"Way..."
Panggilan itu kemudian disusul dengan elusan lembut di puncak kepalanya. Sentuhan ini entah mengapa membuat dirinya enggan membuka kedua matanya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia merasakan kenyamanan seperti ini. Kenyamanan yang hanya ia rasakan saat bersama dengan seseorang yang kini sudah meninggalkan dirinya.
"Hey, ayo bangun, Way..."
Guncangan pelan pada tubuhnya membuat ia merasa terganggu. Ia pun membuka kedua matanya perlahan. Samar-samar, ia bisa melihat sosok itu berdiri di hadapannya. Meskipun tidak mau, Way kemudian mengedipkan matanya beberapa kali untuk memperjelas pandangannya.
Apa yang ia lihat kini membuat kedua matanya terbelalak. Sontak, ia pun segera terbangun dari duduknya dan membawa sosok tersebut ke dalam pelukannya.
Merengkuhnya dengan erat.
"Hey... kau kenapa?"
Suara ini.
Suara yang sangat rindukan selama dua tahun terakhir. Suara yang ia pikir tidak akan pernah didengar lagi seumur hidupnya. Suara dari sosok yang sangat ia cintai selama ini. Sosok yang sudah pergi untuk selamanya.
Tapi kini, sosok itu berada disini.
Di dalam pelukannya.
Tubuhnya mulai bergetar, air matanya pun perlahan terjatuh. Ia mengeratkan pelukannya seraya memanggil nama sang terkasih berulang kali. Ia tidak peduli jika sosok itu menganggapnya sebagai seorang yang lemah dan cengeng. Sungguh, ia sama sekali tidak peduli. Ia hanya ingin sosok ini terus berada di pelukannya seperti saat ini.
"Ada yang sakit? Kenapa kau menangis seperti ini? Hey..."
Way menggelengkan kepalanya cepat. Ia menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher sosok tersebut, "Kim..." ujarnya di sela tangis, "Kim... kau disini?"
"Way, aku benar-benar khawatir. Kita ke ruangan kesehatan ya?"
Way kembali mengeratkan pelukannya saat ia merasa Kim mencoba untuk melepaskan diri, "Sebentar saja, Kim. Biarkan seperti ini sebentar saja."
Kim akhirnya berhenti berusaha. Lelaki itu kini membalas pelukan sahabatnya dan mengelus punggungnya perlahan, "Mimpi buruk?"
"Sangat buruk hingga rasanya aku ingin mati saja."
"Seburuk itu kah?"
Hanya anggukan yang menjadi jawaban dari pertanyaan Kim. Saat ini, Way seperti anak kecil yang sedang mencari rasa aman. Tubuhnya bergetar. Isaknya terdengar memilukan. Rengkuhan pada tubuhnya pun semakin mengerat. Kim terus mengelus punggung sahabatnya secara perlahan hingga akhirnya isakan itu pun mereda.
Saat dirasa Way sudah cukup tenang, Kim berusaha untuk melepaskan diri. Namun, Way sama sekali tidak membiarkannya, "Lepaskan aku, Way," bukannya melonggar, pelukan Way justru semakin erat. "Ayolah Way... bagaimana jika ada yang lewat?"
Alih-alih melepaskan, Way justru mengunci pergerakan sahabatnya itu. Ia menggeleng kasar dan kembali menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kim, "Tidak mau."
"Way..." mohon Kim.
"Kim..." ujar Way tidak mau kalah.
"Astaga, kau ini benar-benar."
Yang lebih pendek akhirnya menyerah. Ia menghela nafas panjang saat mengetahui bahwa dirinya tidak bisa menang dari sahabat keras kepalanya ini.
"Lima menit saja ya," tawar Kim.
"Hm..."
"Ya?"
Kini, giliran Way yang menghela nafas panjang. Mau tidak mau, ia pun akhirnya mengalah, "Baiklah."
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
Fanfiction--- An alternative ending for WayKim "Hal yang sangat mustahil pun bisa menjadi nyata bila Tuhan sudah berkehendak" Set 2 years after The Shipper Ending --- ⚠️ Tolong dibaca ya: - Cerita ini hanya fan-fiksi semata. - Akan mengandung beberapa dialog...