Chapter 1 || Gadis Yang Malang

1.9K 120 13
                                    

'Chapter 1'
.

.

.

"Cita-cita dijunjung tinggi, menepis malas, dan membangkitkan semangat yang tak pernah habis"

🥀

"Nasywa Kumala? Heh! Nama saya bukan Nasywa Kumala, tapi Nashwa Kamala. Nashwa pakai 'H' terus Kamala, pakai 'A' ganti cepat!" gerutunya kesal.

"Iya, Maaf kami mengaku salah." Si penulis nama itu meminta maaf. "Padahal hanya salah nama saja," gumamnya lirih. Tukang fotocopy itu juga merasa kesal, akibat diprotes habis-habisan sejak tadi.

Si gadis pemilik nama membelalakkan mata. Ia mendengar gumaman si tukang fotocopy tadi. Bisa-bisanya orang di hadapannya menyepelekan sebuah nama, ia tak bisa diam. "Nama itu pemberian dari orang tua, Mas. Mau bagus atau jelek, itu tetap nama yang terbaik yang mereka beri," sangkalnya.

Nashwa tidak pernah terima jika namanya disepelekan oleh orang-orang. Apalagi yang tidak dikenalnya sama sekali, itu sama sekali tidak sopan bukan?

"Lagian, Mbaknya-"

"Sudahlah, Mas. Saya bisa menggantinya sendiri, terimakasih." Nashwa menaruh beberapa lembar uang di meja, lalu melenggang pergi.

Gadis itu berjalan kaki sembari menunggu ada kendaraan umum yang lewat. Biasanya jika sudah memasuki waktu sore, kendaraan umum akan berkurang. Macet yang melanda kota Jakarta sudah menjadi kebiasaan. Apalagi pada saat jam pulang kerja seperti sekarang ini.

"Lelah sekali hari ini," keluhnya.

Nashwa menghentikan langkahnya di halte bus. Ia memutuskan untuk menumpangi Transjakarta saja, daripada harus menunggu angkutan kota atau bajaj yang tak tahu kapan akan datang. Saat kendaraan itu datang, segera ia menaikinya. Rasa gerah dan kantuk menyerangnya, tapi ia berusaha untuk tidak tertidur. Bau keringat juga kerap kali melintas di indra penciumannya, entahlah itu pasti bukan hanya keringatnya saja yang tercium.

Tak butuh lama untuk sampai di halte yang ia tuju. 20 menit adalah waktu yang lumayan singkat bukan? Dengan tingkat kemacetan yang juga terbilang padat.

Nashwa turun dari bus Transjakarta. Ia lagi-lagi harus berjalan kaki menuju rumahnya di dalam sana. Gang-gang kecil yang ia lalui sudah menyala akan lampu-lampu remang rumah penduduk.

"Huft, sepi sekali, tidak seperti biasanya begini." Disela-sela perjalanan menuju rumah, ia merasa diikuti oleh seseorang. Namun, ketika ia menoleh ke belakang, yang ada hanya tikus got yang lewat.

"Mungkin karena terlalu lelah."

krusuk krusuk'

"Siapa sih? Meong, pus-puss." Nashwa kira itu kucing, tapi lagi-lagi nihil tak ada apa-apa. "Aneh, tidak ada apa-apa."

Beberapa langkah sesaat, ia merasa sesak hinggap pada dirinya. Ada rasa dingin menyapa hidungnya, seperti kain. Perlahan kesadarannya mulai terkikis, tubuhnya tak lagi merasakan apapun setelahnya.

                                   🥀


Gelap nan sunyi, malam dingin dipenuhi oleh kesepian. Nashwa tersadar dari pingsannya. Gadis itu menatap sekeliling ruangan besar berinterior mewah, sepertinya ini sebuah kamar.

"Ini kamar siapa?" tanyanya penuh keheranan.

Gadis itu bangkit dari tempat. Ia mengitari seluruh ruangan ini, setiap sudutnya ia tak menemukan kebenarannya. Satu pintu mengarah pada luar, itu menarik perhatiannya, ia ingin keluar dari ruangan ini lalu pergi pulang.

Namun, langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara pria dari luar ruangan.

"Jangan biarkan gadis itu lepas, dia sangat disayangkan jika lepas." Suara itu terdengar tegas dan penuh penekanan.

Nashwa tidak tahu apa maksud dari si pembicara itu. Ia hanya berusaha memasang pendengarannya lebih tajam lagi. Barangkali, ia menemukan sesuatu yang bisa membawanya pulang kembali. Sungguh, ia seperti orang tahanan berada di sini tanpa ada yang ia tahu.

"Tuan, apa tidak salah? Dia masih gadis dan masih kuliah."

"Lalu, siapa yang akan peduli? Dia cantik dan manis, saya akan memilikinya untuk sedia kala, bahkan untuk kapanpun itu jika aku mau."

"Tapi, Tuan saya-"

"Diam! Cepat periksa gadis itu sekarang juga!"

Suara itu terdengar semakin jelas. Nashwa tahu mereka sedang menuju ke arah ruangan ini. Jantungnya berdegup kencang, ia sudah tahu apa maksud dari pembicaraan dua pria tadi. Ia tahu, tapi ia bingung akan kemana dirinya pergi nanti? Ia benar-benar terjebak saat ini.

Ceklek

Pintu itu terbuka lebar, dan tentu saja Nashwa memilih mundur. Gadis itu ketakutan luar biasa saat itu juga, ia ingin sekali menghilang. Sungguh!

"Rupanya kau sudah bangun, Nona cantik." Pria bertubuh tinggi itu menyungging senyum. Ia mendekati Nashwa dengan langkah perlahan.

"Siapa Anda?" tanya Nashwa. Gadis itu takut bukan main, sekarang ia sudah berada di batas tembok, tak lagi bisa untuk mundur lagi.

Pria itu mengulurkan tangannya. "Perkenalkan, saya Berlan Aryasatya, senang bertemu kau, Nashwa."

Nashwa menepis tangan itu kasar. Ia tidak ingin menerima uluran orang asing seperti Berlan. Gadis itu menggeleng kuat, air matanya menetes sudah setelah sekian menggenang di pelupuk.

"Saya tidak butuh perkenalan, saya hanya butuh lepas untuk pulang."

"Sayang sekali, kau sudah menjadi milik saya, Nashwa."

"Tidak akan pernah!" sangkalnya merasa tak terima.

Bukannya marah, Berlan justru mendekat, lalu berbisik, "Oh dengan senang hati cantik, aku akan melayanimu mulai saat detik ini."

Tuhan maha adil, Tuhan maha adil. Itulah yang saat ini Nashwa percaya, dan bahkan selamanya. Tawa Berlan terdengar sangat keras, sementara tangis tertahan yang Nashwa sembunyikan. Dirinya menunduk dalam, tubuhnya merosot menyentuh lantai dingin. Ia menjadikan lututnya sebagai persembunyian wajahnya.

"Hahaha, malang sekali nasibmu, Sayang."

🥀

Hai, sudah kenal saya?

Deagi

SEKALA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang