sesampainya di depan pintu, ia baru teringat tujuan awal ia pergi ke sana sebelum Khadijah datang, mencari uang jajan yang hilang.

Awalnya memang dia ragu untuk mencarinya, tapi bagaimanapun uang itu sangat penting. Dayat 'tak bisa keseringan meminta uang pada Emak dan Abahnya di kampung. Terlebih, keluarganya bukan dari kalangan atas.

Sorot matanya tertuju pada lembaran uang di dekat lemari kayu yang sudah usang. Rasa takut di hatinya seketika berubah menjadi sebuah kebahagiaan.

"Alhamdulillah, akhirnya dapet juga. Emang, ya... rezeki anak Sholeh mah gak akan kemana." Dayat terkekeh sendiri.

Ia mengulurkan tangannya untuk mengambil lembaran uang itu.

Deg!

Satu tangan menyentuh punggung tangan Dayat. Sorot matanya beralih cepat ke depan.

"ALLAHUMMA BAARIK LANA-EH ASTAGFIRULLAH!" jeritnya saat melihat tubuh gadis berseragam putih abu tergeletak di dalam lemari.

"I-ini setan?" tanyanya pada diri sendiri. Ia menggeleng cepat. "Nggak! Ini manusia... apa masih hidup?"

Dirabanya pergelangan tangan gadis itu berniat mengecek denyut nadi. Dayat membelalakkan matanya saat 'tak merasakan ada pergerakan sama sekali di nadinya.

"Itu artinya... dia mati?"

Dayat berlari tunggang langgang menuju ruang guru. Di sana, masih terlihat Pak Robi sedang berkutat dengan beberapa berkas.

"Pak, ada mayat gadis di gudang!" sosornya membuat pak Robi mendongak ke arahnya.

"Jangan becanda, kamu! Mau Bapak hukum lagi?"

"Nggak, Pak! Di dalam lemari, ada mayat gadis. Tolongin, Pak! Kasihan."

Pak Robi dan Dayat berjalan cepat menuju gudang yang terletak 'tak jauh dari ruang guru.

"Di sana, Pak!" tunjuk Dayat pada lemari kayu di pojok ruangan.

Pak Robi berjalan perlahan, hingga sampai di sana, ia membuka pintu lemari. Pikiran Dayat bertanya-tanya cepat. Kenapa pintu lemarinya tertutup?

"Kamu bermain-main dengan Bapak?" tanya Pak Robi dengan tatapan tajam saat melihat isi lemari yang kosong.

"Lho? Pak, tadi beneran ada mayat gadis di sana!"

"Dayat, Bapak lagi sibuk! Kamu hanya mengganggu pekerjaan Bapak. Waktu Bapak habis hanya untuk mengurusi kamu, jadi hukuman kamu ditambah!"

"Ya Allah, Pak, jangan gitu dong! Tadi beneran ada, kok!" Dayat terus berusaha meyakinkannya, tapi nihil. Pak Robi meninggalkan Dayat di gudang dan dengan cepat menguncinya dari luar.

"Kamu gak boleh keluar jika gudang belum rapi dan bersih!" tegas Pak Robi, setelah itu 'tak ada lagi suara.

Dayat masih tertegun melihat apa yang telah terjadi padanya. Pikirannya berkecamuk pada keanehan hari ini. Ia mengusap keringat di dahinya dengan gusar dan kembali menoleh ke arah lemari.

Deg!

Matanya membulat saat melihat sesosok wanita buruk rupa duduk di dalam lemari dan tersenyum licik ke arahnya.

Bagaimana pun, Dayat hanya manusia biasa yang memiliki rasa takut. Ia melangkah mundur saat wanita itu menghampirinya.

"Kamu kurang cekatan, Dayat! Terima kasih sudah menemukan mayat anakku."

Hihihi

Cekikikan itu terdengar memekakkan telinga Dayat, tubuh wanita tanpa kaki itu menghilang seketika. Meninggalkan Dayat yang membeku di tempat karena masih syok.

***

Kasihan kali si Dayat, yang sabar, yaa. Huhu 🤧

See u next part, yaww!
Sekian, terima tumbal.  ☠️🔪

@RosOchanie_

Penjilat Darah Haid - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang