One More Chance

606 99 33
                                    

Way mengerang frustrasi.

Ia melempar ponselnya hingga menimbulkan suara yang cukup keras.

Terhitung sudah lima hari sejak terakhir kali Way bertemu dengan Kim. Way sudah mencoba mencari ke semua tempat yang mungkin didatangi oleh Kim, tapi pemuda itu sama sekali tidak terlihat batang hidungnya sedikitpun. Nomor ponsel Way diblokir oleh Kim, mencoba menghubungi dengan nomor lain pun percuma.

Kim tidak pernah menjawab panggilan darinya sekalipun.

Menyambangi rumahnya pun tidak membuahkan hasil apapun. Pernah satu kali Way menunggu seharian penuh di depan rumah yang didominasi warna putih itu, tetapi tidak ada seorang pun yang keluar dari rumah.

Bahkan Jenny pun tidak bisa dihubungi sama sekali. Entah kemana perginya mereka berdua.

Semua ini membuat Way kesal.

Bukan kepada Kim atau siapapun. Way kesal pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia bertindak sangat ceroboh hari itu. Seharusnya Way yang lebih paham kondisi Kim, tapi justru dirinya sendiri lah yang membuat Kim kembali pergi meninggalkannya.

Erangan frustasi kembali terdengar dari kedua belah bibir Way. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, sebelum membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Sejak kejadian itu, ia tidak bisa tertidur lelap. Mimpi buruk selalu menghiasi tidurnya. Mimpinya selalu sama. Kim pergi meninggalkannya. Sekeras apapun Way berusaha untuk mencegah, pemuda itu akan tetap meninggalkan Way seorang diri di tempat gelap.

Rasanya sangat menakutkan.

"Kau dimana, Kim." Lirihnya sambil menatap foto terakhir yang ia dan Kim ambil dengan ponselnya, "Aku merindukanmu. Tolong jangan pergi lagi."

Diusapnya wajah Kim yang sedang tersenyum lebar di layar ponselnya. Semua ini terjadi karena kesalahannya. Jika Kim tidak pernah bisa tersenyum secerah ini lagi, maka Way tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.

Dada Way terasa sesak. Berkali-kali ia memukul dadanya agar rasa sesak itu menghilang. Tapi perasaan itu justru semakin menjadi, hingga akhirnya ia tidak bisa menahan tangis yang selama tiga hari ini coba ia tahan.

"Siapapun tolong aku..." Lirihnya di sela isak tangisnya, "Tolong aku..."

'Tolong kembalikan Kim padaku'

.

.

.

.

.

"Sudah ada kabar dari P'Way?"

Khett mengalihkan pandangannya pada Pan yang kini duduk di sampingnya. Pemuda itu hanya bisa menghembuskan nafas panjang dan menggelengkan kepalanya.

"Khett," Pan meraih kedua tangan Khett dan meremasnya perlahan, "Jangan salahkan dirimu seperti ini."

Sejak kejadian siang itu, Khett menjadi lebih murung dan sering melamun. Pikirannya seakan berkelana jauh hingga tidak bisa fokus pada apapun yang terjadi di sekelilingnya.

Pan bahkan tidak berani meninggalkan Khett di rumahnya sendirian.

Ia takut kalau kekasihnya itu akan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri.

"Semua ini salahku, Pan. Seharusnya aku tidak mengizinkan P'Kim masuk. Rumah itu... Semua yang ada di sana menyimpan banyak memori buruk bagi P'Kim. Mungkin akan lebih baik jika aku dan P'Kim tidak pernah bertemu lagi. Aku hanya membangkitkan kenangan buruk baginya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang