Chapter 3 || Nero Nude Aryasatya

1.1K 69 16
                                    

'Chapter 3'

.

.

.

"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, kalimat itu tidak selalu benar." -Nero

🥀

     Nashwa mengusap-usap wajahnya berkali-kali di bawah guyuran shower. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai dan basah, semua tubuhnya juga basah. Penampilannya sangat kacau. Ia menjambak rambutnya sendiri hingga rontok, ia tak peduli terhadap rasa sakitnya. Gadis itu lebih peduli hatinya ketimbang tubuhnya. Hatinya telah rusak, tubuhnya juga rusak, bisa dikatakan ia gagal menjaga diri.

Tiba-tiba saja ia teringat kata-kata Bapak di kampung halamannya.

"Nduk, anak perempuan itu adalah berliannya seorang ayah. Sangat berharga dan tidak ternilai harganya. Jika kelak kau telah dewasa, kau harus bisa menjaga dirimu sendiri. Sebab Bapak tak lagi selalu ada untukmu."

"Iya, Pak. Nashwa tahu, Nashwa juga akan menjaga diri Nashwa sendiri."

"Bapak percaya."

Senyum Bapak yang ada di bayangannya membuat tangisnya semakin menjadi. Kejadian kemarin, kejadian yang tidak pernah ia duga. Mengingat hari kemarin, benar-benar membuatnya jatuh sejatuh-jatuhnya. Di mana si pria bejat itu merenggut sebuah keberhargaan ayahnya.

Nashwa menggeram, menjerit, berharap Tuhan akan menghilangkan ingatannya. "Ya Tuhan, ambillah aku saat ini juga."  Tubuhnya terduduk lemas, air yang mengguyur tubuhnya tak lagi terasa baginya. Yang ada hanya sebuah sakit tak tergantikan. Kesadarannya kian menipis, hingga akhirnya lenyap.

🥀

  "Ayah tidak bisa pulang hari ini, jaga rumah baik-baik."

Seorang pemuda tampan berseragam SMA itu, duduk menghadap ke danau yang tenang, kemudian ia menjawab perintah sang ayah. "Iya, Ayah."

"Bagus, kau harus jadi orang yang berguna untuk saat ini dan masa depan," pesan Ayahnya. Jika didengar, suaranya penuh ketegasan yang dalam.

Pemuda tampan itu mendengkus. "Iya, Ayah," jawabnya lagi, lalu kemudian jarinya mematikan telepon. Ponsel hitamnya kembali ia masukkan ke dalam saku. Membosankan sekali rasanya menjadi tuntutan ayah.

"Sejak, Kak Erlan meninggal, Ayah jadi bertindak semaunya saja. Aku bosan kalau seperti ini terus."

"Jangan mengeluh terus." Ia tersentak oleh seseorang yang tiba-tiba menepuk pundaknya.

Pemuda tadi melirik sekilas ke samping, kemudian kembali menghadap ke bawah. Seseorang yang tadi menepuk pundaknya mengambil duduk di sampingnya. "Sedang ada masalah, Nero?" tanyanya penasaran.

"Hm, bukan masalah besar."

"Tapi wajahmu selalu murung setiap kali kulihat, kukira masalahmu banyak." Pemuda itu bersikeras menebak.

"Sudah kubilang tidak, ya tidak, Delon." sangkalnya.

Pemuda bernama Delon itu menyeringai. "Keras kepala sekali kau rupanya, Nero. Aku tahu kau pasti memiliki masalah besar yang kau pendam sendiri."

SEKALA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang