Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi

Bab 3 - The Roses Field

28.1K 2.8K 79
                                    

Caleigh Mansion, itu adalah nama hunian bernuansa pegunungan yang didirikan di perkebunan kopi Rosiatrich. Desa Caleigh terkenal dengan tanahnya yang subur karena letaknya di lereng gunung. Dukedom Rosiatrich sendiri punya ratusan hektar tanah perkebunan yang ditanami kopi serta mawar. Kopi adalah komoditi mahal di negara Teutonia dan hanya dapat tumbuh di beberapa lokasi saja, termasuk di tanah yang dimiliki Dukedom Rosiatrich.

Selain kopi, semak mawar juga terlihat di mana-mana. Namun mereka tidak menjual bunga potong. Kelopak dan kuncup mawar itu dipanen dan dikeringkan untuk dijadikan teh mawar. Buahnya yang disebut rose hip juga dipanen sebagai suplemen dan diseduh sebagai pendamping daun teh.

Kabarnya, ada penurunan hasil panen yang lumayan drastis. Padahal cuaca stabil seperti biasa. Pengelola juga rutin memperbaharui tanamannya serta memberi mereka pupuk organik terbaik. Penyebabnya pun belum diketahui.

Gwen memulai perjalanannya dengan kereta kuda yang ditarik oleh empat ekor kuda gagah keturunan terbaik yang dimiliki Rosiatrich Mansion. Interior keretanya juga mewah dengan ukiran bercat emas serta sofa empuk yang nyaman.

Edmund duduk bersama Gwen di sana dengan tangan memegang sebuah buku yang terlihat tua. Gwen mencoba membaca tulisan yang tertera di sampulnya, tapi dia tidak yakin dengan tulisannya karena sudah kabur dan sedikit kotor.

"Apa ada yang ingin kau katakan, Gwen?" Edmund menyadari kalau istrinya tengah melihat buku di tangannya dengan penuh minat.

"Itu buku apa?"

"Hanya buku tua, tentang hal-hal supranatural, sihir, dan semacamnya," jawab Edmund.

"Oh, jadi hal seperti itu benar-benar ada?" Gwen bertanya lugu.

Edmund diam sejenak sebelum akhirnya mengulas senyum tipis.

"Mungkin."

"Tidak perlu memikirkannya, ini hanya buku, dan hal-hal seperti itu sudah lama sekali tidak pernah didengar di Teutonia. Aku membacanya hanya sebagai hiburan." Edmund menggeleng, kemudian menutup bukunya.

"Aku bosan."

"Kau sudah berjanji tidak akan mengeluh." Edmund mengingatkan.

"Setidaknya kau bisa menemaniku mengobrol."

Gwen menguap, udara sejuk dan kebosanan membuatnya mengantuk.

"Tidurlah dulu, aku akan membangunkanmu ketika sudah sampai di mansion," saran Edmund.

"Baiklah." Gwen menyahut ceria. Gadis itu meraih bantal empuk yang disiapkan di kereta kuda, kemudian menaruhnya di pangkuan Edmund.

Gwen pun menaruh kepalanya di sana dengan ekspresi nyaman. Duke Edmund seketika kaku karena perilaku istrinya yang di luar dugaan. Betapapun Edmund menjaga jarak dengan Gwen, gadis itu tidak peduli dan tetap melakukan apa pun yang diinginkannya.

"Gwen, apakah tidak pegal seperti ini?" Edmund bicara hati-hati.

"Oh, apakah kepalaku berat, Ed?" Gwen bertanya lugu.

"Tidak, sih, tapi—"

"Kalau begitu, izinkan aku begini sebentar." Gwen memejamkan matanya damai dengan seulas senyum di bibir cantiknya.

Duke Edmund menghela napas, dengan sedikit ragu dia menaruh tangannya yang besar di rambut Gwen dan mulai mengelusnya. Memberikan istrinya kenyamanan. Edmund merasa Gwen lucu karena tingkahnya yang mengingatkannya pada Louie, kucing peliharaannya dulu yang manja.

Ketika dia mendengar Gwen mulai mendengkur pelan, Edmund kembali melihat bukunya yang sampulnya sudah robek dan menghitam, kemudian membacanya kembali dengan ekspresi penuh beban. Dia berulang kali menarik napas ketika membuka satu per satu halaman itu. Perasaannya gundah dan frustrasi. Ketika akhirnya dia tidak menemukan apa yang dia cari, dia pun meletakkannya gusar.

The Duchess Wants a DivorceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang