Surat Tuan A

10 2 0
                                    


Untuk kesekian kalinya Sinta mendapatkan surat dengan amplop biru laut tanpa kejelasan. Sudah hampir 2 bulan, surat-surat berisi ungkapan kagum dan rasa cinta dari orang yang sama selalu ada di laci sekolahnya, bahkan terkadang terdapat cokelat batang di sana. Tuan A, begitu pemilik surat memperkenalkan diri melalui tulisan kecil nan rapi.

"Surat lagi?" Seorang laki-laki yang tadi datang bersama Sinta melemparkan pertanyaan dengan menatap surat itu.

Sinta menggangguk. "Ya, kali ini tanpa cokelat lagi, Rey."

"Apa kamu sudah tahu siapa Tuan A?" Sinta menggeleng. Namun, sejauh ini ada satu orang yang selalu dia curigai. Orang itu selalu datang saat sekolah masih sepi dan bahkan Sinta sudah beberapa kali memergoki orang itu ada di depan bangkunya. Adrian-si cupu kelas MIPA 3-sering kali tampak mencurigakan.

"Besok aku akan datang pagi-pagi sekali untuk menangkap Tuan A," kata Sinta yakin, tentu hal itu menimbulkan kekehan dari bibir Rey.

Keesokan harinya, seperti kata Sinta kemarin, ia benar-benar datang pagi sekali, bahkan Rey dia tinggalkan. Saat ini Sinta sudah duduk manis di bangku belakang, tempat yang lumayan jauh dari bangkunya untuk bersembunyi. Beberapa menit berlalu, hingga suara langkah kaki mulai terdengar, setelahnya suara pintu terbuka. Sinta menyembulkan sedikit kepalanya. Ia terpaku, di sana, berdiri seodang laki-laki berkacamata sedang menunduk menatap laci meja miliknya.

Dengan tergesa-gesa Sinta berjalan ke arah laki-laki tersebut hingga menimbulkan langkah kaki yang lumayan keras. Sontak laki-laki itu mendongak, ia membulatkan matanya ketika sadar ternyata yang berdiri di depannya adalah sang pemilik laci.

"Adrian, apa yang kamu lakukan?" tanya Sinta dengan mata memicing, benar dugaannya. Ternyata semua surat dan cokelat itu dari Adrian, simpul Sinta.

"A-aku hanya ...," ucap Adrian terbata dan menggantung. "maafkan aku, aku yang selalu mengambil cokelat di lacimu hampir setiap hari. Aku mengambilnya untuk adikku yang sangat menyukai cokelat."

Mengambil cokelat? Itu artinya Adrian bukan sang pemberi, melainkan orang yang mengambilnya diam-diam. Sinta mendengus kesal, ia telah salah menangkap orang. "Ya, tidak apa. Ambil saja cokelatnya," ujar Sinta akhirnya.

Begitulah akhirnya Adrian kembali ke bangkunya sendiri dengan masih menunduk malu. Sementara Sinta masih sibuk memikirkan siapa Tuan A, hingga tak sadar bila Rey sudah duduk di sebelahnya.

Begitu menyadari keberadaan Rey, Sinta berkata, "Pagi tadi aku berniat menangkap Tuan A, tapi ternyata salah orang." Pengakuan Sinta ternyata langsung beraksi pada Rey, laki-laki itu tertawa sampai sudut matanya keluar air. Hal itu tentu membuat Sinta kian jengkel.

Mengalihkan percakapan, Rey berkata, "Sin, nanti kamu pulang duluan. Aku akan latihan basket seperti biasa." Sinta mengangguk.

Ketika jam pulang sekolah tiba, Sinta pamit duluan karena katanya Abang ojek sudah hampir sampai. Karena terburu-buru Sinta sampai tidak sadar meninggalkan buku fisika di laci mejanya. Hal itu terpaksa membuatnya harus kembali ke dalam kelas. Namun, begitu kakinya sampai di depan pintu kelas yang masih terbuka, matanya melotot kaget ketika melihat seorang laki-laki meletakkan sebatang cokelat dan amplop biru.

"Rey, kamu Tuan A? Arey ... aku tidak percaya ini," ucap Sinta. Karena mendengar suara, laki-laki itu langsung mendongakkan kepalanya.

"Ya, ketahuan."

Ketika Sajak Bercerita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang