03# Without Hope, Without Fear

1.3K 230 30
                                    

Tzuyu menghentikan mobil. Berdebat dengan diri sendiri apakah harus melanjutkan perjalanan pulang atau menepi untuk menikmati pemandangan yang amat ia rindukan barang sebentar.

Hari sudah sore, pernyataan yang ia utarakan tadi pagi pada ibunya jelas terbukti salah karena pertemuan yang dilakukannya ternyata memakan waktu lebih banyak dari yang diperkirakan. Di depannya terhampar lautan luas dengan dermaga yang telah ditinggalkan. Bebatuan yang tersusun di samping dermaga itu seolah menjadi tameng saat ombak menderu dengan kasar, menghantam seolah siap menghancurkan.

Tzuyu menghela napas, menyerah dengan keinginan hatinya. Ia turun dari mobil, kemudian melepas sepatu dan mulai berjalan di atas pasir yang terasa hangat dan lembut di telapak kakinya.

Suara deburan ombak bersamaan dengan angin saat ia mulai menapaki dermaga. Tzuyu berhenti di depan dermaga itu, tepat satu meter dari ujung tembok yang dihantam menciptakan cipratan air serta jutaan buih. Semilir angin yang membawa aroma asin membuat rambut panjangnya menari-nari, deburan ombak dan nyanyian beberapa burung yang terbang bebas di atas lautan lepas adalah perpaduan sempurna yang menyeret paksa dirinya pada setiap detail masa lalu. Seperti ribuan buih air yang muncul ke permukaan.

Tzuyu berpaling, tapi matanya malah tertuju pada deretan batu karang di pinggir laut. Ada sebuah tempat rahasia yang tak diketahui banyak orang di sana, sebuah ceruk yang menyerupai gua. Tempat kering dengan pasir putih lembut yang menghadap langsung ke arah lautan.

Tubuh Tzuyu bergetar, seiring dengan dingin yang mulai menyergap dari ujung kakinya. Ia menelan saliva yang tiba-tiba terasa begitu pahit, di sanalah tempat ia menyerahkan diri pertama kali pada Jungkook. Membiarkan lelaki itu memilikinya berkali-kali hingga akhirnya dicampakkan.

Dia menghela napas lalu kembali membuang pandangannya ke laut lepas. Sebuah kesia-siaan. Tidak ada gunanya mengenang kebersamaan mereka. Kenyataan bahwa manis hidup yang pernah ia cecapi telah memberikan pelajaran paling pahit bagi Tzuyu, menyeretnya pada duka yang tak pernah berkesudahan dan merebut paksa semua cinta yang pernah ia miliki, tanpa sisa, membuatnya pernah berdiri di tepi jurang kematian.

Tzuyu membelai perutnya, dengan segenap tenaga yang seolah terhisap oleh lubang tak kasat mata. Masih ada rasa sakit dan mungkin akan tetap bertahan untuk waktu yang tak pasti. Namun, ia memilih untuk berdamai, tidak, Tzuyu memilih untuk mengabaikannya. Memendam amarah hanya akan menambah lukanya, lebih tersiksa. Tak ada lagi yang tersisa antara dirinya dan Jungkook, walau berat tapi ia tak mau mengikat lebih lama sosok yang membuatnya merasakan begitu banyak penderitaan.

"Apa yang membawamu ke sini?"

Gerakan tangan Tzuyu terhenti seketika. Ia terlonjak dan segera berbalik, tubuhnya terasa kaku saat atensi mata menemukan sosok bias yang selalu hadir dalam benak. Di depannya berdiri Jungkook, terlihat angkuh seperti biasanya. Angin laut juga menyibak rambutnya, membuat Tzuyu mengingat banyak hal bagai tirai kelam yang mulai tersibak tak beraturan.

"Aku bertanya," ungkapnya lagi tak sabaran. Tatapan lelaki itu begitu menusuk, tidak sehangat saat mereka bersama dulu. Dan jika Tzuyu tak salah, ia bisa melihat kemarahan yang siap meledak di sana.

Tzuyu tergagap sebelum terdiam, berusaha mengendalikan diri. Ini adalah ketidaksengajaan yang menyedihkan. Tidak seharusnya mereka bertemu kembali, tidak di tempat pertama kali mereka bertatap muka di masa lalu.

Ada kesedihan yang menyusup semakin pekat ke dalam dada saat akhirnya Tzuyu memberanikan diri bertemu tatap dengan Jungkook. Kenyataan yang menunjukkan bahwa sesuatu tak hanya hilang dari dirinya, tetapi juga Jungkook. Lelaki itu tak lagi menatapnya sebagai orang yang istimewa.

Tzuyu menunduk, menatap lekat ujung kakinya, berusaha menghindarkan air mata yang jelas tak diperlukan saat ini. "Aku hanya mampir, beristirahat sebentar."

A Memoir [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang