Goncangan pelan di dalam mobil tidak sedikit pun mengusik rasa gugup Yura. Jemarinya menggenggam erat buku LKS yang ada di tangan. Bahkan ajakan bicara dari Bu Tesa hanya ia tanggapi dengan gelengan ataupun anggukkan. Hari ini adalah hari di mana Yura mengikuti salah satu lomba cerdas cermat yang diadakan oleh sekolah sebelah.Namun, meski sudah berulang kali mengikuti lomba cerdas cermat, Yura tetap selalu merasa kecil di antara peserta lain. Hal itu terjadi karena kekalahannya tahun lalu, membuat kepercayaannya terhadap diri sendiri seolah lenyap begitu saja.
Mobil taksi yang ditumpangi Bu Tesa dan Yura berhenti di depan gerbang sebuah SMA. Ketika pintu terbuka, spontan kaki Yura melangkah keluar. Sudah ramai orang-orang berseragam putih abu-abu, sama seperti seragam Yura.
"Ayo," ajak Bu Tesa setelah selesai membayar taksi. Kaki jenjang Yura yang tertutup rok panjang, mengikuti langkah Bu Tesa dengan ransel biru muda di punggung dan buku LKS di tangan.
Di lapangan SMA ini sudah berdiri sebuah panggung yang lumayan besar dengan deretan meja untuk peserta cerdas cermat. Yura duduk di bangku depan, tepat di samping Bu Tesa. Wajahnya terlihat pucat dan gugup.
"Bu, Yura tidak yakin bisa menang," ucap Yura menatap beberapa peserta lain yang sedang membaca buku.
"Kamu harus percaya sama diri kamu, kalah menang itu urusan belakang," ujar Bu Tesa berusaha meyakinkan Yura. Yura memilih diam, bingung harus bersikap bagaimana. Ia benar-benar gugup dan tidak percaya diri. Tak lama setelah itu, Bu Tesa mendapat panggilan dari pihak penyelenggara lomba, dan harus meninggalkan Yura sendiri.
Yura menoleh ke sebelah kanannya, ternyata sudah duduk seorang siswi dengan rambut pendek. "Hai, aku Putri. Salam kenal, ya."
Yura mengangguk, kemudian menjawab, "Yura."
Kedua siswi itu akhirnya larut dalam percakapan acak, Yura sedikit terheran melihat Putri yang sepertinya tidak gugup sama sekali. Sedangkan ia, sedari tadi harus menahan mati-matian rasa gugup, takut, serta gelisah.
"Kamu gak gugup?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Yura. Putri menggeleng.
"Ada orang yang pernah bilang sama aku, apa pun itu, bagaimanapun hasilnya, kamu harus pecaya sama diri kamu karena kamu itu hebat. Lalu, kalau kamu sudah percaya diri, kamu juga harus ingat batas diri. Jangan sampai niat percaya diri malah jatuhnya sombong. Ya, sampai sekarang aku pegang kata-kata dia," jelas Putri. Yura terdiam, ia seolah baru saja mendapat pencerahan.
"Tapi tahun lalu aku kalah, pasti tahun ini juga. Kamu lihat 'kan peserta lainnya keren semua." Tetap saja rasa tidak percaya diri Yura tidak mau hilang.
"Jangan terfokus sama keberhasilan orang lain, kamu harus pecaya, kamu hebat, kamu keren, dan kamu punya standar luar biasa sendiri."
Setelah itu tidak ada lagi percakapan antara kedua siswi itu, Yura sudah kembali duduk di sebelah Bu Tesa. Ketika acara cerdas cermat dimulai, ternyata Putri mendapat nomor urut pertama. Begitu urutan Yura tiba, ia mati-matian menanamkan omongan Putri tadi.
"Aku hebat, aku keren, dan aku luar biasa," gumamnya.
Hingga sampai di akhir acara, Yura dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Ia tersenyum ketika namanya dipanggil ke atas panggung, tahun ini akhirnya ia kembali meraih juara pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Sajak Bercerita
RandomHanya cerita pendek dan sedikit bait bersajak. Saya adalah luka, perihal hidup dan rasa. Saya adalah bahagia, perihal dunia dan tawa. Saya adalah segala, menutupi semua sampai tak terhingga.