Chap 1 - awal pun menderita

123 90 168
                                    

"Mba! Mbaa ..." panggilan dari luar kamar membuat gaduh pagi hari itu, sejak 15 menit yang lalu panggilan itu terus terdengar. Dari depan kamar, paruh baya berkacak pinggang sambil terus mengetuk pintu. Seseorang yang dipanggil hanya bergumam dan merenggangkan badannya. Rasa kantuknya lebih kuat, dia baru tidur pukul 3 pagi tadi jadi pantas saja dia susah dibangunkan.

"Mbaa!"

"Iyaa." Jawabnya ikut teriak, tak lama suara panggilan dan gedoran menghilang. Cewek itu melongok, memastikan tidak ada suara lagi yang mengganggunya pagi ini. Kepalanya akan siap turun dan bermanja lagi bersama bantal kesayangannya. Tetapi, suara itu terdengar kembali, bahkan lebih keras dan dia pikir pintu kamarnya itu akan hancur sebentar lagi karna gedoran dan teriakan dari luar sana. Hal tersebut membuat jantungnya hampir saja keluar karena bunyi gedoran yang terlalu kuat.

"Mbaa Hesti bangun!"

"Iyaa, astaga." Mau tidak mau dia harus beranjak dari tempat singgah-sana kesayangannya itu, kepalanya berdenyut karena dipaksa bangun. Matanya melirik jam baru saja menunjukan pukul 05.33 WIB, yang dimana dia harus menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Setelah bangun dan cuci muka, di langsung melaksanakan kewajiban itu dalam keheningan pagi, suara jangkrik dan ayam menemani temaram kala sang mentari akan menunjukan eksitensinya. Hesti memang bukanlah gadis taat akan agama seperti yang lainnya, tapi dia akan berusaha sekuat dan sebisanya untuk tetap melaksanakan kewajiban ibadahnya. Karena itu adalah sebuah kewajiban yang harus ditaati, tanpa itu kita bukanlah seorang muslim. Eh, nggk boleh men-judge sesuatu yaaa, hesti.

***

Dia menuruni anak tangga dengan cepat, bunyi toa yang nyaring terus memanggil tanda seorang mahasiswa baru untuk segera berkumpul kembali di lapangan kampus itu. Hesti tidak sendirian, dia berlari bersama mahasiswa-mahasiswi lain yang baru saja menelan beberapa suapan makanan untuk menjadi tenaga berkelanjutan.

Dia menyesal, mengapa dia harus memilih memasuki kampus seperti ini, dimana kantin fakultas itu berada di lantai 3. Dia sebelumnya akan makan di kantin bawah tapi setelah melihat perkumpulan di sudut kantin, dia memilih untuk mundur. Dia tidak mau menjadi santapan segar siang itu, perutnya lapar, dia tidak ada waktu untuk meladeni semua apa yang dia dapatkan nanti.

Napasnya habis, peluh keringat sudah mengalir sedari tadi. Dada dan bawah perutnya juga terasa nyeri, habis makan dia langsung berlari. Semoga nggak kenapa-napa nih badan batin Hesti.

"AYO SEMUA BERBARIS SESUAI REGU-REGU YANG SUDAH SAYA BAGIKAN SEBELUMNYA!" Teriak lelaki di depan dengan pengeras suara yang menggelegar. Hesti dan lainnya mengikuti intruksi, Hesti berada di regu Naga Putih kelompok tiga. Sejak tadi Hesti mendongak, mencoba mencari teman yang bisa diajak berkenalan, minimal, tetapi dia hanya melihat wajah-wajah tidak enak dipandang. Wajah-wajah kesal dan juga tidak ramah untuk diajak sekadar berbasa-basi.

"SEPERTI YANG SUDAH SAYA KATAKAN, KALIAN AKAN MELAKUKAN BEBERAPA MISI DISINI." teriak kakak Tingkatnya itu dengan nyaring, Hesti menunduk menghalau sinar matahari yang terus menerpa wajahnya. Wajahnya sebagian sudah panas, dia sangat tidak bisa mendengar apa yang dikatakan karena rasa panas terus menyerangnya.

"DI DALAM MISI INI AKAN ADA PERATURAN TENTUNYA."

"PERTAMA!"

Hesti menyeka peluh yang terus mengalir, suara kakak tingkatnya itu sudah tidak terdengar dengan jelas lagi. Wajahnya memerah, rambut yang dia kuncir sudah berantakan. Seseorang menepuk bahunya dengan tempo tidak beraturan, Hesti menoleh.

"Kamu dipanggil."

"Siapa?"

"KAMU YANG DISANA!" Hesti terkejut. Suara itu tepat di sampingnya, dia menoleh dengan perlahan. Wajah sang lelaki yang sudah tidak bersahabat melotot menatapnya. Hesti menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tertawa pelan.

Hey, I'm Yours - ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang