6

612 128 21
                                    

Aku kembali :')

Yuk komen, kita ngobrol-ngobrol lagi🤗


Happy reading!^^



~°~°~



Setidaknya ada satu hal yang membuatku merasa menang dari si Anak Petir.



Aisley sama sekali tidak menyukainya.


Mark selalu berusaha mendekatinya. Ya, siapa pun akan melakukannya karena adikku itu memang luar biasa menggemaskan. Namun sayang sekali, ia selalu berteriak dan kabur kalau didekati Mark.

Tahu apa yang lebih menyenangkan?

Aisley berlari untuk perlindunganku dan Mark akan merengut kecewa. Ha! Maaf nih, auraku memang jauh lebih bersahabat darinya.




Sayangnya, keberuntunganku hanya sebentar saja.



Tahu apa yang membuatku kesal setengah mati?


Ohh ... tolong katakan kalian tidak ingin tahu.


Baiklah, baiklah, akan kukatakan!



Demi dewa-dewi, ini menyebalkan sekali!




Mark sungguh-sungguh ketika mengatakan bahwa dirinya dilepas sejak kecil supaya lebih kuat dari darah murni lainnya.

Aku, Woozi, dan Mark berkumpul di arena tarung untuk latihan pertama. Jun berperan sebagai pelatih utama, memberikan dasar-dasar yang sebetulnya tak terlalu kusimak karena sibuk memperhatikan gerak-gerik Mark.

Ia terpisah dariku dan Woozi yang harus belajar dari dasar-dasarnya. Alih-alih mendengarkan celotehan Jun yang panjang lebar—padahal biasanya dia malas bicara—ia malah latihan bertarung dengan ayahku di sudut lain.

Mark mengungguli ayahku dengan kelincahannya. Kalau dibandingkan siapa yang lebih kuat, tentu ayahku menang karena jam terbangnya jauh lebih panjang. Tapi, Mark sangat gesit. Ia bergerak ke sana kemari dengan cepat. Mengarahkan petir-petir halus di sekeliling ayah untuk membatasi pergerakannya.



Ohh, tentu kekesalanku tidak cuma sampai di situ.


Mark rupanya punya senjata magis—anugerah untuk anak-anak tiga elemen—dan sudah mahir memanfaatkannya. Mimpiku benar. Ia memiliki pedang emas dengan gagang hitam beralur emas. Ayahku mengeluarkan pedang birunya untuk menguji kemampuan Mark dalam berpedang.

Satu lagi keberuntunganku, Mark rupanya kalah dari ayah dalam adu pedang. Setidaknya aku bisa menyusul kemampuan itu. Ya, paling tidak kalau aku punya senjata seperti itu juga. Sayangnya tidak, jadi aku benar-benar harus mengunggulinya dalam pertarungan elemen.

Temperatur di sekitarku tiba-tiba terasa panas. Sontak aku menolehkan kepala dan melihat kobaran api menyambar ke arahku. Dengan cepat aku menyilangkan tangan di depan wajah. Aku tak memanggil kekuatanku, hanya berpikir untuk melindungi diri. Namun tiba-tiba saja lapisan es tipis muncul di depanku.

Lapisan es itu melebar, membentuk setengah bola yang melindungi seluruh tubuhku. Kobaran api mengenai lapisan es tersebut. Namun, alih-alih mencair lapisan es itu justru menebal dan baru lenyap ketika api sudah padam.

Aku mengerjap pelan. Menatap tempat di mana lapisan es itu semula berada. Sungguh, aku tidak merasa melakukan apa-apa! Aku bahkan belum pernah menciptakan es, hanya salju-saljuan untuk bermain dengan Aisley—kecuali membekukan mansion karena hasutan Selena, tetapi beda perkara.



Birth of The New Hero (The Broken Prophecy) [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang