-AA 15

21 9 6
                                    

Pukul 14.59

Semua siswa tentunya menahan kantuk jika jam pelajaran terakhirnya. Seperti hal nya Acha nampak tak fokus belajar biologi pada saat jam terakhir. Mengusir rasa bosan karena harus mendengarkan bu Eni mengajar, Acha melirik luar kelas. Matanya menajam melihat cowok tersebut melalui kelas Acha namun mukanya melihat kearah lain jadi ia tak melihat wajah tuh cowok. "Benerkan cowok itu sekolah disini" batin Acha.

Jam pelajaran sudah selesai membuat siswa-siswa sekolah ini berhamburan pulang ke rumahnya masing-masing.

Cuaca hari ini nampak mendung. Mungkin akan turun hujan, pikirnya. Kelas sudah nampak sepi menyisakan Acha,Nashi dan Abri.

"Cha, gue nebeng sepeda lo lagi ya, soalnya enggak bawa motor hehe."

Acha mengangguk faham. Mereka berdiri dan melangkah pergi keluar kelas. Namun disaat mereka ingin menaiki sepeda sepertinya ada yang memanggil Acha. Mereka menoleh sudah ada Arkan yang berlari kecil mengejarnya.

"Capek banget." tutur Arkan.

"Salah siapa ngejar kita!" ketus Abri. Apa akan ada persaingan sengit untuk merebut hati Acha? Namun Acha masih bimbang untuk memilih salah satu dari mereka. Arkan adalah orang yang masih Acha kagumi. Namun Abri juga enggak kalah penting. Hidup nya selalu ada Abri, dimana ada Acha pasti disitu ada Abri.

Acha melangkah mendekati Arkan "Iya kak, kenapa ngejar Acha."

"Lo mau enggak nanti malam jalan sama gue Cha?" tanya arkan. Apa ini mimpi? Acha mungkin sedang halu namun halunya menjadi kenyataan Acha di ajak sama Arkan jalan. Dengan antusias Acha mengangguk bahwa ia setuju.

"Nanti malam gue chat lo." Arkan tersenyum dan berlalu pergi.

"Dia betes gue liatnya." Acha menyenggol lengan Abri, "Eh tapi dia dapat nomor gue dari mana?" Sambungn Acha memikirkan perihal nomor.

"Bodoamat, enggak usah alai, cepet naik." sewot Abri, namun akhirnya Acha menaiki sepeda bersama Abri.

Dengan sepeda yang mereka naiki seraya bersenandung membelah jalanan kota bandung. Menikmati udara segar karena cuacana mendung.

Acha mengangkat tangannya keatas, angin berhembus kencang. membuat rambut Acha menutupi wajahnya. melambai-lambai tangannya ke atas menyambut angin yang menyentuh kulitnya "Gue capek dengan masalah ini." Teriaknya seiring hembusan angin. Abri yang melihat hanya perlu mendengarkan Acha berbicara.

"Cha, gue ajak lo kesuatu tempat. lo mau?" tanya Abri , diangguki oleh Acha.

Tangan Abri memegang tangan kanan Acha dan menaruhnya pada pinggangnya. Acha tau maksud dari Abri kedua tangannya memeluk tubuh Abri dengan erat.

"Nyaman." wangi parfum maskulin Abri bisa tercium oleh Acha. Jarak mereka begitu dekat hingga membuat jantung Acha semakin berdetak dengan cepat, berirama layaknya alunan musik.

"Lo tau Cha, kenyaman menjadi awal untuk membuat seseorang jatuh cinta." Acha hanya kendengarkan ucapan Abri tanpa mau membalasnya.

Cinta memang menjadi alasan orang hidup, tanpa cinta mereka tak akan pernah bahagia. Orang yang selalu ada akan kalah dengan kenyamanan.

"Cha, lo beneran suka sama Arkan?" tanya Abri seraya menggoes sepeda.

"Gue enggak tau, suka atau hanya mengagumi saja." Acha sendiri masih tidak tau dengan perasaannya sendiri. Ia mengagumi Arkan namun tidak ingin kehilangan Abri. Bilang saja Acha egois namun kenyataannya memang benar adanya.

Setelah menggoes sepeda cukup jauh, mereka sampai pada tempat yang sejuk dan juga langit seolah mendukung karena mendung membuat mereka menghirup udara segar. Alam yang masih alami di tumpuhi pohon-pohon yang menjulang tinggi membuatnya berfikir panjang tempat apa ini. Pasalnya Abri baru mengajaknya ketempat senyaman ini.

Achazia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang