Sofia Amanda

175 17 0
                                    

Author: bbellezach

[Sofi Pov]

Gua, Sofia Amanda. Anak bungsu yang punya tiga kakak. Satu cewek dan dua cowok. Gua anak yang paling sering lihat kedua orang tua gua berantem.

Semenjak kelas 3 SD gua lihat mereka berantem. Gua nggak pernah mau cerita ke kakak gua, ribet. Mereka suka nggak percaya sama cerita gua. Ya ... karena dulu gua suka bohong juga sih, hehe.

Mereka berantem karena masalah sepele. Karena ... alkohol.
Iya, beneran. Papa gua yang pecandu alkohol itu, sering
banget maksa minta uang ke mama buat beli alkohol. Padahal, mama udah capek banting tulang sana-sini buat nafkahin anak-anaknya.


Kata mama,
Satu bulan setelah papa dan mama nikah, bisnis papa bangkrut. Di awal pernikahan, mereka masih biasa aja, tapi setelah kakak kedua gua lahir, semua mulai berubah.

Papa sering pulang malem dengan keadaan mabuk.Papa
sering diantar pulang sama temannya. Yang gua sendiri
nggak kenal sampai sekarang. Mama bilang, papa suka
mukul mama kalo papa mabuk atau nggak nurut sama ucapan papa.Udah KDRT. Gila nggak, sih?

Mama sering dimaki sama papa semisal nggak nurut, sekarang. Bahkan, sekarang lebih parah!
Papa sering ngatain mama bahkan anak-anaknya, termasuk gua.
Pertama kali tuh, gua dikatain 'Anj**g'.

Mama udah ada niatan mau cerai dari papa, tapi ... papa nolak mentah-mentah dan mukul mama sambil berkata yang jelek-jelek. Mama udah beneran mau cerai, tapi malah muncul gua. Akhirnya,
Mama nggak jadi cerai dari papa. Karena, kasihan sama gua
dan kakak gua. Masa gua lahir tanpa adanya seorang papa?
Mungkin Itu Pemikiran Mama Dulu.

Papa sekarang jadi orang yang palsu. Dia acting, bertingkah layaknya seorang papa dan suami yang baik.
Padahal, kenyataannya? Dih! Baik kalau mama udah gajian.
Papa juga masih sering main tangan. Tapi untungnya, ada gua
yang selalu cegah.
Gua selalu di rumah, beda sama ketiga kakak gua yang selalu di luar rumah.

Setiap mereka berantem dan papa mau mukul mama, gua
teriak. Cuma itu yang bisa gua lakuin, dulu gua masih nggak berani. Beda sama sekarang, gua berani.Tapi
sayang, terlambat.

Mama meninggal terlebih dahulu. Mama bahkan belum
nerima uang hasil jerih payah gua sendiri, mama belum
lihat gua sukses seperti sekarang ini.
Mama meninggal di usia gua yang ke-17. Papa? Dia pergi
Setelah tau kabar mama meninggal. Dia nggak ada di samping
gua dan kakak-kakak gua.
Gua semakin terpuruk karena papa nggak kembali ke rumah.


Udah 6 tahun setelah mama ninggalin gua dan papa yang
nggak tau ke mana perginya.
Kini, gua udah sukses. Gua udah bisa menghasilkan uang,
bisa beli apapun yang gua mau. Gua ambil semua
pekerjaan yang ditawari ke gua, gua nggak peduli ngga ada waktu
santai,gua ngga mau bersantai. Justru kalau gua terlalu santai,
bisa-bisa gua balik mikirin kejadian 6 tahun yang lalu.

[Author pov]

Sofi berada di dalam kamarnya sekarang. Ia duduk
menghadap jendela luar, memperhatikan hujan di luar.
"Duh! Hujan kapan berhenti, sih?Gua mau ketemu mama nih!" ucap Sofi cemberut.

Sofi menatap ke arah jendela luar. Lagi, ia tiba-tiba teringat kejadian 6 tahun yang lalu. Air mata Sofi mengalir tanpa izin dan membasahi pipi mulusnya.
"Sofi ... kangen sama mama,"katanya pelan sembari mengambil bingkai foto mamanya. Ia memeluk
bingkai tersebut dengan sangat erat.
Tanpa sadar, ia tertidur dengan air mata yang terus mengalir.


***

"Dek? Ayo ke makam!Udah reda hujannya!" teriak Vio dari luar
pintu kamar. Sofi terbangun, ia menatap jam.Ternyata sudah dua jam ia tertidur.

"Iya, Kak," jawabnya, Sofi keluar kamar dengan wajah yang terlihat
Sehabis tidur. Ia akan ke kamar mandi, mencuci wajahnya
agar lebih fresh.

"Abis nangis?"tanyaVio.

"Ayo Kak berangkat!" ajak Sofi tanpa menjawab pertanyaan Vio.

Sesampainya di makam, Sofi berjongkok di samping makam mamanya. Dia mengusap batu nisan makam sang mama.

"Ma, Sofi dateng, nih!Mama kangen 'kan pasti?" kata Sofi tersenyum.
Vio---beserta kedua anaknya---berdiri memperhatikan Sofi.

"Ma, anaknya Kak Vio lucu-lucu, ya?Suatu saat nanti, Sofi
ke sini bersama anaknya Sofi, oke?Tapi nggak tau kapan. Hehe," kata Sofi disusul kekehan kecilnya.

"Mama, Sofi sekarang sudah jadi designer, Sofi ingin buatgaun khusus untuk mama, terus dipakai sama mama kalau mama mau pergi ke kondangan."

"Ma, Mas Asa sekarang tinggal di Bandung. Dia yang udah lama nggak dateng ke sini?Mas Asa sekarang udah lumayan tua, tapi tetep ganteng. Kalau Mas Andra, dia sibuk banget
kayaknya sampai susah Sofi hubungi. Sofi kangen sama
Mas Asa dan Mas Andra," curhat Sofi.

"Ma, Sofi kangen deh, sama pelukan mama. Mama peluk Sofi lagi dong! Sofi butuh itu, Ma. Sofi butuh banget."

Vio ikut jongkok di samping Sofi, ia memeluk Sofi dari
samping sambil mengusap bahu Sofi untuk menenangkan adeknya.

"Ma, mama pernah bilang ke Sofi. Kalau seandainya Sofi butuh pelukan mama, kapanpun itu, mama akan peluk Sofi. Nah, sekarang Sofi butuh, ma. Ayo peluk Sofi!"
Hening beberapa detik, Sofi masih berusaha menahan suaranya.

"Oh! mama tau?Sofi iri sama Mas Asa dan Mas Andra, mereka udah sukses saat mama masih ada. Sofi juga pengen mama lihat Sofi udah sukses sekarang, Sofi pengen mama bilang
bangga sama kerja keras Sofi sama seperti saat mama bilang
itu sama Mas."

Vio nggak bisa menahan lagi air matanya yang terlanjur mengalir deras."Dek, pulang yuk! Udah mulai sore, nih. Ayo!" kata Vio dijawab anggukkan oleh Sofi.

"Ma, Sofi pulang dulu, ya?Besok sore, Sofi ke sini lagi. Dadah, Ma," pamit Sofi, ia berdiri dan menggandeng tangan Jeje---anak pertama Vio.

"Tante, tante jangan sedih lagi, Masih ada aku yang nemenin tante," kata Jeje, Sofi mengangguk, mengiyakan.
Jeje bawel kalau udah di jalan mau ke parkiran, katanya
sih, biar tantenya terhibur sama ocehannya.

"Tante, kalau ada yang bilang Jeje jelek kalau pake bando,harus diapain?"tanya jeje sambil menatap Sofi.

"Diemin aja, oke?Jeje cantik pake apa aja kok," jawab Sofi.

"Tapi, kata mama, mendingan disumpel aja mulutnya pake
sepatu," kata Jeje Sofi ketawa, kakaknya kocak banget kasih jawaban ke anaknya cuma biar nggak sedih dikatain.

"Tante kenapa ketawa?" tanya Jeje,
Sofi menggeleng." Nggak apa-apa, mamamu kocak sih, abisnya!" jawab sofi masih tertawa.

"Dek, kakak ada urusan mendadak. Kamu bawa Jeje, ya? Kakak pusing kalau mau mereka berdua soalnya," kata Vio setelah sampai di parkiran.

"Kak, kalau ada yang katain Jeje jelek pake bando disumpel aja ya mulut orangnya?" tanya Sofi.

Vio diam karena bingung, dan baru paham setelah ngeliat Sofi ketawa.
"Berisik dek! Udah kakak pergi dulu." ucap Vio yang hanya dibalas anggukan.

"Dadah mama. Nanti pulang bawain jajanan yang enak,
ya!" teriak Jeje,Vio mengangguk mengiyakan.

"Tante, jalan-jalan dulu, yuk?Jeje bosen nih," kata Jeje.

"Mau kemana emangnya?" tanya Sofi.

"Taman di deket butik tante, di situ adem. Ya? Ya?"

"Iya, Sayang, ayo!" ajak Sofi


***

Sampai di taman, Jeje minta dibelikan es krim, katanya udah lama nggak makan es krim dia.

"Bolehkan, Tante?" tanya Jeje sambil memasang wajah imutnya.

"Duh! Gemes banget kamu!Iya, iya. Boleh, ayok!" jawab Sofi.

Jeje langsung lari duluan ke tempat yang jual es krim Meninggalkan Sofi yang masih berjalan santai.

"Tante, ayo cepat!" teriak Jeje sambil cemberut, Sofi mau nggak mau harus berjalan cepat menghampiri Jeje, daripada dia ngambek. Bahaya.

"Nah, ayo!Mau yang mana?" tanya Sofi sambil menggendong Jeje begitu sampai di kedai es krim.

"Mau yang coklat!" jawab Jeje cepat.

"Okey!"

"Pak, saya pesen es krim coklatnya dua, ya?" kata Sofi.

"Siap, Neng."

Sofi duduk di bangku yang sudah ada di sana. Dia menunggu sambil dengerin ocehannya Jeje.

"Punten, Neng, ini pesana---"

Sofi terkejut saat tahu seseorang yang selama ini pergi,kini berada dihadapannya.


"Papa?"

*****

Bangchin 2021( ONS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang