⌕. Sepuluh

829 175 28
                                    

∙۟ᱹ۫↻

ᨳ᭬°𖥕𖠗∙۟ᱹ۫↻

17.09

Sehabis pulang sekolah, Rivan buru-buru pergi ke kamarnya. Kini, ia terbaring di ranjang empuk seraya menatap langit-langit kamar yang berwarna putih. Tanpa mengganti seragamnya yang sedikit basah terkena keringat karena sebelum benar-benar pulang, ia bermain bola selama 15 menit bersama si trio juga anak kelas lain di lapangan sekolahnya.

Sang bunda sudah menyuruh anaknya agar langsung pergi membasuh diri, tetapi jiwa magernya anak itu timbul jika sudah melihat kasur. Seperti enggan untuk sekedar berdiri ditempatnya, maunya rebahan saja.

Otaknya mulai berkelana menuju pada suatu titik rekaman memori yang terlintas begitu saja. Bagaimana cara pendekatan yang benar dan cepat. Rivan sedang diajak bergelut dengan pikirannya sekarang.

Saking sibuk dan fokus sehingga mengabaikan sosok sang bunda yang telah berdiri di sisi kanannya.

"Bagus ya. Ga pake ganti seragam yang udah bau asem begitu malah main langsung rebahan aja."

Tersentak kaget. Rivan bergegas berdiri ketika suara sang bunda memecahkan fokus nya. Menyengir tanpa merasa bersalah, pemuda itu pun meringis setelah sang bunda melayangkan cubitan pada pinggangnya.

"A-akh-bunda.." Ringisnya sambil mengusap landasan cubitan maut sang bunda.

Bunda Anggita menatap malas jagoannya itu. Lengannya ia lipat, mengintimidasi sang anak. "Bunda awalnya bilang apa sebelum kamu naik keatas, hm?"

Melirik asal, Rivan terkekeh sumbang. "Suruh abang mandi hehe.."

"Nah itu tau! Kenapa malah tiduran kayak ikan asin dikeringin?"

"Mager tau, bun. Abang udah mandi juga tadi pagi."

"Terus? Kamu bau keringat tau, bang. Bagian belakang basah, tengkuk basah, muka apalagi, ditambah rambutmu lepek begitu. Tuh seprai kasur mu ikutan keringatan!" Ujar bunda Anggi tajam seraya menunjuk semua bagian tubuh si anak serta kasurnya yang ia sebutkan.

Rivan menghela, ia kena omel menyebabkan telinganya diserang rasa panas. "Iya ampun, bun. Ini mau mandi kok."

"Ya bagus, sana." Bunda Anggi mengibaskan tangannya mengisyaratkan Rivan untuk pergi mandi.

Rivan beranjak mengambil handuk yang digantung dibelakang pintu kamarnya. Ia sempat berkaca sebentar, ingin membuktikan ucapan sang bunda barusan. Dan ternyata memang benar, tubuhnya berkeringat. Rivan juga mengendus bau badannya, tidak bau asem seperti yang bunda katakan tuh. Menurut Rivan, mandi sehari sekali sudah cukup daripada tidak mandi.

Sebelum memutar knop kamar mandi, suara sang bunda sukses menghentikan pergerakannya.

"Ikut bunda ke rumah teman bunda ya, bang."

Kepala itu secepat kilat menoleh ke belakang. Raut tak terima ia tampilkan kepada sang bunda.

"Gak gak gak mau." Tolaknya sembari menggeleng.

Satu alis bunda Anggi naik. "Loh, kenapa gamau?"

"Ya masa bunda ajak abang kesana? Kenapa bukan kak Teduh? Atau si simpanan itu?"

Bunda Anggi lantas melotot mendengar ucapan sang anak. "Apa maksud abang heh?! Simpanan apa?!"

"Si Pino, bun. Pinoooo, kenapa bukan si adek aja? Dia kan demen makan dan nurut." Jawab Rivan dengan ekspresi memelas berharap bunda Anggi mau mengubah ajakan tersebut.

Bubblegum √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang