-AA 24

12 6 2
                                    

Saat teriakan-teriakan para siswa-siswi untuk melerai mereka yang kini tengah berkelahi membabi buta satu sama lain.

Bugh

Pukulan mendarat pada wajah Arkan, tangannya memegang luka tersebut. Arkan tersenyum miring.

"MAU LO APA BANGSAT!" tukas Arkan mempertajam matanya.

"jauhin Acha," ucap Abri. Nafasnya masih naik turun.

Bugh

Pukulan mendarat pada wajah Abri.

"Ada hak apa lo melarang gue dekat sama dia." pertanyaan yang Arkan lontarkan membuat Abri diam tak berkutik.

"Brengsek, lo cuman permaini dia." Abri geram dan menekan pada kata pertamanya.

"Kalau gue brengsek terus lo apaan hah! Lo sendiri yang labil. Lo yang mau deketin dia sama gue tapi lo sendiri yang merasakan sakit," kata Arkan.

Bugh

Bugh

Bugh

Mereka memukul satu sama lain sampai masing-masing babak belur.

"Gue gak akan deketin lo sama Acha lagi."

"Mari kita bersaing." Arkan tersenyum sinis. Lalu ia mendekati Abri dan memukulnya kembali.

"KALIAN..." Acha berteriak menggema terdengar di seluruh lapangan sekolah, mereka yang tersadar mendengar teriakan Acha kemudian memghentikan adu jotosnya.

"Acha," gumam Abri. Lalu gadis itu mendekati mereka dengan nafas yang masih memburu.

"KALIAN MAU JADI JAGOAN HAH!"

"KALAU KALIAN JAGOAN SINI LAWAN GUE," Acha berteriak seraya terisak.

"BURUAN LAWAN GUE, KATANYA JAGOAN." mereka masih tetap diam. Lapangan pun semakin ramai di kerumuni siswa-siswi. Ia berjalan mengarah pada mereka dan mengepalkan tangannya bersiap untuk memukul keduanya.

Bugh,

Bugh,

Acha melayangkan pukulan satu sama lain untuk memberi efek jera pada mereka.

"Kalian berantem gara-gara gue kan?" tanya Acha berdiri diam di tengah lapangan.

"Emang gue tuh biang masalah kalian aja, kan." Acha berjalan mendekati Abri dan menariknya mengakhiri perkelahian ini. Setelah kepergian Acha dan Abri, Arkan tersenyum kecut melihatnya.

Dengan langkah yang begitu cepat mereka berdua melewati koridor sekolah yang kini nampak sepi karena siswa-siswi nya masih berdiri di lapangan. Gadis itu membawanya ke ruang uks.

"Duduk," tintah Acha seraya membuka lemari yang di dalamnya lengkap dengan obat-obatin yang sudah di sediakan PMR dan satu kotak p3k,  Abri meringis menyentuh luka yang ada pada sudut bibirnya.

Gadis itu membuka kotak p3k dan mengambil obat merah dan kapas, ia mengobati luka Abri dengan pelan secara telaten. Jarak antara mereka begitu dekat, hembusan nafas Abri terasa oleh Acha, detak jantung Acha berdetak begitu kencang saat berhadapan dengan Abri. Namun kegugupan Abri terhempaskan jauh-jauh tatkala Acha menempelkan plester dengan gambar doraemon di ujung bibirnya. Sesekali Abri meringis merasakan perih yang menjalar pada luka tersebut.

Achazia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang