2

1K 211 100
                                    

Hello~ aku kembali dengan kerecehan hakiki :')

Semoga menjadi sedikit penghibur di tengah kesibukan kalian. Stay safe, stay healthy, and whenever you guys need someone to talk about anything feel free to DM me❤️❤️❤️


Happy reading!^^



~°~°~



Aku benci suasana tegang.

Aku mendadak harus menjadi patung. Bergerak serba salah, apalagi bicara. Terutama karena aku tidak terlibat dalam ketegangan itu, hanya sekadar menonton.

Kini aku berada di ruangan Aron bersama Woozi dan gadis manusia yang kutemui di perbatasan. Aron duduk di hadapanku bersama Woozi, menatap gadis yang duduk di sampingku. Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan, tapi aku pribadi masih terkejut karena seorang manusia bisa melihat dan melewati gerbang dunia darah murni. Seingatku, Ibu saja baru bisa datang ketika berusia tujuh belas tahun. Sementara kalau dilihat-lihat, gadis ini seusia denganku.

Kurasa membawanya pada Aron adalah pilihan paling tepat.

"Jadi," Aron membuka suara, "siapakah dirimu?"

"Iris," jawabnya. Entah kenapa setiap kali ia berbicara, jantungku bergetar. Hal itu membuatku yakin bahwa aku terikat padanya, meski tak tahu ikatan macam apa itu. "Iris Lee."

"Dan? Apakah yang membawamu kemari?" tanya Aron lembut.

Iris menjawab, "Mimpi."

Aku mengerjap pelan. Apakah ia memimpikanku seperti aku memimpikannya?

Iris tersenyum lebar. Ia sangat tenang dan terlihat nyaman meskipun suasana agak membingungkan. Gadis itu sempat melirikku sekilas sebelum akhirnya lanjut bercerita.

"Setelah kedua orang tuaku meninggal dalam kebakaran, aku selalu bermimpi tentang tempat ini," ucapnya. "Tempat pertama yang kumimpikan adalah sebuah gua di sebelah Barat. Gua itu tidak panjang dan tidak mengerikan. Dinding-dindingnya dihiasi api hijau. Di dalamnya terdapat sebuah kamar sederhana dengan rak-rak penuh buku dan sebuah meja berantakan. Ada buku bersampul hijau dan bola kristal di sana.

"Lalu, aku mulai memimpikan tempat-tempat lain. Ada mansion-mansion kokoh di Utara dan Timur. Ada hutan hujan di Selatan. Juga, bangunan ini sebagai sentral. Kemudian, aku mulai memimpikan lelaki ini."

Iris tiba-tiba menepuk bahuku, membuatku berjengit—sungguh tidak keren tapi aku benar-benar melakukannya. Aku langsung menoleh dan meneliti wajahnya. Dia tidak kelihatan berbohong.

Setidaknya dia membuatku senang karena ia memimpikanku juga—artinya aku bukan orang aneh yang memimpikan seorang gadis tak dikenal—tapi juga takut karena ini pasti pertanda buruk.

Bagaimana mungkin kami tidak saling mengenal, tapi saling memimpikan satu sama lain?

Pasti buruk. Mimpiku yang biasa saja sudah pasti buruk, apalagi mimpi seperti ini.

"Aku bermimpi dia menjemputku di gerbang tadi. Sekali waktu aku juga memimpikan lelaki ini menarikku dari lubang hitam dengan pedang biru yang berpendar di tangannya."

Pedang berpendar?

Tapi aku bukan keturunan langsung tiga elemen utama dan tidak punya hak untuk senjata ajaib semacam itu. Pedang ayah saja tidak seperti apa yang dideskripsikannya. Jadi, tidak mungkin aku meminjam senjata ayah—meski mungkin saja ayah meminjamkan senjata berbahaya itu padaku asal tidak ketahuan ibu.

"Bagaimana caramu menemukan gerbang itu, Iris?" tanya Aron sekali lagi.

Iris langsung menjawab, "Dua hari yang lalu aku bertemu dengan seorang pria dalam mimpiku. Barangkali usianya sama denganmu. Tubuhnya tegap, tapi cukup kurus. Rambutnya pirang dan memiliki janggut. Matanya hijau tua. Pria itu mengatakan ini," suaranya tiba-tiba berubah menjadi berat dan serak, "Aku telah memilihmu sebagai penerima wahyuku. Datanglah ke hutan Barat. Cahayaku akan menuntunmu."

Birth of The New Hero (The Broken Prophecy) [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang