ELEVEN: [THE FEELING]

154 14 12
                                    

ELEVEN―THE FEELING

"―Am I'm in love with you?

Or Am I in love with the feeling―"

TIARA mengerjapkan matanya. Sinar mentari pagi menusuk matanya. Ia segera menghalangi sinar itu dari matanya dengan tangan kanannya. Ia kemudian berdiri secara perlahan dari tempatnya tidur. Rasa sakit di punggungnya tak terelakan. Mungkin, karena ia tidur hanya beralaskan kemeja Karl dengan lantai yang keras. Tiara merengangkan kedua tangannya agar otot-ototnya tidak tegang. Ia kemudian mengedarkan pandangannya ke sekelilignya. Karl sudah tidak ada di sana. Kemana perginya Karl?

Tiara segera meraih kemeja tempat ia berbaring tadi, mengebaskannya, sebelum mengenakannya seperti cardigan. Ia kemudian beringsut mendekati pegangan besi di tepi. Mendapati restoran De Tuin di samping masih sangat sepi. Pandangannya kemudian menemukan Karl yang baru saja keluar dari De Tuin sambil membawa dua gelas teh di tangannya. Laki-laki itu hanya mengenakan kaos dalaman tipis berwarna hitam. Seketika Tiara teringat akan malam yang dihabiskan mereka berdua. Pipinya merona merah.

Karl yang menyadari kalau Tiara sudah bangun dan menatapnya. Ia menatap Tiara dengan mata almondnya yang tajam sambil mengangkat gelas yang dibawanya. Seakan menunjukkan kepada Tiara apa yang akan dibawa untuknya. Ia terus berjalan, menaiki tangga windmill house ke atas dan menemui Tiara.

Tiba disamping Tiara, ia segera menyerahkan segelas teh yang dibawanya, "Penelitian mengatakan bahwa kombinasi kafein dan L-Theanine, asam amino alami yang ditemukan dalam teh mampu meningkatkan daya ingat, fokus dan konsentrasi. Jadi teh baik untuk mengawali hari."

Tiara menatap sebentar teh yang diberikan oleh Karl, sebelum mengambilnya.

Keduanya bersandar di pegangan besi di situ, sambil menatap pemandangan disekelilingnya. Kemudian hening menyergap keduanya. Hanya sesekali terdengar seruputan teh dari keduanya.

Cukup lama mereka berada dalam kesunyian sebelum Tiara tersentak kaget, "Jam berapa ini?" tanyanya tiba-tiba.

Karl melihat arloji yang tersampir di tangannya, "Jam sepuluh lewat lima belas," jawab Karl.

"Ya, ampun! Aku bangun telat. Mampus! Hari ini aku ada kelas jam sembilan," Tiara panik, "Duh.. Gimana dong?" lanjutnya.

"Hari ini bolos aja. Sesekali 'kan nggak masalah," Karl seolah memberikan solusi yang sebenarnya bukan solusi.

Tiara mengembuskan nafasnya, "Ya... sesekali, lama-lama kebiasaan," keluhnya.

"Sebagai gantinya, kita ambil mobil kamu ke Kinderdijk. Lalu kita lihat-lihat windmills ke sana," tawar Karl.

"Aku butuh perjalanan yang lebih menarik, biar pengorbananku untuk bolos nggak sia-sia," kata Tiara.

Karl tersenyum sambil menatap Tiara dengan tajam, "Oke. Habiskan tehmu, kita kembali ke apartemen. Lalu menyiapkan perjalanan yang menyenangkan hari ini!" Karl mengangkat gelas tehnya yang sisa setengah gelas ke depan Tiara, "Cheers for today!"

***

Tiara menatap ragu Karl yang sedang menuntu city bike-nya dari The Red Apple ke Scheepmakershaven. Ia berjalan di samping Karl yang menuntun sepedanya. Haruskah ia kembali naik sepeda bersam Karl untuk pergi ke Kinderdijk. Yang benar saja, Kinderdijk masih 15 kilometer dari Rotterdam.

"Karl, kamu yakin kita mau ke Kinderdijk pake sepeda?" tanya Tiara yang agak meragu.

"Yakinlah!" Karl mantap, "Kata kamu 'kan butuh perjalanan yang lebih menarik."

"Tapi, Karl, lima belas kilo loh jauhnya Kinderdijk," ujar Tiara.

"Trust me, okay!" Karl meyakinkan sambil menatap Tiara dan tersenyum penuh keyakinan.

BELIEVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang