The Waters D

22 4 3
                                    

Play that song!








Kau masih disana?.

Sudah lima ratus tahun aku berkelana.
Dalam bintang yang mencengkeram fana.
Tak bisa kukatakan apa-apa.
Betapa indahnya kehancuran dunia.

Yang anehnya aku melihat bayangan ilusi.
Bergerak tak berhenti terus menari.
Terlepas uap emosi kesedihan.
Juga beberapa bola mata kucing.

Dulu semua lebih jelek daripada sekarang.
Zat-zat padat, cair dan gas semua benar-benar bekerja sekarang.
Hancurlah semua, tapi mengapa belum berhenti?.

Kugendong pecahan kaca jam dinding.
Punggungku diukir darah pahit.
Di padang pasir nan luas, aku melihat semut.
Berduaan dengan hangatnya.
Tidak terbersit sedikitpun hadiah.

Sendirian.

Kenapa semua begitu terasa sendirian.

Dan perlahan otak ini mulai mencerna sedikit hal.
Kita harus berdampingan.
Luasnya alam, dan kehancurannya tidak pernah ada.
Hanya tugas ini kita jalani.
Penggandaan.

Lima ratus tahun lalu.
Salah satu jam enam.
Gempa kecil terjadi di pesisir kota.
Mengundang air besar melahap kita.

Hiatuslah statusmu.
Gandakanlah dirimu.
Makanlah pecahan kaca itu.
Lorong gelap yang dituju.
Selalu seperti itu.

Nirwana seakan tertutup.
Mata mungkin lima hari tak berkedip.
Sibuk mencari yang lain.
Hanya sibuk dan terus sibuk.

Asap hijau bersahutan di angkasa.
Jalan pulang sepertinya dibatasi.
Didepanku berdiri diam rangka dinosaurus.

Kaca hitam kutancapkan ke hidungku.
Aku rasakan sakitnya terbius.
Gerigi mulai membesar.
Suara dangkal tak terisak.

Mengadu saling beradu dalam sesak.
Lempar tangkap apasaja yang terlewat.
Puncaknya adalah dinding.
Dinding tebal yang kita dukung.

Metana dimana-mana.
Bibir tersenyum.
Dagu mulai berbenah.
Lima ratus tahun lagi aku tahu.
Kita akan perang.

Petir.

Ratu yang terdiam masih menunggu daun.
Menanti dandanannya yang ramah.
Meluapkan dahaga emosi.
Ratu lupa dirinya dimana.
Badut mulai menggencarkan rasa.

Besi mulai menggigit.
Petani emas kian menjerit.
Dedaunan kian langka, semakin langka.
Dahaga tak tertahankan ingin teh.
Liar dusta, kini semua nestapa.

Masa yang dibenci orang masih berlanjut.
Aturan yang aneh terus berlaku.
Paksaan yang mengikat masih menjerat.
Lidah sapi dimana-mana.

Badai masih kencang.
Tak akan kau temukan jalan keluar.
Hingga kau tahu tujuan badai itu sendiri.

Primitif yang kini mewabah.
Tak luput hentakan pelita keanehan.
Akar yang dulu ditebang ingin bangkit kembali.
Pemabuk yang ingin menguasai dunia.

Dalam hitam dia tenggelam.

Dalam diam kita tenggelam.

Peleburan memulihkan segalanya.
Anehkah semua ini.
Apakah jalan ini sudah benar?.

Perasaan tak berguna,
Gunakanlah sekarang.
Diam hampa juga ada manfaatnya.
Didikan apa yang kudapat sekarang ini?.

Mungkin aku telah tahu banyak dimensi.

8

.dimensi
banyak tahu telah aku Mungkin

Antarkanlah aku kesana.

Why don't president fight the war?

-Serj Tankian

The WatersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang