7 | Special Day

80 34 3
                                    

Satu hal paling identik dengan orang Indonesia ketika kerabatnya berulang tahun adalah menunggu traktirannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu hal paling identik dengan orang Indonesia ketika kerabatnya berulang tahun adalah menunggu traktirannya. Lesti berulang tahun hari ini, dan kak Hanim membuat pesta sederhana di tepi pantai untuk merayakan hari jadi putri semata wayangnya. Tidak banyak yang diundang, hanya beberapa teman dekat Lesti dan kerabat mereka, termasuk kami, para anak KMP serta pak Herry dan istrinya.

Malam seusai salat Isya, kami berkumpul di halaman rumah kak Hanim sebelum berangkat bersama ke tempat acara. Jika ditotalkan dengan kendaraan pak Herry, kak Hanim, dan 3 sahabat Lesti. Maka terdapat 6 sepeda motor. Kak Hanim meminta masing-masing teman Lesti yakni Sari, Mika, dan Rana membonceng Bella, Luciana, dan Tsana. Sementara Lucky diminta untuk memboncengku.

"Lucky pakai motor kak Hanim yang satu lagi, ya," kata kak Hanim pada Lucky, "Boncengan sama Hana,"

Aku dan Lucky kompak saling bersitatap.

"Okay, kak," jawab kami bersamaan. Sebenarnya aku tidak keberatan, lagipula hanya sekadar berboncengan tanpa melibatkan perasaan.

"Kalau begitu ayo kita berangkat ke pantai sekarang," Kak Hanim menstarter motornya, membonceng kedua anaknya. Dan aku segera menghampiri Lucky yang sudah siap meluncur ke pantai.

"Aku naik nih,"

"Nggak usah, jalan kaki saja. Berat,"

"Aish, jinjja," Refleksku mengucapkan frasa kekesalan dalam bahasa Korea, "Aku nggak berat tauu,"

"Kamu berat tauu," Lucky tersenyum jahil.

"Kamu nggak boleh mengucapkan itu pada perempuan. Berdosa!" Aku memperingatkannya.

"Emangnya kamu perempuan?" tanya Lucky, "Di mataku kamu bukan perempuan,"

"Jadi apaan?"

"Masa depan."

Mendengar itu aku hanya menggeleng-gelengkan kepala, tidak menyangka betapa 'buaya'-nya sosok di hadapanku saat ini.

"Kini aku percaya ...." Tanganku bersedekap di dada, tersenyum miring ke arahnya.

"Percaya apa?"

"Istilah buaya darat," sambarku cepat, "Dasar Lucky buaya darat. Tahunya baperin anak orang,"

Seulas senyuman tipis terlihat di sudut kiri bibirnya, "Baper karena aku, ya?"

"Nggak kok!"

"Iya tuh! Pipinya merah!" Telunjuk kanannya mengarah ke pipiku. Sontak aku memegang kedua pipiku yang memanas.

"Nggak!"

"Iya!"

"Aish, dibilangin"

"Hei!" Suara Bella menukik, sontak mengejutkan kami berdua, "Itu dua sejoli tidak ada niatan berangkat sekarang juga, kah?"

67 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang