Cintai Dirimu Dahulu

5 1 0
                                    

Pagi itu Jina sudah sibuk di dapur, menyiapkan bekal nasi goreng dengan telur goreng. Ia tersenyum puas begitu bekalnya sudah tersimpan rapi dalam tas kecil. Digenggamnya tali tas itu, berjalan menuju ruang makan yang sudah di isi sang Ibu dan sahabatnya.

"Masih aja suka buat bekal untuk Rega?" tanya Ata, sahabat Jina sejak kecil.

"Iya, demi cinta!" sahut Jina penuh semangat. Bayangan Rega yang tersenyum menerima bekalnya semakin membuat suasana hati Jina berbunga-bunga.

"Cintanya jangan berlebihan, bunda gak mau kamu sampe ujungnya sakit sendiri," nasihat bunda yang hanya diangguki Jina.

Jina menarik kursi yang ada di depan Ata, ia segera duduk dan meletakkan tas berisi bekal tadi dengan perlahan ke meja. Melihat itu Ata hanya menggeleng kecil.

"Ya udah, kamu sarapan dulu. Buruan nanti kita kesiangan," titah Ata setelah meneguk minum.

Jina menggeleng. "Gak usah, nanti aku bisa makan di kantin. Kita langsung berangkat aja, biar aku juga bisa cepet-cepet ngasih bekal ini."

Terjadi sedikit perdebatan antara Jina dan Ata, Ata yang memaksa Jina untuk makan dan Jina yang mau cepat ke sekolah. Sampai akhirnya Ata memilih mengalah, mereka segera pergi sekolah tanpa Jina sarapan terlebih dahulu.

Jina dan Ata adalah sahabat sejak sekolah dasar, tepatnya mereka bersahabat karena tetangga rumah. Sementara Rega adalah kakak kelas yang sudah beberapa bulan terakhir Jina dekati. Mempunyai sifat ramah, Rega langsung dapat memikat hati Jina dari awal masuk SMA.

Ketika motor pesva yang dikendarai Ata dan Jina sampai di parkiran sekolah, Jina langsung pamit duluan dan bergegas menuju kelas Rega. Awal menyukai Rega, Jina sangat malu untuk mengungkapkannya. Namun, setelah mendapat respon baik dari Rega ia tidak ragu lagi.

"Kak Rega ada?" tanya Jina ketika sampai di depan kelas XII IPA, kelas Rega.

Siswi berkacamata yang duduk di dekat pintu itu menatap Jina sebentar, kemudian menjawab, "Ada."

Mendengar jawaban itu, Jina langsung permisi masuk. Ia dapat melihat tubuh tegap Rega yang duduk manis di bangku urut kedua dengan mata fokus membaca buku.

"Kak Rega." Jina memanggil pelan. Rega menoleh, ditatapnya sang adik kelas yang kini tersenyum hangat padanya.

"Lagi?" tanyanya seolah sudah tahu maksud Jina. Jina hanya mengangguk dan tersenyum malu.

"Di makan ya, Kak. Jina mau masuk kelas dulu, dadah!" pamit Jina dan berlalu keluar kelas Rega.

Niat awal Jina setelah mengantar bekal Rega mau mampir ke kantin sebentar, tapi begitu mengingat bel sebentar lagi niat itu ia urungkan.

Berjalan menuju kelas, ia tersenyum ramah ketika beberapa kakak kelas atau adik kelas menyapa. Di sekolah Jina itu bukan siswa pendiam, tapi juga bukan siswa yang terkenal. Ya, dia hanya siswa biasa-biasa saja.

Begitu kedua kaki jenjangnya yang dibalut kaus kaki sampai di depan pintu kelas, ia terlebih dulu melongokkan kepala. Di lihatnya kelas sudah ramai, bahkan Ata sudah siap di bangku.

"Selamat pagi semua," sapa Jina begitu seluruh tubuhnya telah masuk kelas.

"Pagi," jawab beberapa temen kelasnya serentak. Jina mengangguk, lalu bergegas menuju bangkunya yang ada di sebelah Ata.

"Tadi ke kantin, 'kan?"

Jina tergagap, jika ia jujur pasti Ata akan memarahinya. Namun, jika ia berbohong ujung-ujungnya Ata juga akan tahu. Jadi, lebih baik Jina jujur saja.

"Tadi gak keburu, takutnya telat," ucap Jina sambil mendudukkan dirinya ke kursi.

Ata memutar mata malas. "Ngasih anak orang makan bisa, tapi sendirinya belum makan."

Jina hanya cengengesan, ia paham betul jika Ata sedang menyinggung bekalnya untuk Rega tadi pagi.

Setelah beberapa menit kemudian, proses belajar telah mulai. Semua pelajar dengan tenang memperhatikan guru yang tengah menjelaskan. Namun, tiba-tiba perut Jina terasa sakit, kepalanya terasa sedikit berat.

Ia menyenggol lengan Ata pelan, kemudian berbisik, "Ta, perut aku sakit."

Ata menoleh, ia dapat melihat wajah Jina yang menahan sakit. Matanya ia alihkan ke depan, menatap guru yang masih sibuk menjelaskan.

"UKS aja ya," pinta Ata yang sudah khawatir.

Jina hanya dapat mengangguk sambil memegang perutnya, mencoba menghilangkan sakitnya meski tidak berarti apapun.

Setelah Ata melapor pada guru yang tengah menjelaskan jika Jina sakit, akhirnya Jina di bawa ke UKS. Sedari tadi meski telah meminum obat, Jina tetap mengerang kesakitan. Dokter bilang penyakit mag Jina kambuh karena tidak sarapan.

"Sakit banget, Ta," rengek Jina tak tahan.

"Makanya kalo disuruh sarapan ya sarapan!" Ata sedari tadi sibuk mendumel.

Ocehan Ata terhenti ketika pintu UKS diketuk beberapa kali. "Masuk!"

Terlihat Rega yang tersenyum ramah sembari berjalan ke arah Jina. Jina yang melihat itu malah malu, ia tidak menyangka jika Rega akan menjenguknya. Sementara Ata yang merasa akan ada drama picisan segera pergi ke ranjang sebelah Jina, dan berbaring tanpa peduli dua manusia itu.

"Aku tadi dapat pesan dari Ata, katanya kamu sakit," ucap Rega yang diangguki Jina malu-malu.

"Kenapa? Gak sarapan?"

Dengan cepat Jina menjawab, " Tadi gak sempet karena harus ngantar bekal kamu."

"Kamu harusnya lebih pentingkan diri kamu dulu. Dengan kamu gitu, berarti kamu lebih sayang orang lain daripada diri kamu sendiri. Katanya cinta aku, kok sama diri sendiri enggak bisa," tutur Rega yang semakin membuat Jina malu setengah hati.

"Iya ...."

"Lain kali kalo mau jatuh cinta, kamu harus lebih cinta sama diri sendiri dulu ya," ucap Rega mengusap kepalas Jina pelan.

Jina mengangguk, mungkin benar kata Rega jika ia kurang mencintai diri sendiri.

Ketika Sajak Bercerita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang