Pada akhirnya aku jatuh sakit sepenuhnya.
Aku hanya bisa terbaring lemah di atas kasur dengan selang infus yang menempel di lengan kiri ku. Aku tidak apa yang terjadi, karena yang terakhir kali ku ingat, aku membersihkan kekacauan yang disebabkan Ibu Fahri lalu setelahnya aku tidak sadarkan diri.
Ini bukan dirumah sakit. Ini masih di tempat yang sama saat Fahri memasukkan miliknya pada bagian bawahku. Namun entah mengapa ada selang infus di lenganku dengan beberapa obat yang terlihat di meja nakas saat aku mengambil posisi duduk dan bersandar.
Dan aku mendapatkan jawabannya begitu pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok pria dewasa dengan kacamata yang bertengger di hidungnya.
"Oh. Kau sudah sadar." ucap pria itu yang mengenakan kemeja biru dengan celana chino berwarna krem.
Aku memasang senyum tipis untuk menjawabnya.
"Bagaiman perasaanmu? Apa kau merasa baikan?" tanyanya yang kini sudah berdiri disampingku.
"Aku baik. Kau...siapa?" tanya ku dengan suara serak yang ku keluarkan. Pria itu yang mendengar ku segera meraih gelas yang berisi air minum dan menyodorkannya ke arahku. Aku menerimanya dan meminumnya perlahan.
"Aku Dokter khusus yang di panggil untuk merawatmu. Dan kau sudah hampir tiga hari tidak sadarkan diri." ujarnya yang membuatku sedikit terkejut mendengar kata 'hampir tiga hari' dari mulutnya. Namun lebih dari itu aku penasaran bagaimana bisa Dokter itu merawatku.
Mungkinkah Fahri yang memanggilnya?
"Ya. Yang kau pikirkan itu benar. Fahri yang memanggilku kemari untuk merawatmu. Dan aku terkejut melihat kondisimu yang sangat kacau. Apa kau mengalami semacam perundungan?" tanya Dokter itu. Yang dengan cepat menggelengkan kepalaku menjawabnya. Aku tidak bisa jujur padanya karena itu akan membuat reputasi Fahri buruk.
Dokter itu terlihat berpikir sebentar sebelum akhirnya kembali berkata.
"Jika bukan perundungan. Apa kau mengalami pemerkosaan? Bercinta dengan kasar? Atau kau semacam masokis yang menyukai hal-hal yang melukaimu untuk bercumbu?" ujar Dokter itu yang bahkan tidak ku pahami jalan pikirannya.
"Oh maaf. Aku pasti menyinggung privasimu. Aku akan mengambilkan bubur untuk kau makan. Dan habiskan lah air itu, karena kau benar-benar kekurangan cairan." ucapnya sambil menunjuk gelas yang baru beberapa detik yang lalu ku letakkan di atas meja.
Aku mengangguk dan di balas dengan senyuman ramah olehnya yang kemudian berbalik untuk keluar dari kamar untuk melakukan apa yang dia ucapkan tadi. Sementara aku mengikuti apa perintahnya untuk menghabiskan air putih di dalam gelas. Setelahnya aku hanya diam sambil menatap kosong ke arah pintu kamar mandi yang terbuka. Pikiran ku melayang yang lagi-lagi memikirkan nasibku yang begitu malang.
Tapi aku segera teringat kejadian beberapa hari yang lalu. Mengingat kata-kata Fahri yang seakan membelaku dari Ibunya. Aku tau, itu mungkin hanya perasaanku saja. Karena dalam kalimatnya dia tetap terasa kejam. Dia ingin kalau hanya dirinya lah yang boleh melukaiku. Sedangkan setiap kali dia melukaiku itu terasa sangat kejam bahkan meninggalkan jejak yang sampai saat ini belum juga hilang.
Dan yang lebih membuatku terkejut adalah sikap Ibu Fahri yang 180 derajat berubah. Aku mengira dirinya berbeda dengan Fahri maupun kedua orangtuaku, karena sedari awal dia mendukungku dan menyemangati ku saat pernikahan hendak berlangsung. Aku tidak percaya kalau ternyata perbuatannya hanyalah sandiwara. Aku kecewa dan merasa dunia benar-benar membenci diriku.
Seharusnya aku bisa lebih kuat menghadapi semua ini. Karena ini sudah berlangsung cukup lama. Tapi entah kenapa setiap kali Fahri menyentuh dan memukuliku rasanya sangat menyakitkan. Aku tidak bisa menahannya, apalagi amarah Fahri sangat di luar kendali. Dengan matanya yang tajam dan ekspresi yang datar dengan kata-kata yang menyakitkan. Itu semua sulit ku tahan, berbeda dengan orang tuaku yang terang-terangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Marriage [TAMAT]
Ficción GeneralDia membenciku. Dan aku tau itu. Karena bagaimanapun, kehadiran ku dalam kehidupannya, menghancurkan seluruh harapannya yang menginginkan seorang istri yang sesungguhnya. Bukan seperti aku, yang seorang pria dan terpaksa menikah dengannya karena tun...