3

808 183 76
                                    

Percayalah aku langsung ngetik setelah update yang kemarin, tapi sempet ilang dan harus kutulis lagi jadi lama 😭😭😭

Ohh iya, grup event kemarin masih ada loh. Ada yang mau gabung? Kalau mau dm nomor wa ke aku dan nama buat aku save di kontak ya. Nanti aku invite supaya kita bisa bahas banyak hal dan fangirling bareng. Aku tunggu❤️❤️❤️


Happy reading!^^



~°~°~



Sudah kubilang, kawan-kawan budiman, nasibku tidak mujur.

Aku berharap bisa beristirahat sejenak lalu menceritakan masalahku pada Paman Wonwoo—setelah adu panconya selesai. Sayang sekali bukan cuma Paman Mingyu tidak pulang-pulang, aku malah bertemu dengan Jun dan kekasihnya yang tengah bergulat—secara harfiah—di halaman belakang.

"Kubilang hentikan! Kau ini kenapa?!" pekik Saera seraya mengunci Jun di tanah.

Jun terbatuk. "Aku berusaha untuk—uhuk—jadi kekasih yang manis!"

"Kau jadi menggelikan, Bodoh!" sahut Saera seraya menggetok kepala Jun dengan kepalan tangannya. Namun, Jun malah terkekeh geli.

Dalam satu sentakan pria itu berhasil menggulingkan keadaan. Lazimnya Saera yang bergerak sangat cepat bisa langsung membalikkan keadaan. Tapi, entah karena Jun memang darah murni paling kuat atau dia sangat terkejut, jadinya diam di bawah kukungan lelaki itu.

"Aku tahu aku tampan, tidak perlu melihatku dengan mata lebar-lebar seperti itu," ucap Jun diikuti kekehan geli. Baru saja Saera membuka mulut, Jun sudah mendekatkan wajahnya.

Eww ... menjijikan!

Aku buru-buru memalingkan wajah dan kabur sebelum mereka sadar aku menyaksikan kengerian tak terperi itu.



Jangan terkejut, pikiranku memang suka berlebihan kok.


"Joshua!" Aku berjengit ketika seseorang meneriaki namaku di ujung koridor tepat ketika aku hendak masuk ke kamarku—saking seringnya aku kabur ke sini aku punya kamar sendiri; ohh percayalah Paman Wonwoo adalah pendengar terbaik sepanjang masa.

Aku langsung mengurungkan niatku untuk masuk dan memutar tubuh. Aku kembali berjengit ketika melihat Iris berdiri di ujung koridor sambil melambaikan tangan antusias. Langsung saja aku mendekatinya.

"Kenapa kau ada di sini?" tanyaku bingung.

Dengan semangat Iris menjawab, "Aku akan tinggal di sini! Aron mengenalkanku pada Aurora. Katanya aku bisa tinggal di mansionnya. Tapi, karena sedang perbaikan, aku tinggal di sini dulu."

Iris mendekat ke arahku dan berbisik, "Dia bilang ini mansion kekasihnya. Apakah dia tampan?"

Aku mengernyit. "Usianya sudah lima ratus tahun, kurang lebih."

"Memangnya kenapa?" tanya Iris sambil menjauh. Senyuman lebar terlukis di wajahnya. "Di sini, kan, tidak ada yang menua! Antar aku berkeliling dong."

"A—" Belum sempat bicara, Iris sudah menarik tanganku untuk berkeliling.

Dia terlihat seperti Aisley di mataku. Matanya selalu berbinar ketika melihat hal baru. Senyumnya akan melebar ketika berinteraksi dengan orang yang dikenal. Dan sama seperti adikku yang satu itu, Iris senang sekali menyeretku ke tempat yang dia inginkan.

"Woah," decaknya kagum. Kepalanya menoleh ke sana kemari, menatap interior mansion dengan kagum meskipun yang dilihat hanya koridor klasik nan gelap yang diterangi obor. Rambut peraknya yang diikat satu terombang-ambing mengikuti gerakan kepalanya.

Birth of The New Hero (The Broken Prophecy) [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang