Hari demi hari berganti. Sejak kejadian itu, rumahku tak pernah setenang dulu. Ada saja kejadian gaib yang mengganggu rumahku. Bapak pun semakin terlihat kelelahan. Bagaimana Bapak tidak kelelahan, tiap malam bapak harus berperang sendirian melawan mahluk-mahluk gaib yang silih berganti datang menyambangi rumah. Bahkan dalam tidurnya pun ia disambangi mahluk-mahluk itu. Beberapa kali aku dapati Bapak sampai harus pencak-silat dalam tidurnya.
Apa yang terjadi didalam keluargaku, sudah terdengar oleh keluarga besar Bapak. Namun tak ada yang dapat mengambil tindakkan nyata terhadap Mang Dadi. Memang kami semua tidak bisa membuktikan bahwa semua ini ulah Mang Dadi. Keluarga besar Bapak pun lebih memilih untuk mengasingkan keluarga Mang Dadi secara tidak langsung. Tak ada satupun dikeluarga besar Bapak yang mengajak keluarga Mang Dadi berbicara.
Walau sudah diasingkan oleh keluarga besar, Mang Dadi tetap tidak menghentikan aksinya untuk meneror keluargaku. Setelah tak berhasil dengan Bapak, kini ia menyasar ke Ibu. Ibuku pun jatuh sakit.
Aku dan Bapak berencana membawa Ibu untuk tinggal sementara dirumah nenek. Sampai di rumah Nenek, kami tidak hanya disambut oleh saudara kami yang tinggal dengan Nenek. Namun juga disambut dengan suara menggelegar Nenekku. Nenek kesurupan.
Bapak pun langsung menghampiri Nenek yang sedang dipegangi oleh Mamang yang lain."DIA DAPAT MENGENYANGKANKU" ucapnya saat aku memasuki ruang tamu. "JIWANYA AKAN MENGENYANGKANKU HAHAHAHA" lanjutnya sambil menunjuk ke arahku.
Mendengar itu dari mulut Nenek, aku langsung diam mematung.
"Siapa kamu??? Mau apalagi dengan keluarga ku??" ucap Bapak.
"AKU ADALAH UTUSAN YANG AKAN MENGHABISI KELUARGA MU"
"Siapa yang mengutusmu?? Dadi??"
"BENAR... AKU YANG AKAN MENUNTASKAN DENDAMNYA PADA MU" ucapanya, membuat keluarga Bapak yang ada disana menahan napas. Tak ada satupun yang berani buka suara. Sampai Bapak mengeluarkan mahluk itu dari tubuh Nenek.
Karena kejadian ini, kami pun membatalkan niat kami untuk menitipkan Ibu dirumah nenek untuk sementara waktu. Bapak berfikir kalau ibu lebih aman jika berada didekatnya.
Apa yang terjadi dengan Nenekku sebenarnya membuat keluarga besar Bapak semakin murka dengan Mang Dadi. Namun lagi-lagi mereka tidak dapat berbuat banyak. Kalian tahu sendiri sulitnya berurusan dengan mahluk tak kasat mata, yang keberadaanya sulit untuk dibuktikan. Jadi selain mendiamkan dan menjauhi keluarga Mang Dadi, tak ada hal lain yang dapat mereka perbuat.
Beberapa hari setelah kejadian di rumah nenek, Bapak dan Ibu berangkat keluar kota selama dua hari. Entah untuk keperluan apa. Yang jelas hanya ada aku sendiri dirumah. Karena kejadian yang menimpa keluargaku, aku merasa tak enak sendirian dirumah, maka aku memilih menghabiskan waktu diluar rumah. Berkumpul dengan teman-teman serta lebih memilih bermalam di rumah Mang Cecep. Baru benar-benar pulang kerumah setelah Bapak dan Ibu kembali dari luar kota.
"Pak... Kemaren pas Chandra mau pulang ambil baju, Chandra ketemu Mang Dadi..." ujar ku pada Bapak. Memang aku selalu menceritakan semua yang terjadi dirumah jika Bapak dan Ibu pergi keluar kota. Termasuk saat aku bertemu dengan Mang Dadi
"Terus Chandra dikasih uang Pak sama Mang Dadi"
"Terus kamu ambil uang nya?"
"Iya pak" jawabku polos. Karena memang saat mengambil uang itu, aku tak berfikir macam-macam.
"Ya ampunnnn Channn... Kenapa kamu ambil uang itu?" Bapak terlihat terkejut dengan jawabanku. "Sekarang uangnya masih ada??"
"Chandra taruh dilemari kemarin pak, tapi tadi Chandra liat lagi udah ngak ada pak" Bapak terlihat lemas mendengar jawabanku.
Melihat gelagat Bapak yang seperti itu, membuat perasaanku pun menjadi tidak karuan. Apa aku sudah berbuat salah? Uang apa yang dikasih Mang Dadi? Ada apa sebenarnya?
Jawaban atas pertanyaan itu pun terjawab beberapa hari kemudian.
"Pakkkk.... Bapakkkkk" teriak ibuku dari kamar.
Aku dan Bapak yang sedang di dapur langsung menyeruak ke kamar
"Kenapa bu??" tanya Bapak panik melihat Ibuku tersipuh dipinggir tempat tidurnya.
"Kaki Ibu Pakkk... Kaki Ibuuuu" Ibu terbatah "Ibu ngak bisa ngerasain kaki Ibu Pakkkk" lanjut Ibuku sambil menangis.
Bapak menggendong Ibu dan mendudukkan nya disamping ranjang. Kemudian menyibak kain yang digunakan Ibu dan mencoba menggerakan kaki Ibu. Diangkatnya kaki Ibu dan dilepaskan, dengan harapan Ibu dapat menahan kakinya. Namun kaki Ibu hanya jatuh terkulai.
Bapak yang melihat ini pun terduduk lemas. Begitu juga dengan ku. Aku hanya bisa merangkul Ibu yang masih menangis dan berusaha menenangkannya. Menenangkan Ibuku yang beberapa menit lalu masih menyiapkan hidangan di meja makan untuk kami makan malam. Menenangkan Ibu ku tiba-tiba saja tidak bisa berjalan. Ibu yang sebelumnya sehat wa alfiat tiba-tiba menjadi lumpuh.
Bapak beranjak keluar kamar dengan kepala tertunduk. Beberapa saat kemudian, kudengar dia sedang berbicara. Aku pun keluar menghampirinya. Kulihat dia sudah menutup telponnya. Aku pun memberanikan diri bertanya sama Bapak,
"apakah yang terjadi dengan Ibu ada hubungannya dengan uang yang aku terima dari Mang Dadi", namun Bapak tak mau menjawab pertanyaan ku.
Bapak hanya memintaku untuk banyak-banyak berdoa, serta bersiap-siap untuk membawa Ibu ke Pondok Pesantren Mang Ichal. Mang Ichal adalah sepupu Bapak yang tinggal di kota Bogor dan memang sudah lama menjadi salah satu pembimbing di Pondok Pesantren yang ada di Bogor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Horror
HorrorKumpulan Cerita-Cerita Horror Yang diangkat dari kisah nyata