Beberapa bulan yang lalu, Pak Min melewati kebun sumantenan saat akan pulang dari sawah berdua dengan tetangganya. Berjalan secepat mungkin agar dapat segera keluar dari area kebun adalah hal yang lumrah dilakukan oleh semua penduduk di desa ini. Begitu juga Pak Min dan tetangganya, yang pada saat itu lebih terlihat seperti orang berlari daripada berjalan.
Saat hendak mendekati tempat dimana ia berhenti sekarang ini, Pak Min dan tetangganya itu melihat seorang pemuda yang sedang berjalan dengan santai sambil bersiul. Tetangga Pak Min saat itu berniat mengingatkan si pemuda agar tidak berlama-lama di areal kebun, karena beranggapan si pemuda bukanlah warga dari desanya.
"Memang kenapa Pak?" Tanya si pemuda, yang dengan singkat dijelaskan oleh tetangga Pak Min dan mereka bergegas meninggalkan pemuda itu.
"Pak," Pak Min dan tetangganya kembali berhenti dan menengok kearah pemuda itu, "Maksud Bapak seperti ini?" Tanya pemuda itu sembari melepaskan, kemudian menyodorkan kepalanya pada mereka berdua.
"Pak.... Bapak...." Orang tadi kembali memanggil Pak Min dan menyentuh bahunya.
"I... iya Pak." Pak Min perlahan menengok kearah orang itu, memastikan tak ada perubahan apapun pada orang itu.
"Bapak ngak usah pulang ya Pak, bantu saya saja"
"Ba...bantu apa ya Pak?" Tanya Pak Min terbatah.
"Saya kurang orang buat bantu-bantu... Ayo Pak kita jalan sembari saya jelaskan. Biar kita ndak terlalu lama kehujanan." Ujarnya seraya menggandeng pundak Pak Min.
Walau hati Pak Min menolak, tapi kakinya tetap mengikuti langkah orang yang sedang menggandeng pundaknya itu. Sampai diujung areal kebun, Pak Min dibuat tercengang dengan apa yang dilihatnya.
Sebuah pemandangan yang jauh berbeda dengan apa yang selama ini ia ketahui. Hati Pak Min diisi dengan ketakjuban namun kepalanya penuh dengan pertanyaan, 'Sejak kapan ada Desa diujung kebun ini?' adalah salah satu pertanyaan yang terselip tanpa mampu dijawabnya.
"Ini rumah saya Pak.... Silahkan masuk Pak," Ujar pria itu mempersilahkan Pak Min untuk masuk dan duduk dibangku yang terbuat dari anyaman bambu. "Sebentar saya ambilkan handuk dan air dulu Pak" lanjut si empunya rumah dan meninggalkan Pak Min sendiri diruang tamunya.
Tak lama kemudian si empunya rumah itu kembali ke ruang tamu dengan nampan berisi segelas teh hangat dan sepiring kue dengan tiga jenis yang berbeda.
"Jadi bagaimana Pak Min, bersedia Bapak bantu saya?" Tanya si empunya rumah.
"Maaf Pak...." Pak Min terdiam, ia baru sadar bahwa sejak tadi dia belum sempat menanyakan nama pria yang menjadi lawan bicaranya saat ini.
'Tapi bagaimana dia bisa tau namaku?' Batin Pak Min.
"Ahh iya.... Saya Adanu, Bapak bisa panggil saya Danu." Jawab Adanu seolah tahu apa yang Pak Min pikirkan.
"Iya Pak Danu.... Saya mau-mau saja bantu Bapak, tapi saya harus pulang dulu Pak."
"Itu gampang pak.... Nanti saya suruh yang lain kesana, yang penting bapak bantu saya sampai selesai hajatan. Paling 10 hari."
"10 hari pak?" Pak Min terkejut, "Waduh gimana ya... Gak bisa pulang ya Pak?"
"Cuma 10 hari tok kok Pak tinggal disini.... Lumayan tambahan untuk anak istri." Bujuk Adanu.
Pak Min masih menimbang-nimbang tawaran Adanu. Disatu sisi, Pak Min ingin membantu Adanu karena ia sendiri memang sedang perlu tambahan uang untuk Indah masuk sekolah. Namun disisi lain, Pak Min khawatir keluarganya mencemaskan dirinya karena tak pulang.
"Hahaha.... Hayo kita makan dulu Pak, sudah saya siapkam didapur" Ujar Adanu sembari tertawa karena mendengar suara perut Pak Min yang bergemuruh seperti hatinya saat ini.
"Duh, jadi malu saya...." Jawab Pak Min tersipu malu.
Sayur dengan lauk dan berbagai jenis buah telah ditata di meja makan yang letaknya tak jauh dari dapur. Adanu pun mempersilahkan Pak Min untuk mengisi perutnya yang sudah membunyikan lonceng. Mereka berdua menyantap makan malam sambil bercerita tentang banyak hal.
"Pak Danu, bener ini Bapak akan suruh orang kerumah untuk mengabarkan pada keluarga saya?" Pertanyaan Pak Min dijawab dengan anggukkan. "Kalau begitu saya mau Pak bantu Bapak disini." Lanjut Pak Min.
Sambutan yang diberikan Adanu, membuat Pak Min goyah. Setelah kebaikkan dan keramah Adanu, Pak Min merasa tak enak hati jika harus
menolak untuk membantu Adanu.Adanu, seorang pria yang terlihat beberapa tahun lebih muda dari Pak Min, merupakan orang lama di desanya. Sehingga ia dipercaya sebagai 'mandor' untuk acara hajatan yang akan digelar oleh Tetua desa itu.
Esoknya, sebelum melakukan pekerjaan, Adanu mengenalkan Pak Min kepada para pekerja yang lain. Mereka menyambut ramah kehadiran Pak Min yang akan membantu meringankan tugas mereka. Pak Min senang sekali dengan lingkungan kerjanya saat ini. Orang-orang yang bekerja bersamanya sangat ramah dan sang empunya hajat, tetua desa, juga ramah dan tak mendekap tangan alias pelit.
"Baru kali ini loh Pak, saya melihat tuan rumah menyajikan hidangan segini banyaknya untuk pekerja kaya saya" Pak Min berbisik kepada Adanu.
"Masa toh Pak?" Seolah Adanu tak percaya yang dikatakan Pak Min. "Kalo disini sudah biasa Pak.... Nanti pas acara mulai, lebih banyak lagi Pak," Ujarnya yang kini berbalik membuat Pak Min tak percaya apa yang didengarnya "Yang betah ya Pak disini." Lanjut Adanu dengan tersenyum.
"Iya Pak... Terimakasih ya Pak"
Tiga hari sudah Pak Min membantu Adanu dan selama itu pula Pak Min tinggal dirumah Adanu. Terselip kerinduan pada anak dan istrinya dirumah, namun keramahan yang diterima Pak Min membuat kerinduan itu tak berlangsung lama.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Horror
HorrorKumpulan Cerita-Cerita Horror Yang diangkat dari kisah nyata