Pagi itu, Kim masih bergelut di dalam selimutnya. Hari minggu seperti sekarang memang selalu ia manfaatkan untuk berleha-leha. Ia bahkan sama sekali tidak memasang alarm pagi seperti hari-hari biasanya. Alasannya agar ia bisa mengisi energi untuk bisa beraktivitas di minggu selanjutnya.
Kim menggeliat tidak nyaman ketika berkas cahaya matahari menerpa sisi wajahnya. Samar-samar, ia juga bisa mendengar suara ketukan pintu dan seseorang yang memanggil namanya.
Masa bodoh!
Kim menarik selimutnya untuk menghalau cahaya matahari yang masuk melalui sela-sela jendela. Namun, suara ketukan di pintu kamarnya justru semakin kencang.
"Astaga Kimhan, cepat bangun!"
Kim mengerang tidak suka. Ia mendelik kesal ke arah pintu kamarnya, "P'Jenny, masih terlalu pagi untuk bangun. Ini hari Minggu." Gerutu Kim malas sambil mencari posisi terbaik untuk melanjutkan tidurnya.
"Astaga Kim! Way ada di bawah, cepat bangun!"
Way.
Di bawah.
Way...
Butuh waktu cukup lama bagi otak Kim untuk mencerna informasi itu. Berkali-kali ia mengerjapkan matanya yang masih mengantuk. Badannya masih meringkuk di bawah selimut yang menutupi hingga kepalanya.
Baru saja ia akan kembali terlelap ketika otaknya selesai memproses semua informasi yang diberikan Jenny.
"Sial!!"
"Cepat bangun atau ku suruh dia pulang!"
Kim segera mengecek ponselnya. Ada pesan dari Way yang memberitahukan kalau ia sudah sampai sekitar 30 menit yang lalu. Cepat-cepat, Kim membuka pintu kamarnya. Persis di depannya kini, Jenny sudah memasang wajah kesal dengan tangannya yang terlipat di depan dada.
"Akhirnya kau bangun juga."
Kim mendelik kesal. Ia melangkahkan kakinya lebar-lebar, bergegas untuk turun menemui Way. Tetapi, tangan Jenny mencegahnya untuk mengambil langkah.
"P'Jen!"
Genggaman tangan Jenny semakin mengerat saat Kim berusaha melepaskan diri, "Kau mau menemui Way dengan pakaian seperti ini?" Ujarnya sambil menunjuk pakaian tidur yang masih dipakai oleh Kim.
Namun sepertinya, Kim belum sepenuhnya bangun. Ia hanya mengerjapkan matanya beberapa kali, belum memahami maksud dari ucapan Jenny.
Jenny menatap Kim malas. Inilah yang membuatnya tidak mau berurusan dengan orang yang baru bangun tidur. Mereka tidak bisa memproses informasi dengan cepat. "Pakaianmu," ia memberi penekanan pada setiap suku katanya, berharap kalau Kim akan mengerti apa yang dimaksud.
Kim akhirnya memperhatikan pakaian yang ia kenakan saat ini. Ia hanya mengenakan sebuah kaos putih kebesaran dengan celana hitam yang bahkan tidak menutupi lututnya. Belum lagi, rambutnya yang pasti masih berantakan akibat bangun tidur.
"Sial." Kim mengumpat, "P'Jen, kenapa tidak membangunkanku dari tadi sih!"
"Aku sudah menggedor pintu kamarmu sampai rasanya tulang jariku mau patah. Salah sendiri susah dibangunkan."
Kim mencebikkan bibirnya.
Ia kesal pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia melupakan janji yang mereka buat tadi malam.
Kim mengerang frustasi.
Pandangannya kini tertuju pada sang kakak yang masih berdiri di hadapannya, "P'Jen..."
Nada suara Kim berubah. Tatapannya ia buat sememelas mungkin. Tangan Jenny ia genggam dengan erat, "P'Jen, kakakku yang paling cantik."
Jenny memutar bola matanya jengah. Tinggal bersama Kim selama dua tahun terakhir ini membuat Jenny paham kemana pembicaraan ini akan mengarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
Fanfiction--- An alternative ending for WayKim "Hal yang sangat mustahil pun bisa menjadi nyata bila Tuhan sudah berkehendak" Set 2 years after The Shipper Ending --- ⚠️ Tolong dibaca ya: - Cerita ini hanya fan-fiksi semata. - Akan mengandung beberapa dialog...