Chapter 11 || Pernikahan?

441 31 0
                                    

'Chapter 11'

.

.

.

"Menikah memang ibadah, tapi pernikahan tidaklah dengan terpaksa"

🥀

 "Nikah? Ayah menikah dengan Nashwa?"

Nero berdiri di depan pintu, telinganya ia tempelkan pada daun pintu kamar sekap Nashwa. Diam-diam pemuda itu memang sudah menguping sejak awal. Bukan tanpa sebab, ia amat sangat penasaran seperti apa tersiksanya Nashwa di dalam sana. Mencoba beberapa kali berpikir untuk menyelamatkan Nashwa, tapi ia tidak tahu caranya. Alhasil ia hanya turut prihatin atas penderitaan Nashwa.

"Kalau saja, Ayah berhasil menikahi Nashwa? Itu artinya Nashwa adalah ibuku? Ya Tuhan, aku tidak mau mempunyai ibu yang usianya hanya terpaut sedikit diatasku." Nero bergidik ngeri.

Ia harus mencari cara! Itulah yang ada dibenaknya sekarang. Pemuda itu tampak berpikir, gayanya seperti sedang melirik sana-sini, tapi ketahuilah ia benar-benar sedang berpikir. Menolong Nashwa bukanlah hal yang mudah, karena lawannya adalah ayahnya sendiri. Nero jadi bingung sendiri, antara mendukung ayahnya atau lebih baik menolong Nashwa agar gadis itu kembali hidup normal.

Ceklek!

Nero hampir jatuh ke belakang, pintu yang menjadi tumpuan tubuhnya terbuka. Mendadak pemuda itu diserang panik, jantungnya berdegup tak normal. Wajah garang ayahnya tampak jelas tercetak di sana.

"Kenapa kau di sini? Seharusnya kau beristirahat, bukankah kau masih sakit?"

Nero gelagapan sendiri, berusaha mencari alasan yang tepat. "Itu, em..., tadi ada tokek di atas pintu ini, Yah. Besar, sangat besar!" alibinya.

Berlan mengerutkan keningnya, pria itu sontak mendongak untuk memastikan bahwa ucapan anaknya benar. Matanya tajam, ia tidak menemukan ada tokek di sana. "Tidak ada tokek, Nero."

"Tadi ada, Yah! Sekarang kenapa tidak ada ya? Aneh sekali ya, hehe." Nero tertawa garing.

Sedangkan Berlan semakin tajam menatap Nero yang sudah jelas ketahuan berbohong. "Kau berbohong, Nak."

Sial! Raut wajah itu tak berekspresi, membuat nyali Nero benar-benar hilang. Pemuda itu sudah kepergok, harus bagaimana ini? Ia tidak pandai mencari alasan.

"Sialan! Dasar tokek, harusnya kau ada saja saat aku bilang tadi! Mengapa tidak ada sih, ya memang tidak ada sih."

"Nero!"

"Oh itu, cicak empat, iya ada empat cicak." Sial! kenapa mulut ini nakal sekali.

Cicak? Kali ini Nero terselamatkan, karena cicak menempel pada dinding di sana, hanya saja jumlahnya salah. "Hanya dua cicak," sahut Berlan.

"Oh."

"Ck! Ayah tanya sekarang, kenapa kau bisa berada di sini?"

Sial! Sial! Sial! Nero benar-benar sedang sial  waktu ini. Jika saja ia bisa bertelepati, sudah ia lakukan sejak pintu dibuka tadi.

"Itu..., em anu, Yah-"

Lama menunggu jawaban, Berlan lebih dulu memotong. "Sudahlah, kembali saja kau ke kamar!" Pria itu memilih pergi meninggalkan Nero yang masih bingung itu.

Dalam hati Nero sangat bersyukur, akhirnya ia tidak jadi dipergoki oleh ayahnya. Pemuda itu mengelus dadanya pelan, mengambil napas lega. "Syukurlah."

Ia mengamati punggung ayahnya yang perlahan mengecil seiringnya jarak yang kian menjauh. Kemudian ia kembali menghadap ke pintu kamar sekap Nashwa. Ia berniat untuk masuk ke dalam, tapi urung ia lebih memilih memundurkan langkahnya. Baru saja ingat, bahwa di dalam sana ada dua penjaga yang ditugaskan untuk menjaga Nashwa agar tidak kabur.

Mungkin besok masih bisa, Nero mengangguk yakin. Lalu pemuda itu pergi meninggalkan tempat itu, dan beralih menuju kamarnya.

"Besok, akan ku cari caranya. Kau tenang saja Nashwa."

🥀

Hai gaes! Hehe masih lanjut nih cerita gaje saya.

SEKALA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang