SIX: [STUCK IN THE MOMENT]

2.5K 127 28
                                    

SIX—STUCK IN THE MOMENT

“―And I know you can’t love me, hey

I wish we had another time―”

JEMBATAN Erasmus terbentang. Salah satu jembatan termegah di dunia itu tampak kokoh berdiri. Lambang kejayaan Rotterdam itu menyeberangi sungai Nieuwe Maas. Lalu-lalang manusia yang berjalan kaki, bersepeda, berkendaraan bermotor bahkan beberapa trem di dekatnya. Menghiasi sore hari yang cukup dingin itu. Karl memarkirkan sedan-nya di sebuah area pinggir sungai Nieuwe Maas yang terletak di Noordereiland. Ia kemudian turun dari dalam sedan-nya dan langsung membukakan pintu untuk Tiara.

Tiara mendesah kesal. Tadi ia dibohongi oleh Karl. Ia baru menyadari kalau kantor Karl ternyata berada di samping bangunan apartemennya saat keluar dari basement. Tapi, ia berpikiran bahwa Karl akan membawanya kembali ke kampusnya untuk mengambil hatchback-nya. Ternyata tidak. Disinilah mereka. Tiara menatap yang ada di sekitarnya dengan tatapan bingung.

“Aku minta dibawa ke kampus dan pulang. Bukan malah dibawa ke sini,” protes Tiara.

“Gue... eh, aku mau nunjukin sesuatu sama kamu. Just follow me, you’ll be fine,” kata Karl.

Tiara mendengus kesal. Sebelum akhirnya turun dari dalam sedan Karl.

Saat turun Tiara menghempaskan pandangan ke arah sekelilingnya. Benar-benar area yang bagus untuk memandangi keindahan jembatan Erasmus. Karl mengambil langkahnya terlebih dulu. Sedangkan Tiara mengekor di belakangnya. Ia memandangi ke kiri dan ke kanan, memindai satu per satu orang-orang yang ada di sekitarnya. Karl membawa Tiara untuk duduk di salah satu bangku panjang. Dari bangku tersebut, selain dapat memandangi keindahan jembatan Erasmus. Mereka juga dapat melihat bendera Indonesia. Berkibar dengan gagahnya di langit Rotterdam.  Berdampingan dengan bendera-bendera di berbagai belahan dunia. Ya, museum bendera. Tiara tersenyum melihatnya. Tiba-tiba saja ia kangen Indonesia. Kangen mamanya, kangen papanya, kangen Fika dan kangen... Rag—ah nggak boleh. Tiara menggeleng-gelengkan kepalanya.

Karl heran melihat tingkah Tiara itu. Ia mengernyitkan dahinya sambil menatap Tiara, “Kenapa?”

Tiara gelagapan, “Eh, nggak apa-apa. Aku... cuma... lihat bendera Indonesia di sana jadi kangen Mama dan Papa,” katanya.

“Tapi kok geleng-geleng kepala?” tanya Karl.

“Eh... nggak apa-apa kok. Bukan apa-apa,” kata Tiara sambil tersenyum kaku.

“Ingat pacar ya?” tebak Karl.

Tiara menggeleng, “Perasaan waktu di kantor kamu. Aku udah bilang kalau aku nggak punya pacar,” kata Tiara.

“Terus?” Karl masih tetap kepo, “Atau ingat calon suami yang ninggalin kamu itu?”

Seketika wajah Tiara berubah. That’s right!

“Jangan kepo deh,” jawab Tiara sambil menatap ke arah yang berlawanan. Agar ekspresinya tidak dilihat oleh Karl.

“Aku juga ditinggal tunangan sebulan sebelum pernikahan. Dan sekarang dia udah nikah sama orang lain,” kata Karl. Ia mencoba merogoh sakunya. Menemukan rokok di sana. Tapi, ia ingat kalau Tiara tidak boleh mencium asap rokok. Makanya ia mengurungkan niat merokoknya. Padahal saat membicarakan Sarah seperti ini, ia sangat membutuhkan rokok untuk merelaksasikan pikirannya.

Tiara berbalik ke arah Karl dengan ekspresi kaget, “Serius? Orang seperti kamu?” Tiara tak percaya.

Karl mengangguk, “Tapi udahlah, orang-orang kayak mereka nggak perlu disesalin ‘kan? Mending melanjutkan hidup,” kata Karl.

BELIEVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang