Tzuyu berdiri dengan tegang di pinggir jalan. Tidak hanya lutut yang terasa kehilangan tumpuan, tangannya juga bergetar hebat. Hari sudah semakin gelap, dan setelah susah payah berhasil berjalan sampai halte dengan keadaan baik-baik saja, Tzuyu seolah kehilangan akal sehat untuk segera duduk di salah satu bangku bus atau taksi.
Punggungnya terasa dingin, dan Tzuyu merasa bahwa desir darahnya seperti membeku. Masih terlalu pekat ingatan bagaimana Jungkook berlaku kasar padanya, dan hal itu menimbulkan rasa getir yang luar biasa.
Tzuyu harus menggigit bibir bagian bawah cukup kuat saat air matanya kembali jatuh, menghindari suara isakan yang akan menarik perhatian banyak orang. Seharusnya, ia memang mencari tempat yang lebih layak untuk menangis, tetapi semua yang Jungkook lakukan, benar-benar membuat semua isi kepala Tzuyu hilang.
Lelaki itu sama sekali tidak memiliki belas kasih, lantas bagaimana kau bisa menganggapnya memiliki cinta yang sama besar?
Pernyataan dan kenyataan pahit itu membuat Tzuyu semakin meradang. Ia merasa robekan di hatinya semakin menganga dan tak bisa diselamatkan. Sudah selama ini, dan sudah sejauh ini. Tzuyu hampir mati memikirkan bagaimana cara untuk pergi, karena kembali sudah menjadi sebuah kemustahilan. Namun, melihat Jungkook, terutama setelah apa yang dia lakukan hampir dua jam lalu padanya, membuat Tzuyu semakin terjerumus lebih dalam.
Tzuyu menarik napas, memejamkan matanya. Hanya membuat dirinya lelah dengan terus berusaha menyangkal bahwa ia baik-baik saja. Dia terluka, dan Jungkook meninggalkan lubang besar yang tak bisa diperbaiki dalam hatinya.
Bodoh. Lalu kenapa kau sampai tergila-gila?
Tzuyu ingin mengerang ketika tahu, ternyata sampai sekarang, pengaruh lelaki itu masih sangat besar.
"Usaha yang sia-sia, Chou Tzuyu?"
Tzuyu terkekeh walau menutup wajah karena keinginan menangis timbul lebih besar, mengabaikan tatapan orang-orang yang melihatnya seperti manusia aneh sekarang.
❄❄❄
Tuan Chou tidak pernah merasa seburuk ini. Dikalahkan secara telak dan meninggalkan rasa terhina yang sangat besar. Sejak kebebasan Dam, ia sama sekali tak bicara pada siapa pun, waktunya banyak dihabiskan dengan diam.
Sesekali, ia mengusap wajahnya, mengusak rambutnya. Gelisah karena amarah yang sulit sekali diredam. Bagaimana tidak? Hanya tinggal sedikit lagi ia bisa memenangkan permainan, atau setidaknya membuat kedudukan mereka seimbang. Namun, dengan segala keburukan yang ada--setidaknya dalam benak tuan Chou--Jungkook berhasil mencuri start tanpa diduga.
"Pak ...? Apa ... ada perintah?"
Lengang menggantung cukup lama, tuan Chou tidak langsung menjawab. Ia masih betah memutar kursi kebanggaannya sambil melipat kedua tangan di dada. Kemudian, tipis sekali, tuan Chou menarik sudut bibir, membuat dua orang bawahannya langsung meneguk saliva sulit dan diserang gugup luar biasa.
"Perintah?" ulang tuan Chou membuat bawahannya itu saling melirik. "Katakan ... perintah apa yang harus kuberikan, yang bisa kalian lakukan dengan baik?"
Kali ini, tuan Chou menatap anak buahnya bergantian, membuat mereka semakin menundukkan kepala. Yang lebih tua kemudian memijat pelipisnya.
"Maaf, Pak."
Tuan Chou menggeleng. "Bedebah itu memang sangat sulit dihancurkan."
❄❄❄
Sebenarnya, Ayeong adalah perempuan penuh sopan santun dan sangat lembut. Dulu, ia menjadi salah satu perempuan tercantik, maka tak heran bahwa hal itu menurun langsung pada putri semata wayangnya. Namun, pengkhianatan dan segala masalah yang dihadapi, membuat Ayeong terlihat kepayahan. Wanita itu terlihat jauh lebih tua dari seharusnya, dengan mata sembab dan hidung memerah setiap pagi. Beberapa kali, ia juga akan berubah menjadi pribadi yang sedikit keras kepala dan sentimental.
Hal itulah yang membuat Tzuyu selalu merasa tak berguna untuk ibunya. Seharusnya, sebagai satu-satunya anak yang ayah dan ibunya miliki, Tzuyu bisa menjadi alasan yang cukup kuat untuk membuat keutuhan keluarganya bisa dipertahankan, menjadi sesuatu yang penting karena tak lagi menyisakan ruang untuk orang lain.
Namun, ternyata itu semua tidak berlaku sama sekali. Ayahnya memang sangat mencintai Tzuyu, tetapi tak cukup kuat untuk tidak membuat tuan Chou membagi cinta kasih bagi darah daging yang lainnya.
Seperti sekarang, sudah hampir dua pekan setelah kejadian sore itu. Tzuyu sama sekali tak menemukan kesempatan untuk bisa berjumpa dan melihat kondisi sang ayah secara langsung.
Malam itu, Tzuyu ingat bahwa ibunya menunggu kepulangan sang ayah dengan gelisah. Namun, sampai ayam kembali berkokok dan ibunya tidak terlelap sedikit pun, ayahnya tak pernah datang. Tanpa berita atau pesan apa pun.
Tzuyu tidak yakin tempatnya tinggal masih bisa disebut rumah. Tidak ada lagi cinta dan harapan di dalamnya. Namun, sebagai seorang anak, meskipun sudah dewasa, Tzuyu tetap memiliki ketakutan. Rasanya, tetap menakutkan jika sampai ia kehilangan tempat di mana hidupnya dimulai.
"Kau mau pergi?"
Tzuyu hanya bisa mengangguk. Ia tidak tahu harus menjelaskan apa pada Ayeong. Wanita yang telah melahirkannya itu, hanya memutar cangkir putih sejak tadi. Tidak ada menu lezat yang siap disantap di atas meja seperti biasanya.
"Ibu tidak sempat membuat apa pun."
Tzuyu mengulum senyum. "Aku bisa makan di luar."
"Kau akan pergi ke mana?"
"Ada urusan sebentar." Tzuyu tidak berniat menjelaskan lebih. Ia takut menimbulkan reaksi hebat dari ibunya jika sampai tahu ke mana tujuannya. Dua hari lalu, Tzuyu sempat mencari ayahnya ke kantor, tetapi ia mendapat informasi bahwa sang ayah sudah tidak terlihat sejak beberapa hari lalu di sana. "Ibu tidak apa-apa?"
Ayeong tidak langsung menjawab pertanyaan Tzuyu. Ia menatap putrinya lekat. "Kondisi apa yang kau tanyakan? Kau tahu jawabannya dengan jelas."
"Aku hanya akan pergi sebentar. Aku akan pulang sebelum jam makan siang."
Ketika Ayeong menganggukkan kepala, Tzuyu bersyukur karena tidak lagi kesulitan untuk mencari alasan. Ia tahu ini salah, menyembunyikan keadaan dari ibunya, tapi Tzuyu tak punya hati jika harus menambah beban pikiran Ayeong.
"Aku berangkat."
▪️▪️🍃▪️▪️
KAMU SEDANG MEMBACA
A Memoir [COMPLETED]
Fanfiction|SEBAGIAN PART TELAH DIHAPUS| Selama beberapa waktu kebersamaan, kata cinta itu tak pernah saling ditukar. Di satu sisi, Tzuyu sebagai sosok yang selalu menanti mendapatkan pengakuan cinta dari prianya, di sisi lain Jungkook yang mungkin tak pernah...