5 | Remember to Love Yourself

73 35 8
                                    

Akhir pekan ini, ketika udara subuh masih sejuk, dan teras langit timur masih menunggu matahari perlahan naik tahta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhir pekan ini, ketika udara subuh masih sejuk, dan teras langit timur masih menunggu matahari perlahan naik tahta. Aku dan Tsana yang sudah sama-sama menyelesaikan salat subuh, sibuk dengan gawai masing-masing.

"Ayo, jalan pagi ke dermaga, Han," ajak Tsana tiba-tiba, "Mumpung masih pagi banget. Pasti udara masih segar di sana, dan paling penting bisa lihat sunrise"

"Tapi—"

"Please, ayo. Jalan pagi itu sehat, Han. Bisa mencegah depresi, loh."

Sebenarnya aku sedikit malas bergerak, apalagi berjalan kaki ke tempat yang dimaksud Tsana. Namun karena nada bicaranya, dan wajahnya terkesan memelas. Aku pun menuruti permintaannya. Setidaknya ada manfaatnya, daripada hanya rebahan sepanjang hari.

Dengan pundak sedikit turun, dan suara yang dibuat-buat lemah. Aku menyetujui ajakannya, "Ayo, sekaligus cari sarapan untuk mereka juga,"

Daguku menunjuk dua buntalan manusia yang sedang terlelap dalam tidur, Bella dan Luciana. Tsana tersenyum dan segera bersiap-siap. Aku tinggal mengenakan jilbab yang cocok dengan piyama gamisku.

"Pakai masker, nggak?" tanyaku pada Tsana yang sudah berada di sampingku. Saat ini kami masih berada di halaman rumah, belum bergerak sedikit pun menuju dermaga.

"Wajib dong, walaupun di sini zona hijau,"

Alhasil aku segera kembali ke basement dan mengambil masker kainku. Satu hal yang harus dipahami dalam pengkodean atau pemberian warna zona di berbagai daerah yang terkena dampak pandemi adalah bukan hanya sebagai simbol. Namun warna zona ini juga berguna sebagai pengkodean khusus untuk menentukan jumlah kasus infeksi di wilayah bersangkutan.

Meskipun pulau Buru saat ini berada dalam zona hijau, yang artinya mencakup wilayah yang tidak pernah terdampak, tidak ada peningkatan penambahan kasus baru dalam 4 minggu terakhir, dan angka kesembuhan mencapai 100 persen. Bukankah sebagai manusia yang berakal, wajib menetapkan protokol kesehatan? Jadi, jikalau masih ada manusia yang keras kepala dan tidak mematuhinya, sederhananya dia tidak memiliki akal. Apabila tidak memiliki akal, maka dia sama seperti 'Sahabat Otan'.

"Kalau begitu ayo!" Tsana terlihat bersemangat.

"Duluan saja," Aku mempersilakan dia untuk memimpin jalan dan menyusulnya dari belakang. Tetapi Tsana menggeleng dan menarik tanganku untuk berjalan berdampingan dengannya.

"Nggak mau. Maunya sama-sama,"

"Baiklah,"

Sekitar 5 langkah berjalan, kami melewati posko Lucky (begitulah Lucky menyebut rumahnya). Pintu dan jendelanya masih tertutup rapat, di dalam benakku mungkin sehabis salat subuh ia tidur kembali. Karena tidak ingin membuatnya terganggu, aku melangkahkan kaki secara perlahan. Namun, tanpa diduga Tsana berseru tepat di jendela kamarnya.

"Lucky, bangun!" serunya sambil mengetuk jendela kamar Lucky.

Setelah itu ia berlari menjauh, menertawakan keisengannya. Mataku sedikit terbelalak dan keningku berkerut keheranan, terkejut dengan sikapnya yang tidak biasa, atau mungkin beginilah dirinya yang sebenarnya.

67 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang