⌕. Tujuh

1.1K 215 40
                                    

 ∙۟ᱹ۫↻

ᨳ᭬°𖥕𖠗∙۟ᱹ۫↻

Memang faktanya segala sesuatu yang dijalani tak harus berakhir mulus sesuai harapan dan pandangan yang telah di terawang. Perasaan senang ketika membayangkan apa yang akan terjadi keesokan harinya tentu dapat mewujudkan senyum tak terduga.

Seperti Rivan yang berhasil membuat harapannya terjadi namun hanya sebatas mengantarnya hingga ke lampu merah, sementara gerbang sekolah anak itu ada di sebrang.

Karena kehadiran seseorang-ah bukan, dua orang yang tak ingin ia harapkan kedatangan mereka. Sangat, sangat, sangat tidak ingin.

Harapannya terputus tatkala tangan lain meraih tangan Michio, menggenggam nya erat lalu membawanya pergi menyebrang setelah melontarkan kalimat,

"Kak Michiii!!! Aku punya sesuatu buat ditunjukkan! Ayo kita ke kelasku sekarang! Cakra, kamu langsung ke kelas aja. Dan kakak asing ini langsung pergi aja ya, aku ambil kakak ku sekarang! Dadah!"

Rivan sendiri terlambat mencegah perampasan ini.

Bahkan Michio tidak sempat bilang apa-apa, mau itu sekedar ucapan terima kasih atau yang lainnya. Pemuda itu pasrah saja ditarik oleh teman yang lebih muda darinya agar langkah kaki mereka sama, oknumnya pasti si Veran.

Meninggalkan siswa bersurai kemerahan yang kini memandang tak enak pada Rivan seraya mengusap tengkuknya dan terkekeh kikuk. Dapat Cakra lihat sorot kelam itu menatapnya tajam menyiratkan kekesalan yang terpendam. Alhasil, tangan yang sempat ia ulur pun ditarik kembali.

"Hehe.. Sorry, bang. Gue gak tau kalo lo bakal kesini barengan sama datangnya gue dan doi.." Cicit Cakra pelan, ia dirundung perasaan takut walau Rivan hanya berdiam diri menghadap kearahnya tanpa membalas atau melakukan tindakan apapun.

Pemuda yang merupakan adik Theo itu mengadu dalam hati. Diamnya teman sang kakak laki-lakinya itu ternyata semenyeramkan ini. Karena biasanya ia menyaksikan raut senang ditemani gelak tawa setiap pemuda di depannya datang bermain ke rumah.

Namun, kali ini wajah itu sama sekali tak menampakkan ekspresi. Datar saja layaknya jalanan baru di aspal.

"Bang?" Cakra yang tak kunjung mendapatkan respon, berinisiatif melambaikan tangannya tepat didepan wajah Rivan, "gak ketempelan, 'kan?" lanjutnya.

Rivan menghela nafas sebelum menggelengkan kepalanya serta merubah raut wajahnya. "Gak, gapapa. Gak usah lambai-lambai lo, gue belum mau pergi ke langit."

Dengan segera Cakra menurunkan tangannya. "Ternyata emang bener yang di ceritain kak Michi kemarin kalo dia ketemu lo lagi ngerokok."

Bagian kiri alis Rivan terangkat. "Dia.. cerita?"

Anggukan kepala itu Rivan terima. "Hooh, kak Michi mana punya rem. Blong alias lancar jaya atau kata lainnya tuh terlalu jujur."

"Kayak anak kecil ya."

"Bukan lagi! Batita kayaknya lebih cocok, bang." Kata Cakra sambil menjentikan dua jarinya.

Terkekeh, Rivan menoyor kening Cakra menggunakan jari telunjuknya. "Ngawur. Tapi ga salah sih."

"Btw, itu prince lo emang suka tarik-tarik anak orang ya? Gue liat Michio hampir nyusruk ke tengah jalan tadi." Celetuk Rivan sembari menunjuk ke samping kanan, tertuju pada gerbang sekolah.

Bubblegum √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang