Aku yang awalnya merasa lemas karena mengantuk, langsung terjaga sepenuhnya begitu mataku melihat aura menakutkan yang Fahri keluarkan dengan ekspresi dan tatapan yang mengerikan sehingga membuat jantungku memompa cepat sambil berjalan mundur sampai akhirnya punggungku menabrak pintu yang sudah tertutup.
Perasaan takut itu semakin bertambah, apalagi melihat Fahri yang melangkah cepat menghampiri dengan satu tangan yang terulur dan meraih wajahku untuk mengangkat daguku yang terasa sakit karena dia melakukannya dengan kuat, memaksa ku agar menatapnya secara langsung.
"Dari mana saja kau." ucapnya dingin dengan jarak wajahnya yang sangat dekat dengan wajahku yang saat ini masih mendongak menatapnya. Dari jarak ini, aku bisa dengan jelas mencium bau alkohol yang baru saja keluar dari mulutnya.
"Jawab aku sialan!" marahnya yang membuatku seketika terpejam dengan tubuhku yang bergetar menerima teriakan yang ia berikan.
"A-aku pergi berbelanja, Fahri." ucapku yang tentu saja yang tidak akan dia percayai karena bahkan aku melupakan belanjaan ku di rumah Zaki.
"Sampai selarut ini? Belanja apa kau sampai membutuhkan waktu yang sangat lama!" bentaknya lagi dan aku tidak menjawabnya karena kalau aku mengatakan yang sebenarnya, aku yakin, Zaki akan kembali dijadikan alasan kedua orang tua ku maupun Fahri untuk mengancamku nanti.
"Aku seharian pergi bekerja, dan kau malah pergi keluyuran hingga selarut ini!? Kau pikir kau siapa! Seharusnya kau melayaniku bukannya pergi kemanapun yang kau suka dan--" ucapannya terhenti dan membuatku membuka sedikit mataku yang melihat sosok Fahri yang mengalihkan pandangannya ke arah leherku.
"Pelacur sialan!" amuknya yang dengan cepat membenturkan kepala ku ke pintu yang ada di belakangku. Aku yang merasakannya, meringis kesakitan namun berusaha ku tahan agar tidak menangis apalagi saat ini Fahri meraih rambutku dan menariknya sangat kuat.
Itu sangat menyakitkan dan berlangsung cukup lama karena Fahri menyeret ku dengan tangannya yang menjambak rambutku lalu menghempaskan tubuhku ke atas sofa yang menimbulkan suara keras antara dadaku dan sudut sofa itu. Tidak sampai disitu. Saat ini bisa kurasakan kaki Fahri yang masih mengenakan sepatu berada di atas punggung ku dan menginjak-injakan kakinya disana dengan kuat yang membuat dadaku terbentur beberapa kali ke sudut sofa.
Aku tidak bisa menahannya, itu terasa sangat menyakitkan. Dan kini sudah bisa kurasakan air mataku yang mengalir deras dengan isakan yang ku keluarkan sambil memohon agar Fahri menghentikan aksinya.
Tapi bukannya berhenti, Fahri malah semakin cepat menginjakkan kakinya di punggungku dan aku terus merasakan sakit dengan dadaku yang terasa sesak merasakan benturan itu beberapa kali sampai akhirnya Fahri berhenti dan menarik kerah bajuku agar aku berbalik menghadapnya dengan kepalaku yang kini bersandar pada sudut sofa. Pandanganku terlihat sedikit buram karena mataku yang berair, tapi masih bisa kulihat dengan jelas kedua tangan Fahri yang saat ini membuka sabuk yang melilit di pinggangnya.
Aku tidak tau apa yang akan dilakukannya, tapi setelah dia dengan kuat merobek baju yang ku kenakan aku langsung menyadarinya, apalagi saat kurasakan rasa sakit yang begitu mendalam merasakan sabuk dengan bahan kulit itu mengenai kulit tubuhku. Membuatku menjerit kencang dengan tubuhku yang mengejang merasakan sakit yang luar biasa. Bukan hanya sekali. Fahri melakukannya berkali-kali dan aku terus menjerit sampai akhirnya Fahri berhenti sejenak untuk mengatakan hal yang lebih menyakitkan.
"Pelacur seperti sudah sepantasnya menerima ini. Lihatlah tanda-tanda yang berbekas diseluruh tubuhmu. Masih merasa pantaskah kau hidup." ucapnya yang di akhiri dengan meludahi wajahku. Setelahnya ia berlalu pergi masuk ke dalam kamarnya dengan suara pintu yang tertutup dengan keras.
Sementara aku yang habis merasakan siksaan yang Fahri berikan, berusaha menyeimbangkan diriku agar bisa duduk dengan benar. Setelahnya aku melihat seluruh tubuhku yang memiliki bekas cambukkan yang hampir terlihat di setiap inci tubuhku. Rasanya pedih dan membuatku meringis setiap kali menyentuh bekas cambukkan itu disertai dengan isakan tangisku yang tersisa sebelumnya akhirnya pandangan ku menggelap dengan tubuhku yang terjatuh ke lantai yang terasa dingin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Marriage [TAMAT]
General FictionDia membenciku. Dan aku tau itu. Karena bagaimanapun, kehadiran ku dalam kehidupannya, menghancurkan seluruh harapannya yang menginginkan seorang istri yang sesungguhnya. Bukan seperti aku, yang seorang pria dan terpaksa menikah dengannya karena tun...