Selama seminggu ini gue gak kerja sama sekali. Selain itu gue juga mematikan ponsel selama tiga hari berturut-turut. Jalan-jalan sendirian ke pusat kota, sambil fokus pada sekitar bukan pada ponsel lagi. Mencoba menikmati hidup, sendirian, dan bersyukur dengan apa yang gue miliki sekarang. Ternyata rasanya luar biasa, gue benar-benar tidak diganggu dengan pemikiran sana-sini yang terkadang membuyarkan. Ditambah gue menginap di hotel untuk beberapa hari, karena kalau dikostan pasti disusulin.
"Apa selamanya aja gue matiin ponsel?" pikir gue disaat memandang bangunan tinggi diseberang hotel.
Tabungan gue semakin berkurang karena dipakai untuk bayar hotel dan jalan-jalan. Biasanya gue harus menuruti permintaan Ibu yang banyak macamnya. Sedangkan untuk diri sendiri gue pelit dan banyak pertimbangan.
"Duh, harus kerja lagi malam ini."
Padahal gue sangat menikmati semingguan ini. Memang harus kembali pada kenyataan. Ngumpulin uangnya setengah mati, ngabisinnya cuma hitungan hari.
Setelah membereskan barang-barang dan check out dari hotel, gue memutuskan untuk pulang ke kost. Gak mungkin bawa barang sebanyak ini ke tempat kerja.
"Hai, long time no see kamarku. Untung aja sebelum pergi diberesin, jadi pas pulang tetap rapi."
Kemudian gue membaringkan badan ke atas ranjang. Memang rasanya tak senyaman di hotel yang segala ada, bahkan kasurnya juga empuk. Tapi tempat ini memiliki banyak kenangan.
Tok tok tok...
Baru aja gue mau memejamkan mata, pintu kamar gue diketuk. Pelan-pelan gue mendekat ke pintu dan membukanya.
"I-ibu?"
Gue menghela napas kasar dengan perasaan kaget karena melihat Ibu datang kekostan tanpa memberi kabar.
"Kamu tuh kemana aja? Seminggu Ibu telepon sama chat enggak bales juga. Dasar anak gak tau diri."
Gue segera mempersilahkan Ibu masuk daripada membuat berisik tetangga. Apalagi ngomong dengan emosi dan sedikit teriak.
"Maaf Bu, Jennie ada urusan." jawab gue
Ibu mendecih dan mengedarkan pandangannya. Sedetik kemudian Ibu mendekat ke arah ranjang dan— seorang bayi?
"Bu? Itu bayi siapa?" tanya gue penasaran
Memang setahun ini gue gak pernah pulang. Tak ada niatan untuk pulang juga. Karena disana pun tak seperti rumah untuk menaung.
"Oh ini, ada yang buang bayi, jadi Ibu ambil aja kasian."
Gue menatap bingung, sejak kapan Ibu mau mengurus anak orang lain. Apalagi bayi yang dibuang? Anaknya sendiri aja dia telantarkan.
"Sejak kapan Ibu ambil bayi ini?" tanya gue setenang mungkin.
"Dari dulu Ibu emang gak tega ngeliat anak yang gak punya orangtua. Apalagi bayi kayak gini." balas Ibu
Bayinya sangat lucu dan menggemaskan. Bahkan terlihat tidak rewel dan sering tersenyum. Anak lelaki yang mungkin gue tebak baru beberapa bulan usianya.
"Lucu banget dia Bu."
"Dari dulu Ibu tuh pengen anak cowok. Eh tapi pas ngambil kamu ternyata cewek."
Gue mencerna ucapan Ibu barusan. Apa gue salah mendengar? Atau memang seperti itu?
"Maksud Ibu?" gue memberanikan diri untuk bertanya.
Ibu memandang gue, "Karena kamu sudah dewasa dan gak berguna, jadi Ibu bakal kasih tau."
"Kamu bukan anak Ibu, kamu Ibu temukan didekat toko sepatu yang sering kamu lewati dulu. Jadi kamu gak punya orangtua. Mengerti?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Track [Jennie X Juyeon]
Fanfiction17+ "Let me know your phone number." "No, you can contact me by Mami Chaelin." "5 millions for your number." Berurusan dengan lelaki ini tak akan jauh dari uang dan nominal. Apa menurutnya semua didunia ini bisa dibeli dengan uang? "Okay." ©2021...