TEN: [CHANGE ME]

196 20 16
                                    

TEN-CHANGE ME

"-Girl, I'm ready, if you're ready, now

Oh, as I'm never gonna be

If you're with it, then I'm with it, now

To accept all the responsibility-"

DIMANA gelang itu?

Pagi-pagi Tiara sudah membatin di dalam hatinya. Ia mengingat-ingat kembali dimana ia meletakan gelang merah itu. Semenjak tiba di Rotterdam, ia sudah tidak pernah lagi melihat gelang merah itu. Apa ia lupa membawanya dari Indonesia? Tapi terakhir yang diingatnya, ia meletakan gelang merah itu di dalam pouch tempat ia menaruh alat make-up-nya saat ada di dalam pesawat menuju Rotterdam. Tiara segera menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin ini akibat mimpi tadi. Entah bagaimana sampai Tiara bisa memimpikan Raga dan gelang merahnya itu. Tuhan, apakah ia berdosa memimpikan suami orang?

Tiara menghela napas berat. Ia segera berdiri dari tempat tidurnya. Menuju ke meja riasnya. Segera dicarinya pouch-nya itu. Ia mencarinya di dalam laci-laci, sampai ia menemukan di laci ketiga meja riasnya. Pouch berwarna kuning menyala itu segera dibuka oleh Tiara. Ia mengeluarkan beberapa alat make-up hendak mencari gelang itu. Namun, setelah semua alat make-up-nya dikeluarkan semua Tiara tak kunjung menemukan gelang itu.

Tiara mencoba mengingat-ingat kembali, dimana ia meletakannya. Ia segera membongkar seluruh kamarnya. Benar-benar! Bagaimana ia bisa melupakan benda yang punya nilai sejarah baginya? Ataukah ini pertanda dari Tuhan bahwa ia harus membuang jauh-jauh Raga dari dalam pikirannya?

"Tiara... Tiara..." sebuah suara memanggilnya dari luar kamar.

Apalagi sih? Tiara menggerutu dalam hatinya sendiri. Sudah cukup lelaki itu merusak image-nya di mata teman-temannya. Jangan sampai lelaki itu merusak paginya lagi.

Tiara dengan gontai melangkah keluar. Membuka pintu kamarnya. Menuju sumber suara itu. Sumber suara itu berasal dari ruang tamu. Berdiri di sana Karl yang sudah lengkap dengan pakaian kantornya.

"Apalagi sih, Karl? Masih pagi-pagi sudah membuat keributan," rutuk Tiara.

"Aku mau nawarin ke kamu tumpangan ke kampus pagi ini!" jawab Karl.

Tiara melotot kemudian tertawa meremehkan, "Setelah kemarin kamu merusak image-ku di hadapan teman-teman kampusku?"

"Bagian mana rusaknya?" Karl berpikir mengangkat setengah alisnya, "It'll be fine I promise. Ini di Rotterdam, Tiara. Bukan di Jakarta."

"Tetap nggak bisa!" ujar Tiara kemudian sibuk mencari-cari di ruang tamu itu.

Tiara mengangkat bantal-bantal di atas sofa. Karl agak terusik melihat kelakuan Tiara itu.

"Cari apa, sih?" tanya Karl penasaran.

"Gelang!" kata Tiara sambil terus melakukan aktivitasnya.

"Gelang dari Xander?"

"Bukan. Gelang dari Raga," jawab Tiara refleks tidak menyadari kalimat yang keluar dari mulutnya.

Karl tertawa, "Masih simpan gelang dari suami orang? Gelang emas ya? Atau Berlian?"

Kata-kata Karl itu otomatis membuat Tiara tersadar akan apa yang ia katakan tadi. Tiara jadi gelagapan dan menghentikan aktivitasnya mencari gelang itu. Itu bukan gelas emas atau berlian. Itu hanya gelang karet biasa. Gelang karet yang biasa dipakai anak kecil berwarna merah dengan tulisan Raga yang sudah agak memudar di atasnya.

"Sini!" Karl menarik tangan Tiara yang terpatung terdiam di hadapannya, "Aku antar kamu ke kampus sekarang. Ini udah jam berapa, Lieverd. Nanti pulang sebentar, aku bantu kamu cari gelang dari Raga itu," ujarnya kemudian menyeret Tiara keluar dari apartemennya.

BELIEVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang