Basement masih berisik seperti pagi sebelumnya. Namun kali ini bercampur rasa gugup, dan detak jantung tak karuan. Sebab hari ini merupakan hari pertama kami bertemu dan mengajar anak-anak SD. Berhubung jadwal dan lokasi mengajar kami sama, aku dan Bella berangkat pagi-pagi sekali. Sementara teman-teman yang lain berada di sekolah, menunggu jadwal giliran mengajar.
"Bismillah, semangat!"
Aku dan Bella berjalan kaki menuju rumah pak Rocky. Di sepanjang perjalanan, banyak warga melempar senyum dan beramah tamah pada kami. Bella yang terlihat jutek, nyatanya paling bisa mengakrabkan diri.
"Kita ini di tanah orang, Han. Harus banyak berhati-hati. Nggak boleh terlalu cuek, dan nggak boleh terlalu ramah," Bella mengingatkan di sela jejak kami.
"Kenapa begitu?"
"Kamu percaya mistis?" tanya Bella. Aku mengangguk dan merapatkan jarak ke arahnya. Tampaknya topik yang akan dibahas Bella sedikit 'berat'.
"Percayalah. Setiap orang yang kamu temui, belum tentu salah satunya manusia,"
"Serius?"
"Hm, jadi berhati-hatilah,"
Setelah itu aku diam, meresapi perkataannya. Sebenarnya aku tidak meragu, sebab manusia selalu hidup berdampingan dengan 'mereka'—makhluk tak kasat mata (gaib). Bahkan menurut tetua di desa ini, penyebab Bella demam kemarin, itu karena ia tidak sengaja bertegur sapa dengan sosok tersebut sewaktu membersihkan perpustakaan beberapa hari lalu.
Mengingat letak perpustakaan yang agak jauh dari keramaian, dan terdapat pohon-pohon gaharu yang rimbun, bisa dibilang ada sebuah 'kehidupan' di sana. Tentunya tidak semua orang bisa melihatnya, hanya beberapa terpilih. Dan aku menyimpulkan bahwa saat itu mereka pasti mengucapkan selamat datang untuk Bella, entah itu sebagai perwakilan atau yang pertama terlebih dahulu. Tetapi untunglah Bella sekarang sudah baik-baik saja, dan jika dugaanku benar mungkin akan ada 'sapaan' selanjutnya untuk kami.
Sekitar 15 menit berjalan kaki, teras rumah pak Rocky yang memiliki luas seperti lapangan bulutangkis mulai tampak. Ada pohon mangga yang super besar di sampingnya, dan halaman rumah yang lumayan lebar meskipun terletak di tepi jalan.
"Kayaknya itu rumah pak Rocky, deh. Ramai banget," Bella menunjuk perkarangan rumah pak Rocky yang tampak seperti lahan parkir dadakan. Terdapat anak-anak kecil saling berkejar-kejaran, disambangi sahutan cemas para ibu; mengingatkan anak-anaknya untuk berhati-hati supaya tidak jatuh.
"Assalamu'alaikum, semuanya," seruku dan Bella bersamaan, semua atensi beralih pada kami.
"Wa'alaikumsallam, Ibu," Para Ibu menjawab serempak. Mereka bergegas memanggil anak masing-masing, menyuruhnya agar berhenti bermain.
"Ayo cuci tangan dulu," kataku, langsung mengambil tempat di wastafel yang sudah disediakan oleh pak Rocky.
"Siap, bu!" suara mereka yang nyaring menyahut gembira.
KAMU SEDANG MEMBACA
67 Days
General FictionDalam 67 hari mencerdaskan kehidupan bangsa bukan sekadar menyangkut intelektualitas anak bangsa, tetapi lebih jauh dan mendalam terkait pengembangan perikehidupan kebangsaan yang luas. Hana, Lucky, Tsana, Bella, Luciana, dan Miranda. Enam sekawan d...